Liputan6.com, Malang - Suara lagu Tandjung Tjina yang dinyanyikan Bing Slamet dengan iringan Orkes Mambetarumpadjo melantun lirih dalam rumah di Jalan IR Rais gang 14 Kota Malang, Jawa Timur. Lagu itu berasal dari piringan hitam yang diputar di gramofon atau mesin kuno pemutar piring hitam.
Rumah dan barang lawas itu milik Muhammad Cholil. Di dalam rumah itu masih ada sejumlah gramofon kuno berbagai merek, satu di antaranya Gramaphone Ediphone buatan 1937. Ratusan keping piringan hitam musik dalam negeri di era Orde Lama juga tersimpan apik dalam lemari.
"Hampir semuanya masih berfungsi dengan baik. Ada sekitar 36 orang tukang servis langganan yang merawat dan memperbaiki kalau memang ada yang rusak di barang itu," ucap Cholil di rumahnya, Malang, Senin (25/7/2017).
Advertisement
Cholil memang seorang kolektor barang antik, terutama barang elektronik zaman dulu. Seratus lebih radio antik berbagai merek juga tampak tertata rapi di sudut rumahnya. Mulai dari radio merek Philips Bence, Carmen buatan 1947 sampai radio Philips 'tengkorak' buatan 1944.
Baca Juga
Dan salah satu koleksinya yang paling kuno adalah phonograph buatan perusahaan Prancis, Pathe Freres Phonograph Co yang diperkirakan produksi 1885 hingga 1890.
Pria berusia 42 tahun ini sudah mulai gemar mengumpulkan radio antik sejak 1992 silam, saat masih duduk di bangku kuliah. Semua bermula dari radio lama merek Philips Ralin dan Bence peninggalan kakeknya. Radio itu bentuknya masih bagus tapi tak bisa berfungsi. Radio warisan itu kemudian dibawa ke tukang servis hingga kembali normal berfungsi.
"Selanjutnya saya mulai berburu ke pasar barang bekas dan ke banyak tempat untuk mencari barang. Lama-lama jadi banyak barangnya dan ada orang yang berminat beli koleksi saya," ujar dia.
Jadilah hobi Cholil itu sekaligus menjadi bisnis yang menggiurkan. Berkali-kali ia mendapat pesanan gramofon dan jam kuno dari kolektor asal Jakarta hingga Bali. Bahkan ia sudah memiliki pesanan tetap dari luar negeri seperti Singapura dan Malaysia untuk piringan hitam, serta ke Bahrain untuk gramofon dan phonograph.
"Paling mahal pernah jual phonograph merek Edison senilai Rp 32 juta beberapa tahun lalu," ucap Cholil.
Secara bisnis, keuntungan jual beli benda antik ini cukup menggiurkan. Tapi Cholil juga pernah tertipu oleh seorang calon pembeli asal Bali. Orang itu menyatakan minat pada satu barang, oleh Cholil barang senilai Rp 8 juta itu dikirim ke alamat sesuai permintaan. Sayangnya, duit pemesan itu tak pernah masuk rekeningnya.
"Barang hilang, tapi duitnya tak masuk ke rekening. Orangnya pun hilang entah ke mana, mungkin lagi sial," ujar dia terkekeh mengenang pengalaman itu.
Berbagai koleksi itu ditempatkan di sebuah rumah kecil yang terpisah dari induk rumah. Awalnya, barang itu di rumah utama, tempat Cholil dan anggota keluarganya tidur. Selain sudah terlalu banyak, pengalaman mistis yang dialaminya membuat ia mengambil keputusan memindah barang-barang itu.
"Dulu saat barang masih di rumah utama, di suatu malam saya pernah melihat sesosok bayangan berdiri di samping salah satu gramafon. Anak-anak saya juga merasa aneh, akhirnya diputuskan memindah ke rumah samping," tutur Cholil.
Meski sudah memindah barang, pengalaman mistis itu ternyata masih dialami salah satu anaknya. Cholil mengaku memiliki sebuah lukisan karya Affandi bertema potret diri untuk Maryati, istri pelukis itu. Anak perempuannya pada suatu malam melihat sorot mata di lukisan itu merah menyala dan ketakutan.
"Lukisan itu akhirnya saya pindah ke rumah nenek, gara-gara anak saya takut dan mengaku melihat aneh-aneh itu," kata Cholil memungkasi penuturan mengenai barang-barang antik koleksi pribadinya.