Ketika Petani-Petani Kopi Belajar Menyeduh Kopi

Di Bandung para petani kopi belajar menanam kopi yang benar, mengolahnya, dan mengetahui tata niaga kopi serta industri kopi secara umum.

oleh Harun Mahbub diperbarui 16 Okt 2017, 00:02 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2017, 00:02 WIB
Kopi Indonesia
Pelatihan para petani kopi di Bandung, Sabtu 14 Oktober 2017

Liputan6.com, Bandung - Petani kopi pun belajar lagi tentang kopi. Pada pelatihan kewirarausahaan kopi di Preanger Point Bandung, Sabtu, 14 Oktober 2017, puluhan petani kopi Jawa Barat belajar mengenai pengenalan uji mutu dan cita rasa kopi serta pengembangan kelembagaan sumber pembiayaan dan pola perdagangan kopi.

Petani kopi yang mengikuti pelatihan kewirausahaan ini sangat antusias saat mereka belajar mengenai pengenalan uji mutu dan cita rasa kopi.

"Saya dapat ilmu baru tentang menilai cita rasa kopi, bagaimana menggiling kopi, menyeduhnya, hingga mencicip kopi," kata Dedi Priyadi, 38 tahun, petani kopi, asal Sukajaya Lembang.

Menurut Dedi, pelatihan yang baru pertama kali diikuti ini sangat bermanfaat sekali karena dia jadi mengetahui bagaimana cara menanam kopi dengan baik, mengolah hasil panen dengan benar, dan menyeduh kopi.

"Ya, tentang cita rasa kopi dan ilmu barista sedikitnya bisa saya kuasai, setelah saya ikut pelatihan ini," ujar Dedi.

Adi Taroepratjeka, Q Graider kopi Indonesia menjelaskan kopi berkualitas adalah kopi yang ditanam dengan baik, pengolahan pascapanen dengan baik, dan biji kopi yang disortir secara baik.

"Kalau petani kita kan, kopi yang sudah disortir dijual, yang sudah patah-patah dan disapu, itu yang diminum, jadi bagaimana bisa mengetahui kopi yang memiliki cita rasa bagus, kalau yang diminum kopi yang cacat," kata Direktur 5758 Coffee Lab, yang disambut gelak tawa para petani kopi.

Adi menyatakan sudah saatnya petani kopi Indonesia dapat mengetahui cita rasa kopi dengan baik, agar mereka dapat dengan mudah berkomunikasi dengan siapapun, meski bahasanya berbeda.

Kalau ada kopi dicampur jagung, beras, kedelai, beras ketan hitam, itu awalnya terjadi karena petani hanya menjual hasil panen yang bagus. Sisanya, kopi cacat atau pecah digiling, supaya banyak, mereka campur jagung, beras, atau kedelai.

"Dicampur nggak papa, nggak ketahuan, tapi ketika petani tidak pernah minum kopi hasil sortiran yang bagus, mereka tidak akan pernah tahu cita rasa kopi enak," kata Adi. 

Menurut Adi, tidak ada yang salah mencampur kopi dengan komoditas lain. "Di Lombok, mereka minum kopi dengan kayu manis, kelapa sangria untuk menambah cita rasa, tapi yang dipakainya adalah kopi terbaiknya. Jangan dibiasakan minum kopi cacat, tapi coba minum kopi yang bagus," katanya

Cara menyeduh kopi, dijelaskan Adi, jangan menyeduh dengan air mendidih, tapi gunakan air panas 85 - 95 derajat. "Setelah diseduh dengan air panas, biarkan empat menit, lalu ambil ampasnya, cium lagi aromanya, pasti aromanya berubah, dibandingkan dengan aroma kopi yang baru diseduh, " ujar dia.Kebun kopi (Foto: Setra Juana)Pelatihan kewirausahaan bagi petani kopi ini digelar oleh Kementerian LHK bekerja sama dengan SCAI (Specialty Coffee Association of Indonesia). Pesertanya adalah 50 petani kopi yang tergabung dalam LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) di Jabar.

"Ini awal kerja sama yang baik untuk meneruskan tradisi pelatihan kewirausahaan kopi secara berkesinambungan. Petani kopi membutuhkan wawasan tentang cara menanam kopi yang baik, mengolah hasil panen, dan memprosesnya menjadi powder, sampai tata niaga kopi," kata Ketua LMDH Lereoy Matita.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hadi Daryanto mengapresiasi para petani kopi yang sudah sangat antusias mengikuti kegiatan kewirausahaan ini.

"Dengan mengikuti pelatihan ini, mereka sudah menjadi bagian dari petani agro forestry, tahu menanam kopi yang benar, mengolahnya, dan sekaligus mengetahui tata niaga kopi serta industri kopi. Kegiatan ini harus dilakukan secara berkelanjutan," kata Hadi.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya