Salak Pondoh Susul Kelapa Parut ke Selandia Baru

Selandia Baru menjadi negara ke-14 yang mengimpor salak pondoh dari Indonesia.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 24 Okt 2017, 14:30 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2017, 14:30 WIB
Salak Pondoh
Salak pondoh Sleman diekspor ke Selandia Baru (Liputan6.com/ Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta Untuk pertama kalinya salak pondoh Sleman melebarkan sayap ke Selandia Baru. Pemerintah Kabupaten Sleman mengirim 100 kilogram salak pondoh organik ke Selandia Baru. Nilai salak pondoh pun meningkat, di pasar lokal biasanya dijual Rp 4.000 sampai Rp 5.000 per kilogram, sedangkan nilai ekspor menjadi Rp 7.500 per kilogram.

Pengiriman perdana ini juga dihadiri oleh Duta Besar Selandia Baru Trevor Matheson di rumah pengemasan salak Assosiasi Petani Salak Prima Sembada di Merdikorejo, Tempel, Sleman, Senin (23/10/2017).

Saat ini, kapasitas produksi salak pondoh mencapai 4.000 ton per tahun dan sudah diekspor ke 13 negara, yakni Tiongkok, Australia, Belanda, Perancis, Malaysia, Thailand, Kamboja, Hongkong, Singapura, Arab Saudi, UEA, Timor Leste, dan Kuwait.

"Kerjasama ini berawal dari komitmen Selandia Baru pada 2006 saat memberikan bantuan ke korban Gunung Merapi dan ada kesepakatan perdagangan asalkan produknya memenuhi persyaratan," ujar Trevor.Ia menilai, salak pondoh merupakan buah yang mengagumkan, dari segi dan rasa, bagi warga Selandia Baru. Oleh karena itu, ia optimistis kuantitas pengiriman akan meningkat secara bertahap.

Selain salak, komoditas lain yang sudah lebih dulu masuk ke Selandia Baru, adalah manggis, ampas sawit, santan kelapa, kelapa parut, dan kakao pasta dengan total volume sebesar 947,8 ton di 2017.

Kepala Badan Karatina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian Banun Harpini mengatakan untuk bisa mendapatkan sertifikat Import Health Standar (IHS) yang dikeluarkan pada 9 Juni lalu, Barantan melakukan pendampingan ke petani salak, mulai dari registrasi kebun, rumah pengemasan, pelayanan sertifikasi phyosanitari, saat saat audit lapangan oleh tim ahli Selandia Baru.

"Selandia Baru menerapkan kebijakan ketat terhadap komoditas pertanian impor, termasuk bebas hama dan penyakit, serta memenuhi standar keamanan pangan di sana," kata Banun.Barantan juga meluncurkan program Electronik Certification (e-Cert) dalam penerbitan Phytosanitary Certificate untuk menggenjot ekspor salak. Melalui aplikasi ini petani tidak perlu repot bolak-balik ke Barantan, karena cukup mengisi persyaratan sehingga sertifikat yang bisa dikirim via aplikasi.

Ketua Assosiasi Petani Salak Prima Sembada, Mariyono, mencoba pasar baru yang lebih potensial bersama Barantan.

"Dengan sistem panen 75 persen matang, salak ini mampu bertahan hingga empat minggu dari pengiriman,” ucap Mariyono. 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya