Kabut Asap Kebakaran Hutan Makin Parah di Jambi, Siapa Bertanggung Jawab?

Sudah sepekan kabut asap kiriman masih mengepung wilayah Kota Jambi. Tadi malam, Senin (9/9/2019), kondisinya semakin memburuk.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 10 Sep 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 10 Sep 2019, 11:00 WIB
Kabut Asap di Jambi
Kondisi udara di Kota Jambi yang diselimuti kabut asap, Senin (9/9/2019) malam. Pukul 18.00 WIB hasil pengukuran AQMS milik KLHK di Jambi menyebutkan kualitas udara parameter 2,5 dengan nilai 353 atau bahaya. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Liputan6.com, Jambi - Sudah sepekan kabut asap kiriman masih mengepung wilayah Kota Jambi. Tadi malam, Senin (9/9/2019), kondisinya semakin memburuk, bau asap sisa hasil kebakaran hutan dan lahan semakin terasa menyengat dan membuat mata pedih.

Meskipun wilayah kota Jambi tidak ada kebakaran hutan dan lahan. Namun wilayah ibu kota provinsi Jambi ini juga berdampak parah oleh paparan kabut asap. Pasalnya, wilayah Kota Jambi berdekatan dengan daerah yang paling parah terjadi kebakaran, seperti di Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur.

Kondisi pekatnya kabut asap yang kian parah dalam tiga hari terakhir membuat indeks standar pencemar udara (ISPU) di Kota Jambi masuk kategori tidak sehat hingga berbahaya. Kondisi ini terjadi pada malam hari hingga pagi hari.

Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang diukur melalui alat Air Quality Monitoring System (AQMS) milik KLHK Jambi pada pukul 18.00 WIB menunjukkan hasil pengukuran konsentrasi PM 2,5 dengan nilai 353 atau di atas baku mutu. Nilai tersebut masuk dalam daftar hitam atau berbahaya.

Kualitas udara yang masuk di atas baku mutu juga terjadi tiga hari sebelumnya. Rata-rata pada malam hari menunjukan pada level berbahaya atau di atas angka nilai 300.

Direktur Beranda Perempuan Zubaidah menilai, pemerintah tingkat pusat hingga daerah lamban dalam penanganan warga yang terdampak kabut asap. Padahal di Kota Jambi warga yang terserang Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) jumlahnya terus mengalami peningkatan.

Data terakhir yang dihimpun Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Jambi menyebutkan, jumlah penderita ISPA mencapai 2.577 kasus. Ini meningkat dari awal Agustus yang hanya mencapai 1.707 kasus.

"Seharusnya pemerintah lebih tanggap menangani persoalan ini, karena beberapa penelitian kesehatan menyatakan manusia yang terpapar asap dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker paru, radang paru, downsyndrom, kegagalan fungsi otak hingga kelahiran prematur," kata Zubaidah kepada Liputan6.com.

Bencana kabut asap hasil kebakaran hutan dan lahan, kata dia, salah satu praktik pelanggaran terhadap pemenuhan hak dasar warga, khusunya kelompok rentan seperti anak-anak lansia dan ibu hamil. Pemerintah dan pemilik konsesi yang lahannya terbakar harus bertanggung jawab memberikan bantuan air bersih, layanan kesehatan, penampungan dan tempat penampungan yang aman asap.

"Pemerintah harus menyediakan rumah singgah yang aman asap untuk kelompok rentan dan masyarakat yang memerlukan udara segar dilengkapi tenaga medis dan obat-obatan," ucap Zubaidah.

Zubaidah menambahkan, penegakkan hukum harus dilakukan kepada pelaku atau korporasi yang lahannya terbakar. Penegakan hukum ini penting tanpa menegasikan pelayanan kemanusiaan terutama kelompok rentan yang terpapar asap.

Zubaidah juga menemui Aliyah, salah seoarang anak berusia 2 tahun yang sudah dua pekan mengalami batu pilek karena terpapar asap. Bocah berusia 2 tahun itu terpaksa harus dilarikan ke RSUD Jambi untuk mendapat perawatan.

"Menurut keterangan dokter, Aliyah menderita ISPA sehingga harus dirawat di rumah sakit," kata Zubaidah.

 

Sekolah Libur

Kondisi kabut asap yang semakin pekat ini, membuat Pemkot Jambi kembali mengeluarkan kebijakan untuk meliburkan aktivitas belajar sekolah tingkat, PAUD, TK dan SD. Kebijakan ini diambil karena kualitas udara berada pada level berbahaya.

Abu Bakar, juru bicara Pemkot Jambi mengatakan, untuk sekolah TK dan PAUD diliburkan selama tiga hari atau mulai tanggal 9-11 September 2019. Sedangkan sekolah SD siswa kelas I-IV diliburkan selama dua hari 9-10 September 2019.

"Untuk kelas V-VI dikurangi jam belajarnya, atau masuk pukul 09.00 WIB dan pulang pukul 13.00 WIB pada hari senin dan selasa," kata Abu Bakar.

Selain itu, siswa SMP negeri atau swasta dan madrasah juga dikurangi jam belajar dari pukul 8.30 dan pulang pukul 13.00 WIB. Kebijakan meliburkan ini merupakan langkah diskresi berdasarkan maklumat yang dikeluarkan sebelumnya tentang antisipasi dampak kabut asap.

 

Jambi Paling Banyak Titik Panas Karhutla

Kabut Asap di Jambi
Petugas pemadam Karhutla berjibaku memadamkan Karhutla di lahan gambut Kabupaten Tanjung Jabung Timur. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, Senin 9 September 2019, terdapat ratusan titik panas yang berindikasi terjadi kebakaran hutan dan lahan. Provinsi Jambi menempati posisi paling banyak dengan 504 titik panas, Sumsel 332 titik dan Riau 289 titik.

Laman BMKG menyebutkan, titik panas di Jambi dengan tingkat kepercayaan tinggi 81-100 persen mencapai 104 titik. Ratusan titik dengan tingkat kepercayaan tinggi tersebut paling banyak berada di Kecamatan Kumpeh, Muaro Jambi mencapai 52 titik.

Kemudian 11 titik di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan selebihnya dua titik berada di sejumlah daerah lainnya.

Selain itu, kebakaran hutan dan lahan juga hingga saat ini masih melanda di lahan gambut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Karhutla di lahan hutan lindung gambut (HLG) Londrang tersebut, sulit dipadamkan karena masih menyimpan bara api di dalamnya.

Kebakaran di lahan gambut itu juga merembet ke wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit PT ATGA. Diperkirakan luasan kebakaran mencapai 100 hektare lebih.

"Kebakaran di lahan gambut sulit padam. Kalau malam kita kembali ke markas karena pemadaman malam sangat berisiko," kata salah satu komandan regu tim Pemadam Kebakaran Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang namanya enggan disebut.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya