Nobar 'EndGame', The Sound of Silence serta Semangat Antirasuah dari Ujung Barat Indonesia

Sejak tayang perdana, film dokumenter 'the EndGame: Ronde Terakhir Melawan Korupsi' menarik animo yang cukup besar.

oleh Rino Abonita diperbarui 14 Jun 2021, 19:13 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2021, 22:00 WIB
Tampilan layar tancap nobar 'the EndGame: Ronde Terakhir Melawan Korupsi' di LBH Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)
Tampilan layar tancap nobar 'the EndGame: Ronde Terakhir Melawan Korupsi' di LBH Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Animo untuk menonton film dokumenter buatan Watchdoc the EndGame: Ronde Terakhir Melawan Korupsi juga terasa di Aceh. Menyusul Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, kali ini kegiatan nonton bareng digelar di Kantor LBH Banda Aceh pada Selasa malam (8/6/2021).

Liputan6.com telah berada di lokasi sejak sore ketika halaman seluas kira-kira 40 meter persegi lebih itu mulai disulap jadi tempat penonton. Kolong layar telah dipasang secara sederhana di fasad bangunan kantor dengan cara ditempeli lakban agar layar terentang rapat.

Kursi-kursi plastik berwarna biru cobalt tersusun tak rapi, dibagi menjadi tiga barisan. Sementara, aroma kacang dan jagung yang direbus matang amat terasa ketika melewati bagian belakang kantor tersebut—asap masih terlihat mengepul dari dapur kantor tersebut hingga menjelang magrib, agar nanti para penonton tidak kosong melompong selama menikmati film dokumenter berdurasi 1 jam 54 menit itu.

Suasana yang menarik sore itu ketika dari pelantang yang berdiri di sisi kiri kolong layar terdengar lagu The Sound of Silence. Lagu yang awalnya dibawakan oleh duo pemusik folk asal negeri Paman Sam, Paul Simon dan Arthur Garfunkel, seakan mengantar suasana yang sebentar lagi akan hadir melalui EndGame.

Suara David Draiman—Disturbed—menambah kegelapan lagu tersebut. The Sound of Silence seperti cerminan politik sebuah negeri dan suara-suara keresahan dari lorong-lorong gelap yang menyertainya.

Situasi terburuk di negeri ini mungkin akan seperti baris lirik, "people talking without speaking, hearing without listening." Bisakah EndGame, sekuel dari isi kotak pandora negeri berjuluk Zamrud Khatulistiwa ala Watchdoc jadi iluminasi?

Di dalam cahaya remang-remang, satu per satu penonton berdatangan. Lima puluh kursi terisi penuh, KPK EndGame, has begun!

Nobar yang digelar di halaman kantor posko pemantauan keadilan itu dimulai sejak bakda magrib. Nobar ini sendiri diinisiasi oleh tiga lembaga nonpemerintah: LBH Banda Aceh; KontraS Aceh; Masyarakat Transparansi (MaTA) Aceh; serta satu komunitas seni di kota itu, yaitu, Komunitas Kanot Bu.

EndGame sendiri menyoroti hasil tes bernama Tes Wawasan Kebangsaan (KPK), yang dianggap sebagai kedok untuk menyingkirkan sejumlah penyidik yang tengah menangani kasus korupsi besar. Sebanyak 16 penyidik dari lembaga antirasuah yang tidak lulus tes, memberi kesaksian tentang beberapa kejanggalan selama mengikuti tes.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes dinilai tidak ada relasinya sama sekali dengan kompetensi mereka selaku orang yang menangani kasus korupsi. Di antara pertanyaan tersebut juga terselip pertanyaan yang bermuatan diskriminasi SARA.

Tes tersebut diikuti sebanyak 1.351 pegawai yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) sepanjang tanggal 18 Maret sampai 9 April 2021. Dari 1.351 itu, dua orang di antaranya tidak hadir pada tahap wawancara.

Dalam tes yang ditujukan untuk alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) itu, sebanyak 75 pegawai dianggap tidak lolos. Dari jumlah tersebut, sebanyak 51 dibebastugaskan sedangkan 24 pegawai lainnya bisa diangkat menjadi ASN dengan syarat harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu.

Usai penayangan juga dilakukan diskusi singkat. Salah satu pemantik diskusi, Koordinator Badan Pekerja MaTA, Alfian, mengatakan bahwa saat ini KPK sedang berada di dalam situasi yang abnormal secara integritas dan moralitas, tapi ia yakin bahwa situasi tersebut kelak akan berubah.

"Kalau kita lihat dari sisi kondisi sekarang memang sangat meresahkan, akan tetapi kita selaku masyarakat sipil, saya percaya bahwa masa ini akan kita lalui sebagaimana pengalaman pada masa orde baru dulu," ujar Alfian.

Sementara itu, Staf LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat Husni Putra, menilai ada pelanggaran HAM yang difasilitasi negara di balik tes tersebut. Dari perspektif hak asasi manusia, menurut dia, pertanyaan yang diajukan di dalam tes tersebut sangat tendensius dan secara tidak langsung telah mendiskreditkan hak berkeyakinan orang lain.

"Bahkan ada pegawai KPK yang diminta bersyahadat ulang. Kalau orang diminta bersyahadat ulang, kan, konotasinya itu, dia dianggap sudah murtad," kata Qodrat.

Karena struktur organisasi KPK saat ini dipercaya terbentuk di bawah desain segelintir kepentingan, salah satu kesimpulan dalam diskusi tersebut ialah memperkuat kekuatan sipil yang fokus dalam mendukung pemberantasan korupsi. Dengan konsolidasi, semangat antikorupsi bisa terus diawetkan kendatipun satu-satunya lembaga antirasuah yang selama ini menjadi harapan pemberantasan korupsi di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

"Presiden sebenarnya punya power untuk menyelamatkan KPK, pertanyaannya, mau enggak?" demikian Qodrat, sekaligus menjadi kalimat penutup diskusi malam itu.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya