Kisah Petani Demak dan Pasukan Burung Hantu si Pemangsa Tikus

Pembasmian hama secara alamiah dengan memanfaatkan predator alami tikus sawah yakni burung hantu (Tyto Alba)

oleh Kusfitria Marstyasih diperbarui 10 Jun 2021, 04:30 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2021, 04:30 WIB
Sutrisno,Kades Mijen Kecamatan Kebonagung Demak memantau kondisi Rubuha di sawah, Rabu,9/6/2021. (Foto: Liputan6.com/Kusfitria Marstyasih)
Sutrisno,Kades Mijen Kecamatan Kebonagung Demak memantau kondisi Rubuha di sawah, Rabu,9/6/2021. (Foto: Liputan6.com/Kusfitria Marstyasih)

Liputan6.com, Demak - Badan Pusat Statistik (BPS) pernah merilis data penghasil beras nasional di tahun 2020. Saat itu Kabupaten Demak menduduki peringkat ke-12.

Dengan menggunakan Kerangka Sampel Area (KSA) diperkirakan lahan pertanian di Kota Wali ini bisa menghasilkan 378.106 ton beras per tahun.

Untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas komoditas agraris tersebut, para petani Demak pun berusaha dengan segala cara agar area persawahan selalu aman terutama dari serangan hama. Salah satunya dengan memanfaatkan musuh alami, yakni burung hantu.

Musuh utama para petani adalah tikus sawah (Rattus Argentiventer). Serangan hewan pengerat ini sangat meresahkan karena daya perusaknya mampu membuat gagal panen.

Sutrisno, Kepala Desa Mijen Kecamatan Kebon Agung Kabupaten Demak Jawa Tengah selama masa baktinya berkonsentrasi terhadap bidang pertanian.

Ia mengatakan 4 tahun sebelum menjadi pimpinan di desa, para petani di daerahnya menggunakan racun tikus, memasang jebakan tikus berarus listrik dan melakukan gropyokan (menangkap tikus ramai ramai).

"Sekarang saya membuat peraturan berisi larangan memasang jebakan tikus beraliran listrik dan mengurangi penggunaan racun tikus," tuturnya saat ditemui pada Rabu (9/6/2021).

 

Saksikan Video Pilihan Berikut:

Rubuha dan Ancaman Kelestarian Burung Hantu

20160318-Burung Hantu Cilacap
Warga Cilacap membangun pasukan burung-burung hantu untuk melawan hama tikus sawah (Liputan6.com/Aris Andrianto)

Sebagai solusi, Sutrisno menggiatkan program pembasmian hama secara alamiah. Salah satunya dengan memanfaatkan predator alami tikus sawah yakni burung hantu (Tyto Alba).

Burung hantu yang biasa dimanfaatkan sebagai pengendali hama tikus adalah jenis Barn owl. Binatang nocturnal ini memiliki karakteristik mudah beradaptasi pada lingkungan perkotaan maupun persawahan. Selain itu, Barn owl memilki ciri khas lebih rakus jika dibandingkan dengan burung hantu jenis lain.

"Biasanya 'manuk kuk' atau burung hantu dalam semalam bisa makan 2-5 ekor tikus sawah," terangnya.

Untuk memastikan burung hantu tetap bersiaga di area sawah milik petani di wilayahnya, Kades yang menggemari seni ini bahkan menganggarkan Dana Desa (DD) untuk pembuatan Rumah Burung Hantu (Rubuha). Estimasi anggaran satu Rubuha sekitar Rp2 juta dan Pemerintah Desa Mijen Kecamatan Kebonagung Demak sudah membangun puluhan Rubuha di area persawahan warga.

Menurut Sutrisno, supaya populasi burung hantu makin meningkat, idealnya per 100 meter persegi dibangun Robuha tetapi pihaknya belum bisa memenuhi target tersebut karena berbagai kendala.

Hambatan lain dari pelestarian burung hantu di lingkungannya adalah banyak burung hantu yang mati lemas setelah menyantap tikus yang sebelumnya terpapar racun.

"Selain itu, jika kebetulan burung hantu terbang di sawah yang berarus listrik, biasanya mereka terjebak dan mati di tempat," keluhnya.

 

Tanaman Refugia

Petani menanam refugia sebagai tempat tinggal musuh alami hama dan OPT. (Foto: Liputan6.com/Kusfitria M)
Petani menanam refugia sebagai tempat tinggal musuh alami hama dan OPT. (Foto: Liputan6.com/Kusfitria M)

Selain di Desa Mijen Kecamatan Kebonagung Demak, masih banyak desa lain yang juga memanfaatkan burung hantu sebagai pengendalian agen hayati.

Jenis unggas yang tidur di siang hari itu memiliki pendengaran yang sangat peka dan rakus. Seekor burung hantu diperkirakan mampu melahap 3.600 ekor tikus dalam setahun.

Tentu saja jika tak ada berbagai hambatan, lahan pertanian di wilayah Demak akan aman dari serangan hama dan mampu menghasilkan padi sesuai target nasional.

Satu lagi nilai tambah bagi para petani di Desa Mijen Kecamatan Kebonagung Demak, untuk meminimalisasi penggunaan pestisida, mereka membuat penyeimbang bernama refugia.

Para petani menanam berbagai bunga berwarna cerah sebagai tempat tinggal musuh alami. Musuh alami itu akan tinggal di rumpun refugia, dan memburu hama tanaman yang mendekat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya