Liputan6.com, Jambi - Kilang setinggi dua puluh meter berdiri kokoh di halaman belakang kantor Pertamina EP Asset 1 Jambi Field, Kenali Asam, Kota Jambi. Kilang bekas penyulingan dan produksi bensin pesawat terbang (aviation gasoline/avigas) itu ternyata menyimpan jejak sejarah masa kejayaan industri perminyakan di Indonesia.
Kilang itu berbentuk menyerupai gapura, di atasnya terhubung sebuah jaringan pipa besi saling terpaut. Bangkai kilang berkelir putih, sebagian badannya berselimut karat. Kilang avigas itu berada di antara rongsokan truk dan alat berat.
Di bawahnya semak belukar tumbuh. Rumput liar menjalar hampir menutupi sebagian badannya yang terkikis usia. “Itu salah satu kilang yang bersejarah,” kata Staf Humas Pertamina EP Asset 1 Jambi Field, Riyal kepada Liputan6.com, Jumat (29/10/2021).
Advertisement
Riyal mengaku tak mengetahui seluk-beluk kilang tersebut. Ia pun tak banyak menjelaskan tali-tali sejarah berdirinya kilang di belakang kantornya itu.
Namun pada prasasti biru yang tertulis di bawah kilang menyebutkan, kilang avigas itu dibuat pada tahun 1946 oleh Perusahaan Minyak Republik Indonesia (Permiri)--satu tahun pasca-Indonesia merdeka. Permiri adalah perusahaan cikal-bakal Pertamina.
Majalah Warta Pertamina (WePe) edisi No.3/XXXIII/1997 pernah merilis laporan soal sejarah Kilang Kenali Asam Permiri. Kilang avigas tersebut, sebagaimana dalam laporan majalah itu, menjadi bagian tonggak sejarah bangsa dalam memproduksi minyak pesawat terbang.
Dikisahkan ketika itu, Kepala Permiri dipimpin seorang Kapten Tentara Republik Indonesia (TRI) R.Soedarsono. Dia menjadi salah satu orang yang berperan dalam pembuatan minyak pesawat terbang di Kenali Asa.
Baca Juga
Pada bulan September tahun 1946, Kapten R.Soedarsono diperintahkan Pimpinan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) Kolonel Sujono dan Kolonel Halim Perdanakusuma untuk membuat minyak pesawat terbang.
Pembuatan minyak itu mesti dilakukan guna persiapan jika impor minyak pesawat terbang putus karena blokade tentara Belanda. Mengingat ketika itu, meski Indonesia telah merdeka, namun Belanda masih memblokade jalur-jalur strategis.
Dalam proses awal rencana pembuatan minyak pesawat terbang itu, R.Soedarsono hanya diberi buku teks pembuatan bensin pesawat terbang karangan tentara Jepang. Sekembalinya di Kenali Asam, Kapten R.Soedarsono bersama stafnya mempelajari dan mengadakan persiapan pabrik khusus untuk minyak pesawat terbang dan laboratorium riset.
“R.Soedarsono yang telah mengikuti kursus perminyakan selama satu tahun semasa pendudukan Jepang di Air Hitam Sei Gelam (Jambi) dan di Kenali Asam menggunakan buku referensi berbahasa Inggris yang diperoleh dari Jepang tersebut untuk menjalankan tugasnya,” tulis Majalah WePe edisi No.3/XXXIII/1997.
Berbekal buku karangan Jepang itu, R.Soedarsono bersama pegawai Permiri yang handal, yakni Sugiman, seorang teknisi laboratorium. Mereka mulai meracik senyawa kimia pembuatan minyak pesawat terbang. Keduanya juga membangun pabrik khusus memproduksi minyak pesawat terbang di daerah Pall Merah, Kota Jambi.
Kemudian dengan jerih upaya dan jerih payahnya, pembuatan minyak pesawat terbang tersebut selesai dilakukan. R.Soedarsono bersama beberapa pegawai di bawah bendera Permiri membuat 500 liter minyak pesawat terbang.
Awal tahun 1947 uji coba bensin pesawat terbang dimulai. Kolonel Sujono datang ke Jambi dengan pesawat terbang Anson yang dipiloti oleh orang Australia Omu St. Aswar. Uji coba lantas dilakukan di lapangan terbang Paal Merah Kota Jambi.
Uji coba itu sangat menegangkan karena R.Soedarsono selaku penanggung jawab diminta pilot untuk ikut terbang bersama. Alasannya; jika percobaan gagal, yang mati bukan hanya pilotnya, tapi Soedarsono selaku penanggung juga akan ikut mati.
Tapi ketegangan R.Soedarsono itu sirna setelah uji coba berhasil. Pesawat berhasil terbang selama satu jam mengitari langit Kota Jambi dari pukul 09.00 hingga 10.00 WIB.
Hingga akhirnya setelah uji coba itu selesai, jawatan Permiri kemudian berhasil membuat bakar pesawat sebanyak 15 meter kubik hanya dalam waktu 10 hari.
Dan sejak saat itu lah, kilang avigas kecil karya Soedarsono dan awak Permiri di Kenali Asam menjadi pusat pengisian minyak pesawat terbang di Indonesia. Bahkan pesawat terbang perjuangan yang diberi nama C-47 Dakota RI 001 yang membawa Wakil Presiden Republik Indonesia Mohammad Hatta itu pernah singgah ke Jambi pada tahun 1948, untuk mengisi bahan bakar.
Kilang minyak di Kenali Asam dan orang-orangnya menjadi bukti perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Pun dengan Permiri--yang merupakan perusahaan yang menjadi cikal-bakal PT Pertamina (Persero) itu pun sejak dulu tak lelah memberi energi untuk kemerdekaan yang utuh bagi ibu pertiwi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Menyilau Masa Kejayaan Minyak di Jambi
Sumbangsih energi untuk negeri ini tak hanya terekam dalam jejak kilang avigas di Kenali Asam. Provinsi Jambi pada masa lampau pernah berjaya dalam industri perminyakan di Indonesia, terutama dalam memproduksi minyak pesawat terbang.
Kenali Asam (Kota Jambi), Tempino (Muaro Jambi), dan Bajubang (Batanghari) menjadi kawasan sumber minyak di Jambi. Pipa-pipa minyak dari daerah tersebut dialirkan ke kilang Plaju, Sumatera Selatan. Pipa-pipa tersebut, masih dapat ditemui di sepanjang jalan lintas Jambi-Sumsel.
Peneliti sejarah dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Kepulauan Riau, Dedi Arman dalam sebuah penelitannya mengungkapan, potensi minyak di Jambi ditemukan Nederlandsch Indische Aardolie Maatschappij (NIAM), sebuah perusahaan patungan Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1922.
“Minyak dari Jambi disalurkan melalui pipa ke Plaju, Sumatera Selatan. Pada tahun 1935 NIAM membangun pipa sepanjang 275 kilometer. Biaya pembangunan pipa minyak ketika itu menelan ongkos 3,5 juta gulden,” tulis Dedi Arman dalam sebuah penelitiannya yang berjudul Ekploitasi Minyak di Jambi tahun 1922-1948.
Ketika itu, pengeboran sumur minyak pertama kali dilakukan di Bajubang--kini menjadi nama sebuah kecamatan di Kabupaten Batanghari. Tak hanya di Bajubang, tahun 1929 ditemukan ladang minyak di Kenali Asam, dan tahun 1930 ditemukan lagi sumur minyak di Tempino.
Selama masa kesusahan tahun 1930-an, kata Dedi, Jambi merupakan satu-satunya tempat dimana BPM meluaskan sumur-sumur minyaknya. Minyak mendatangkan cuan setengah juta gulden antara tahun 1923 dan 1930.
Meski mendatangkan untung, namun produksi minyak sewaktu dikuasai kolonial Belanda tak memberikan kontribusi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Jambi pada periode awal itu.
NIAM hanya memberikan sumbangsih berupa pembangunan jalan sepanjang 92 kilometer dari Jambi ke Muara Tembesi, dan membangun landasan bandara di Paal Merah, Jambi tahun 1937.
Minyak baru benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat Jambi pada 1948, beberapa tahun setelah Jepang hengkang dari negeri ini. Pada 1957 Pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh bisnis Belanda dan mendirikan Perusahaan Minyak Republik Indonesia (Permiri).
Masa kejayaan industri perminyakan di Jambi terjadi sekitar tahun 1970 hingga awal tahun 1990-an. Pada masa itu kegiatan penambangan minyak telah melahirkan kota-kota kecil yang menjadi pusat keramaian dengan fasilitas yang lengkap di Tempino dan Bajubang.
Tempino adalah sebuah kelurahan di Kecamatan Mestong, Muaro Jambi. Kawasan ini terletak tak jauh dari jalan raya lintas Sumatera yang dekat dengan batas Jambi-Sumsel.
Berjarak 28 kilometer dari pusat Kota Jambi, dulunya kawasan dikenal menjadi salah satu lumbung minyak di Provinsi Jambi. Di kawasan itu dulunya terdapat bioskop dan pelbagai fasilitas mewah.
Udin, seorang warga Tempino, yang juga penerus usaha warung Sup Pak Kutar menjadi saksi kejayaan industri perminyakan di desanya. Pak Udin, pria paruh baya kelahiran Tempino 1958 tersebut mengisahkan, tempo dulu saat masih berjaya sebagai lumbung minyak Tempino tumbuh seperti desa metropolitan.
Namun, seiring dengan sumber minyak yang kian habis, Tempino menyisakan sisa-sisa masa keemasanya. Beragam peninggalan masih dapat kita jumpai di sana. “Di Tempino ini ada 127 sumur minyak, sekarang sumur sudah tua banyak yang enggak produksi lagi,” kata Udin.
Tempino dan Bajuang yang dulu ramai, kini diselumiti sepi. Daerah yang dulunya terkenal lumbuk minyak itu telah lama ditinggalkan seiring dengan cadangan minyak di kawasan itu habis.
Meski terbunuh sepi, namun kita tak boleh melupakan jasa orang yang telah memberikan sumbasih dalam industri perminyakan di negeri Jambi ini.
Advertisement
Masih Adakah Minyak di Jambi?
Pompa angguk, alat untuk menyedot minyak bumi berdiri di tanah lapang di Kelurahan Kenali Asam, Kota Jambi. Saban hari alat tersebut tak pernah mandek. Ia terus mengais minyak guna memenuhi pasokan energi untuk negeri.
Alat pompa angguk itu merupakan bagian eksploitasi minyak bumi, proyek PT Pertamina EP Asset 1 Field Jambi, anak perusahaan PT Pertamina (Persero) di lapangan Kenali Asam.
Khusus di lapangan Kenali Asam, Riyal mengatakan, Pertamina EP Asset 1 Field Jambi mengelola sebanyak 300 sumur minyak. Ratusan sumur minyak di lapangan Kenali Asam menjadi sumbangsih terhadap produksi minyak, di samping sumur lainnya di wilayah kerja pertambangan (WKP) Pertamina Asset 1 Field Jambi, yang meliputi Kota Jambi, Muaro Jambi, dan Batanghari.
Kini produksi minyak yang dilakukan Pertamina EP Jambi meningkat mencapai 3.105 barrel oil per day (BOPD) pada tahun 2020. Peningkatan produksi minyak ini seiring dengan keberhasilan pemboran sumur minyak SGC-27 di Desa Talang Belido, Sungai Gelam, Muaro Jambi.
Merujuk pada keberhasilan pemboran sumur SGC-27, Pertamina EP langsung mengevaluasi ulang data-data sumur. Pertamina pun berhasil melakukan reparasi sumur SGC-23 dengan produksi crude oil sebesar 208 BOPD.
“Dengan adanya penambahan produksi dari kedua sumur tersebut, produksi Pertamina EP Jambi Field mengalami peningkatan dari 2.792 BOPD di bulan Januari 2019 menjadi 3.105 BOPD pada akhir tahun 2019," kata Jambi Field Manager Gondo Irawan dikutip melalui siaran pers Pertamina.
Sementara itu, dalam laporan harian produksi Pertamina EP Asset 1 memberikan kontribusi secara years to date sebesar 13.713 BOPD, yang mana 3.553 BPOD disumbang oleh Field Jambi.
Di wilayah kerja Jambi Pertamina EP mengelola wilayah dengan luas 5.751 kilometer persegi dengan 13 struktur sumur yang tersebar di Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, dan Batanghari.
Produktivitas minyak potensial untuk ditingkatkan. Sejumlah upaya terus dilakukan perwira Pertamina untuk meningkatkan produktifitas sumur, yakni melalui pemboran sumur baru, maupun lewat upaya perawatan sumur.
Kini seiring dengan menipisnya cadangan minyak dan gas bumi, perusahaan pelat merah PT Pertamina (Persero) terus meningkatkan produksi energi. Itu dilakukan untuk memperkuat daya saing perekonomian dan kepentingan bangsa Indonesia.
Transisi Energi dan Transformasi Pertamina
Era easy oil sudah mulai hilang dari dalam perut bumi. Transformasi dan transisi energi jadi pilihan total bagi pertamina dalam menghadapi situasi seperti ini.
Cadangan minyak bumi di Indonesia akan tersedia hingga 9,5 tahun mendatang. Sedangkan umur cadangan gas bumi mencapai 19,9 tahun. Hal ini dikatakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (19/1/2021).
"Ini dengan asumsi tidak ada penemuan baru dan tingkat produksi saat ini sebanyak 700 ribu barrel oil per day (BOPD) dan gas 6 billion standard cubic feet per day (BSCFD)," kata Arifin dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM.
Menurut Arifin, cadangan minyak bumi nasional sebesar 4,17 miliar barel dengan cadangan terbukti (proven) sebanyak 2,44 miliar barel. Sedangkan data cadangan yang belum terbukti sebesar 2,44 miliar barel.
Selain itu cadangan gas bumi mencapai 62,4 triliun kaki kubik (cubic feet) dengan cadangan terbukti 43,6 triliun kaki kubik (cubic feet). Cadangan gas bumi sebesar 62,4 triliun cubic feet, diantaranya proven sebesar 43,6 triliun cubic feet.
Koordinator Pusat Studi Energi dan Nano Material LPPM Universitas Jambi (UNJA) Nazaruddin menilai, di tengah menipisnya cadangan minyak dan gas, Indonesia secara perlahan harus mulai meninggalkan energi fosil seperti minyak.
Transisi dari energi fosil ke energi terbarukan yang ramah lingkungan mutlak untuk dilakukan. Dalam kondisi sekarang di era tantangan global, transisi energi ini menurut dia, tidak bisa di tawar lagi.
“Kondisinya sekarang memang sudah mengharuskan (mulai meninggalkan energi fosil),” ujar Nazaruddin.
Pelan-pelan transisi bisa diwujudkan. Pertamina menurutnya, harus berani melakukan proses yang konsentrasi bisnisnya berubah ke arah energi terbarukan. Salah satunya syaratnya adalah memperkuat riset dan development dalam penerapan energi baru terbarukan.
“Transformasi menjadi kunci, teknologi sekarang semakin bagus sehingga bisa memperbaiki. Secara bersamaan dari sekarang harus mulai dilakukan sehingga kedepan Pertamina tidak hanya dikenal sebagai perusahaan minyak, tapi perusahaan energi,” kata Nazaruddin.
Sementara itu, di tengah tantangan global, ditambah pandemi, tidak menyurutkan PT Pertamina (Persero) dalam bertransformasi untuk bisa menjadi perusahaan global energy champion pada tahun 2024.
Pertamina telah melakukan restrukturisasi terhadap organisasi dan bisnis dengan membentuk holding dan subholding. Terdapat beberapa subholding dibentuk, antara lain; Upstream, Refining dan Petrochemical, Commercial and Trading, Gas, Integrated Marine Logistics, dan Power and New Renewable Energy.
“Pertamina siap untuk memberikan energi. Selain energi yang diproduksi, Pertamina juga akan memberikan energi berupa harapan, semangat, masa depan, dan berbagi dalam bentuk program sosial dan kemitraan,” kata Direktur Utama Pertamina Persero Nicke Widyawati ketika meluncurkan moto Energizing You.
Dalam transisi energi ini Pertamina kata Nicke, melangkah dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) melalui program 8 inisiatif. Antara lain, yakni memanfaatkan potensi kelapa sawit yang besar untuk berinvestasi dalam Proyek Green Refinery. Pertamina saat ini menghasilkan Biodiesel 30 dan Green Diesel D-100 dengan bahan baku minyak sawit, minyak terbarukan lainnya, dan minyak jelantah.
Selain itu, Pertamina juga mengembangkan biomass menjadi biogas dan bioethanol di Sei Mangkei. Pertamina telah berhasil mengembangkan fasilitas 5000 liter microalga photobioreactor dan sedang berjalan untuk mencapai skala komersial budidaya dan produksi pada tahun 2025.
Pertamina juga telah mempelopori pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia dengan kapasitas total 1,8 Giga Watt (GW).
Pertamina juga menjalankan inisiatif pemanfaatan green hydrogen dengan listrik di area geothermal dengan total potensinya mencapai 8.600 KG per hari. Green hydrogen akan dimulai di Pembangkit Geothermal Ulubelu untuk digunakan di pabrik Polypropylene Kilang Plaju.
"Pertamina memiliki komitmen kuat pada pengembangan EBT. Dalam RJPP, Pertamina telah menetapkan target EBT yang tahun 2035 porsinya mencapai 30 persen. Dengan 8 inisiatif tersebut, kami yakin target dapat tercapai," kata Nicke dikutip dari siaran pers Pertamina, April lalu.
Advertisement