Sengkarut Sampah Indonesia Berpacu dengan Waktu, Ekonomi Sirkular Jadi Solusi

Selama tahun 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan, Indonesia menghasilkan 67,8 ton sampah. 37, 3 persen sampah berasal dari rumah tangga, 16,4 persen sampah dari pasar tradisional, dan 15,9 persen sampah dari kawasan.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 25 Feb 2022, 12:30 WIB
Diterbitkan 25 Feb 2022, 12:30 WIB
Ilustrasi sampah plastik (pexels)
Prancis akan malarang penggunakan kemasan plastik untuk mayoritas jenis buah dan sayur demi mengurangi sampah plastik.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan, Indonesia menghasilkan 67,8 ton sampah selama tahun 2020. Sebanyak 37,3 persen sampah berasal dari rumah tangga, 16,4 persen sampah dari pasar tradisional, dan 15,9 persen sampah dari kawasan

Porsi terbesar sampah rumah tangga berasal dari sisa makanan, diikuti oleh sampah plastik, kayu atau ranting, kertas atau karton, dan sampah jenis lainnya.

Menurut Yayasan Kehati melalui Direktur Komunikasi dan Kemitraan Rika Anggraini, sudah banyak kelompok atau komunitas yang mengelola sampah rumah tangga di beberapa daerah di Indonesia. Mulai yang dibangun atas kesadaran sendiri hingga atas bantuan pemerintah dan swasta.

Namun, Rika menilai butuh usaha lebih keras dari semua pihak agar pengelolaan sampah rumah tanggga bisa maksimal. Data Sustainable Waste Indonesia menujukkan kurang dari 10 persen sampah yang dikelola tidak sampai ke tempat pembuangan akhir (TPA).

“Kami melihat, selain dorongan dari pemerintah, perlu dibangun sinergi yang kuat dari semua lini termasuk pihak swasta dan masyarakat. Berbicara sampah tidak hanya masalah kebijakan, dan sarana prasarana, namun juga perubahan kebiasaan, dan asas manfaatnya bagi masyarakat dan lingkungan sekitar,” kata Rika dalam siaran pers yang diterima Liputan6.com, Kamis (24/2/2022).

Terkait sampah, di Indonesia ada peringatan khusus dalam setiap tahunnya yakni Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) setiap 21 Februari. Pada 2022, HPSN mengusung tema “Kelola Sampah Kurangi Emisi Bangun Proklim”. Tema HPSN tahun ini memiliki konsep lebih menyeluruh di mana jika sampah dapat dikelola dengan baik, maka memiliki dampak positif terhadap permasalahan iklim.

“Oleh karena itu, pengelolaan sampah harus dimulai dari sumber utama penghasil sampah tersebut, sehingga emisi yang dihasilkan dapat dikurangi. Tidak hanya itu, jika dikelola dengan baik, sampah dapat memberikan nilai ekonomi dan bermanfaat sebagai penghasilan bagi masyarakat,” ujar Rika.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Perubahan Mindset dalam Pengelolaan Sampah

Membuang Sampah Sembarangan
Ilustrasi Pencemaran Lingkungan Akibat Buang Sampah Sembarangan Credit: pexels.com/Yogendra

Tema HPSN 2022 jika diimpelementasikan intinya adalah bagaimana sebuah produk yang dihasilkan dan dimanfaatkan. Seminimal mungkin menyakiti bumi dan memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat melalui peningkatan nilai-nilai ekonomi. Oleh karena itu, Rika menilai penting adanya perubahan mindset dari model lama take-make-waste menjadi setidaknya tiga prinsip utama, yaitu reduce, reuse, recycle.

Lebih lanjut Rika mengatakan, mindset ini harus dituangkan dalam strategi penangan permasalahan sampah di tingkat nasional yang memerlukan dukungan dari semua lini, termasuk lintas sektoral.

Bersama kementerian lain, Rika menyebut KLHK bisa menangkap dan menindaklanjuti pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Airlanggga Hartanto di 2021 bahwa konsep ekonomi sirkular bukan hanya pengelolaan limbah tetapi juga selanjutnya menggunakan proses produksi, di mana bahan baku dapat digunakan berulang-ulang, sehingga tentu akan terjadi saving yang besar terutama untuk sumber daya alam. Secara jangka panjang, ekonomi sirkular akan memberi kontribusi pada upaya pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.

“Semangat ekonomi sirkular sudah dipahami oleh banyak elemen dan pemangku kepentingan dan bisa diturunkan menjadi strategi nasional. Tentu hal ini memerlukan proses yang lebih lama dari 1 tahun. Jika dirasa belum selesai, tema tahun 2022 bisa diteruskan di tahun-tahun selanjutnya. Harus diakui bahwa Indonesia darurat sampah dan program yang dijalankan sampai sekarang belum bisa memberikan hasil yang maksimal,” tutur Rika.

Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

Ilustrasi sampah plastik
Ilustrasi sampah plastik. (dok. RitaE/Pixabay/Tri Ayu Lutfiani)

Pada tahun 2019-2021, Yayasan Kehati sendiri bersama mitra pernah menjalankan program Revive Citarum untuk mendukung Program Citarum Harum pemerintah dalam mengatasi permasalahan limbah Sungai Citarum. Pendekatan yang dilakukan oleh Kehati yaitu pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Hal ini berdasarkan data bahwa 60 persen sumber pencemar Sungai Citarum adalah limbah domestik. Sisanya berasal dari limbah industri (40 persen) dan limbah peternakan/pertanian (10 persen).

Yayasan Kehati mendorong beberapa komunitas di Desa Bojongsari untuk menjalankan kegiatan pengelolaan sampah warga. Beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu pengomposan sampah organik, budi daya maggot Black Soldier Fly, dan pembuatan kerajinan tangan dari sampah plastik.

Tidak hanya membantu mengurangi pencemaran Sungai Citarum, program yang dilakukan menjadi penambah sumber penghasilan komunitas yang ada dari penjualan pupuk dan larva sebagai pakan ikan dan unggas. Selain itu, masyarakat yang memilah dan mengirimkan sampah organik ke komunitas pegelolaan sampah pun mendapatkan manfaatnya. Masyarakat terkadang mendapatkan pupuk, buah, dan ikan gratis dari hasil kebun dan ternak ikan yang dikelola komunitas.  

“Masalah sampah Indonesia berpacu dengan waktu. Solusi yang ditawarkan harus lebih besar dari sampah yang dihasilkan.  Berkaca kepada negara-negara yang sukses dalam pengelolaan sampah, strategi yang dijalankan harus komprehensif antara pemerintah pusat dalam hal ini kementerian, dengan kepala daerah, dan masyarakat, yang didukung oleh elemen lain seperti perusahaan, terutama yang tercatat sebagai penghasil limbah yang besar,” tutup Rika. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya