Kisah Nur Saniah, Hidupi 2 Anak dan Suami ODGJ dengan Gogoh Ikan di Demak

Nur Saniah (39) warga Dukuh Patar Desa Sidorejo Kecamatan Sayung, Demak adalah salah satu potret perempuan dengan berbagai keterbatasan dalam hidupnya

oleh Kusfitria Marstyasih diperbarui 21 Apr 2022, 17:49 WIB
Diterbitkan 21 Apr 2022, 17:49 WIB
Nur Saniah (39)  mendapat program bedah rumah dari KOHD Demak, Kamis (21/04/2022). Foto: Liputan6.com/KusfitriaMarstyasih
Nur Saniah (39) mendapat program bedah rumah dari KOHD Demak, Kamis (21/04/2022). Foto: Liputan6.com/KusfitriaMarstyasih

Liputan6.com, Demak - Setiap tanggal 21 April, para perempuan Indonesia memperingati Hari Kartini. Beragam teladan telah ditinggalkan Kartini yang patut ditiru perempuan masa kini, salah satunya yakni sifat pantang menyerah.

Nur Saniah (39) warga Dukuh Patar Desa Sidorejo Kecamatan Sayung, Demak adalah salah satu potret perempuan dengan berbagai keterbatasan dalam hidupnya. Betapa tidak, ia dan puluhan perempuan lain hingga saat ini masih harus hidup di lingkungan yang terkesan kumuh dan miskin.

Tempat tinggal mereka yang sangat sederhana dikelilingi oleh air yang terus menggenang karena bekas banjir yang tak bisa surut tuntas akibat buruknya drainase. Belum lagi impitan ekonomi menjadikan Nur Saniah tak bisa hidup layak.

Ia dan dua putranya kerap hanya makan nasi aking (nasi sisa yang dikeringkan) atau bahkan nasi menir (butiran beras yang hancur saat digiling). Sebenarnya makanan tersebut harusnya digunakan untuk memberi makan unggas.

“Sudah syukur alhamdulillah bisa makan meskipun hanya aking dan menir,” tutur perempuan ini dengan nada agak gagap saat diwawancarai (21/04/2022).

Ia yang lahir sebagai anak bungsu dari 7 bersaudara ini menyadari bahwa segala keterbatasan ini karena dirinya tak punya keterampilan apapun. Ia hanya mengenyam bangku sekolah dasar sehingga untuk penghasilan sehari-hari didapatnya dengan bekerja serabutan.

Kegiatan Ibu dari putra bernama Prayoga Bayu Wicaksana (7) dan Tiara Citra Dewi (5) ini adalah jupro atau gogoh. Jupro atau gogoh adalah istilah warga Demak untuk menyebut aktivitas mencari ikan tanpa alat. Biasanya para tukang Jupro mencari ikan di tengah tambak yang sudah selesai dipanen oleh pemiliknya.

Ketika tambak sudah dalam kondisi dikuras dan diambil ikan layak jual maka akan tersisa ikan-ikan kecil yang sebenarnya tak layak jual. Oleh Nur Saniah, ikan hasil jupro atau gogoh dijual keliling kampung demi mendapat seliter beras.

“Dalam seminggu jika bisa makan nasi beras yang masih utuh kami sangat bersyukur, anak-anak pasti gembira terutama si kecil yang bosan dengan nasi aking” kata Nur Saniah sambil menerawang.

Saksikan Video Pilihan Ini:

Suami ODGJ

Meski demikian Ibu dua anak ini tetap bisa ceria di tengah impitan kebutuhan ekonomi. Kasih sayang terhadap sepasang anaknya tampak melalui cara bicara lemah lembut. Pun sebaliknya, perilaku anak-anak membalas kasih sayang ibu mereka melalui sorot mata dan gerak-gerik yang terlihat jelas.

“Suami gangguan jiwa sejak lama jadi saya tidak ingin anak-anak menjadi sedih. Makanya saya berusaha membuat mereka bahagia,” tuturnya.

Suaminya yang Bernama Bayu Ariyadi (38) terindikasi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Maka Nur Saniah pun masih harus memikirkan biaya untuk berobat suaminya tersebut.

Yang patut diapresiasi dari sosok Nur, meski memiliki suami ODGJ namun dia tetap mendorong anak-anak agar menghormati ayah mereka serta tetap mendekatkan Prayoga dan Tiara ketika sang suami pulang. Perlu diketahui bahwa ketika penyakitnya kumat, Bayu akan bepergian tanpa tujuan dalam waktu yang tidak menentu.

Sebenarnya Nur Saniah memiliki saudara kembar namun nasibnya jauh lebih baik dibanding dirinya.

Namun sebaik apapun nasib saudara-saudaranya tetap saja hidup mereka memang masih di bawah garis kemiskinan. Beberapa saudaranya tercatat menjadi penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).

Sebaliknya, Nur Saniah yang menjadi tulang punggung dan tanpa keterampilan ini tak tercatat dalam database PKH. Beruntungnya di tengah keterbatasan ekonomi para saudara dan tetangga juga beberapa kali berbagi makanan seadanya.

Ibarat jatuh tertimpa tangga, di sela-sela kesulitannya untuk bisa makan Nur Saniah masih harus menerima nasib. Rumah peninggalan orang tuanya yang sudah rapuh ambruk di bagian dapur.

“Pernah didatangi petugas dan dipoto-poto tetapi lama sekali tidak juga dibangun rumah saya. Padahal kan takut kalau roboh semua menimpa saya dan anak-anak,” cetusnya.

Bedah Rumah

Nur Saniah (39)  mendapat program bedah rumah dari KOHD Demak, Kamis (21/04/2022). Foto: Liputan6.com/KusfitriaMarstyasih
Nur Saniah (39) mendapat program bedah rumah dari KOHD Demak, Kamis (21/04/2022). Foto: Liputan6.com/KusfitriaMarstyasih

Rupanya nasib yang menimpa Nur Saniah sampai ke telinga sebuah komunitas sosial bernama Komunitas Omah Harapan (KOHD) Demak.

Berbekal rasa empati para relawan KOHD pun beramai-ramai membangun kembali rumah Nur Saniah. Upaya yang dilakukan komunitas yang didirikan oleh Haryanto ini pun mendapat dukungan dari beberapa pihak yang peduli terhadap nasib Nur Saniah.

Haryanto mengatakan animo keluarga PKH di Demak untuk berkembang menjadi keluarga sejahtera terasa kurang.

“Harusnya PKH ini mampu mengubah mainset keluarga agar mandiri dan berdaya guna,“ kata Haryanto.

Mereka hanya menunggu bantuan tanpa berupaya lebih jauh untuk mengubah pemikiran dan tekad agar punya keterampilan pendukung kesejahteraan hidup.

Kalimat penguat dari pahlawan emansipasi wanita berikut ini harusnya menjadi salah satu motivasi bagi perempuan-perempuan di tanah air untuk berani berubah menjadi pribadi yang lebih kuat baik secara pemikiran maupun mandiri di bidang ekonomi.

“Jangan mengeluhkan hal-hal buruk yang datang dalam hidupmu. Tuhan tak pernah memberikannya. Kamulah yang membiarkannya datang” - R.A Kartini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya