Liputan6.com, Bali - Saat menyambut pergantian tahun, masyarakat Desa Adat Suwat di Kabupaten Gianyar, Bali, memiliki tradisi yang cukup unik. Mereka selalu menggelar Festival Air Suwat yang diakhiri dengan perang air siat yeh.
Mengutip dari indonesia.go.id, perang air siat yeh dipercaya sebagai simbol penyucian diri bagi masyarakat setempat. Tak hanya saat pergantian tahun dalam hitungan umum kalender Masehi, tradisi ini juga digelar saat tahun baru Saka dalam kalender Hindu Bali.
Advertisement
Umumnya, kegiatan ini digelar dengan melibatkan seluruh lapisan warga di desa adat. Desa tersebut letaknya sekitar 15 menit dari Istana Negara Tampaksiring.
Advertisement
Mereka menggelar Festival Air Suwat, yakni sebuah tradisi penghormatan terhadap peran air sebagai pemberi kehidupan bagi kehidupan desa. Menurut sejarahnya, kegiatan ini telah diadakan sejak 2014.
Baca Juga
Selain sebagai tradisi lokal, kegiatan ini juga bertujuan meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung ke desa sejuk yang dikelilingi perbukitan dan persawahan hijau berundak atau terasering ini. Dalam festival tersebut, digelar berbagai acara, mulai dari lomba menangkap bebek, tarik tambang, dan adu cepat membawa bubungan berisi lumpur.
Semua aktivitas tersebut dilakukan di area bekas persawahan yang dipenuhi air. Lebih serunya lagi, kegiatan tersebut juga menghasilkan kubangan lumpur.
Puncak festival ini adalah dilakukannya mendak tirta dan siat yeh atau dikenal juga sebagai perang air. Masyarakat setempat memaknai perang air sebagai upaya melawan energi buruk selama beejuang menghadapu kehidupan di tahun baru.
Melalui siat yeh, tradisi ini disimbolkan dengan cara mengambil dan kemudian saling menyiramkan air ke tubuh. Perang air siat yeh biasanya digelar di kawasan catus pata atau perempatan jalan desa.
Warga dari empat penjuru mata angin akan saling bertemu di catus pata. Panitia akan menyiapkan berbagai peralatan untuk tradisi ini, salah satunya gayung warna-warni.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Mobil Damkar
Tak hanya itu, biasanya unit mobil pemadam api dari Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Gianyar juga turut hadir. Kendaraan ini diperlukan untuk membantu menyemprotkan air ke tengah peserta.
Warga desa akan berdatangan sesaat setelah suara kulkul berbunyi. Mereka berkumpul di perempatan desa.
Kemudian, persembahyangan dimulai dengan dipimpin sejumlah jro mangku di episentrum catus pata desa adat. Sementara itu, krama duduk tersebar di empat penjuru arah. Setelahnya, siat yeh pun dimulai.
Satu sama lain warga saling menyiram. Tawa dari masyarakat pun akan saling terdengar di antara hiruk gemelan dan lemparan cipratan guyuran air.
Sementara itu, air yang digunakan untuk tradisi perang air siat yeh berasal dari Tukad Melanggih. Mata air ini memang berdebit besar yang mengalir di tepian pura Dalem, tenggara Desa Suwat. Masyarakat setempat pun menganggap air dari Tukad Melanggih sebagai air suci.
(Resla Aknaita Chak)
Advertisement