Liputan6.com, Gunungkidul - Kejaksaan Negeri (Kejari) Gunungkidul resmi menahan Lurah Sampang, Kapanewon Gedangsari, berinisial SHM, terkait dugaan penyalahgunaan Tanah Kas Desa (TKD). Penahanan dilakukan di Lapas Wirogunan, Yogyakarta, untuk mempermudah proses persidangan yang akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Gunungkidul, Sendy Wardana Putra, menjelaskan bahwa SHM diduga memberikan izin kepada sebuah perusahaan tambang untuk melakukan aktivitas penambangan di TKD tanpa prosedur yang sesuai. "Peran tersangka sebagai pimpinan tertinggi di Kelurahan Sampang adalah membuka celah atau memberikan izin kepada perusahaan tambang untuk menggunakan tanah pemerintah, yaitu TKD," ujar Sendy.
Baca Juga
SHM dijerat dengan tiga pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi: Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara, Pasal 3 junto Pasal 18 dan Pasal 55 dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara, serta Pasal 11 terkait gratifikasi dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Advertisement
Berdasarkan audit inspektorat, kerugian negara akibat tindakan SHM diperkirakan mencapai Rp506 juta. Dalam kasus ini, kejaksaan telah mengamankan 120 dokumen terkait TKD sebagai barang bukti. Sendy mengungkapkan modus operandi yang dilakukan SHM, antara lain, meminta uang muka sebesar Rp100 juta dari pihak tambang, meski akhirnya hanya menerima Rp40 juta. Untuk menyamarkan aliran dana, SHM tidak menggunakan rekening pribadi, melainkan rekening keponakannya.
"Akal bulus ini dilakukan untuk mengelabui petugas. Tersangka meminta keponakannya membuka rekening khusus untuk menampung uang dari pengusaha tambang. Tersangka lain kemungkinan menyusul. Selanjutnya, kami akan memeriksa pihak perusahaan tambang yang terlibat dalam kasus ini," imbuhnya.
Kasus ini bermula dari penambangan ilegal TKD di Kalurahan Sampang untuk proyek nasional jalan tol Jogja-Solo. Sekitar 24.000 kubik tanah, setara muatan 2.400 truk, dikeruk tanpa izin. Jika dirupiahkan, nilai tanah tersebut mencapai Rp560 juta. Kasus ini telah lama menjadi perhatian masyarakat Gunungkidul, mengingat TKD seharusnya digunakan untuk kepentingan publik. Penahanan SHM diharapkan menjadi langkah awal dalam pengungkapan kasus ini secara menyeluruh. "Kami berharap penahanan ini memberikan efek jera, sekaligus menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset desa," pungkas Sendy.
Penahanan SHM menjadi langkah tegas Kejari Gunungkidul dalam memberantas tindak pidana korupsi. Masyarakat kini menunggu hasil persidangan di Pengadilan Tipikor Yogyakarta untuk memastikan keadilan ditegakkan, serta untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.