Bos Baru BEI Punya Misi Kalahkan Bursa Saham Thailand

Direktur Utama BEI Tito Sulistio mengatakan, pihaknya berambisi meningkatkan transaksi harian saham mengalahkan Thailand.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 25 Jun 2015, 20:22 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2015, 20:22 WIB
BEI
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Tito Sulistio akhirnya resmi menjadi Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-2018 menggantikan Ito Warsito yang diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BEI pada Kamis pekan ini.

Tito pun berambisi membawa pasar modal Indonesia mengalahkan bursa saham Thailand. "Bagaimana menaikkan transaksi harian. Thailand cuma beda 12 persen tapi nilai transaksi harian 4 kali bursa saham Indonesia. Itu kami kejar. Dalam waktu 3-5 tahun mengalahkan transaksi harian saham Singapura dan Thailand," kata dia di Jakarta, Kamis (25/6/2015).

Dia mengatakan, ada sejumlah hal yang harus dilakukan untuk mencapai target tersebut antara lain Pertama, menarik minat investor. Kedua, mendorong kinerja emiten.

"Pada dasarnya memperbaiki portofolio emiten, kalau 10 emiten menguasai 52 persen pasar modal itu tidak sehat," tambahnya.

Ketiga mendorong kinerja BEI. Keempat, mendorong perbaikan pada sekuritas. "Perusahaan sekuritas harus untung, sekarang 115 perusahaan, 6 suspen, 25 rugi, 28 babak belur," ujar dia.

Berikut susunan direksi BEI periode 2015-2018 itu antara lain:

1. Direktur Utama :Tito Sulistio
2. Direktur Pengawasan :Hamdi Hassyarbini
3. Direktur Keuangan :Chaeruddin Berlian
4. Direktur Informasi Teknologi :Sulistyo Budi
5. Direktur Pengembangan: Nicky Hogan
6. Direktur Penilaian Perusahaan: Samsul Hidayat
7. Direktur Perdagangan: Alpino Kianjaya

Sepak Terjang Tito Sulistio

Sepak Terjang Tito Sulistio

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memiliki pemimpin yang baru. Otoritas bursa kini dipimpin oleh Tito Sulistio yang menjabat pada periode 2015-2018. Dia menggantikan Direktur Utama sebelumnya Ito Warsito yang habis masa tugasnya pada tahun ini.

Lantas, siapa sebenarnya Tito Sulistio? Berdasarkan buku berjudul 'Privatisasi Kerakyatan' yakni disertasi yang diajukan untuk memperoleh gelar dokter Ilmu Hukum di Universitas Pelita Harapan tertulis, Tito lahir di Bogor 5 Juli 1955.

Dari riwayat pendidikannya, dia menyelesaikan gelar SI di Universitas Indonesia Fakultas Ekonomi pada  1982. Setelah itu, dia hijrah ke luar negeri menyelesaikan studinya di Institute d'Ensseignement Superieur Lucier Cooremans, Brusel, Belgium pada tahun 1986.

Dia mengambil peminatan Master of Accountancy and Finance. Tito mendapatkan gelar doktornya di Universitas Pelita Harapan untuk jurusan Ilmu Hukum pada 2014.

Pengalaman kerja Tito cukup panjang. Dia mengawali kariernya di PT 3M (Minnesota, Mining and Manufacturing ) Indonesia pada 1982-1983 sebagai Koordinator Marketing (visual and memori teknologi). Setelah itu, ia bekerja di PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sebagai Senior Brand Manager Food & Drinks pada 1983-1989.

Tak sekadar itu, dia juga pernah menjadi Chief Executife Officer di Penta Group pada 1989-1994. Tito pun sempat menjadi pengajar di Institute of Management Finance and Accountancy pada 1990-1991.

Pasar modal memang bukan barang baru bagi Tito. Tercatat pula dia pernah menjadi Komisaris di Bursa Efek Jakarta pada 1992-1994. Pada periode yang sama (1992-1994) dia aktif sebagai Ketua Jakarta Broker Club, Wakil Ketua Asosiasi Penjamin Emisi Indonesia, Komisaris KDEI, Komisaris PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Tak berhenti di sana, pihaknya juga pernah menjadi Komisaris Bursa Efek Surabaya periode 1995-1998.

Ditulis juga dalam buku tersebut, Tito menjabat beberapa posisi penting saat ini. Di antaranya, Komisaris PT Mitra International Resources Tbk, Wakil Direktur Utama PT Citra Marga Nushapala Persada Tbk, Komisaris Jasa Sarana, Direktur Utama PT Gerai Motor Terpadu Triumph Motorcycles Exclusive Official Dealer Jakarta dan Komisaris Utama Magenta Kapital Indonesia.

Visi dan Misi Tito Sulistio

Perlu diingat, dalam bursa pencalonan direksi bursa,Tito menyatakan berkomitmen untuk mengembangkan pasar modal RI. Cara yang ditempuh ialah dengan memperbaiki portofolio emiten lantaran jumlah emiten bursa terus berkurang.

Pria kelahiran Bogor ini juga akan mendorong privatisasi perusahaan pelat merah. Hal itu dilakukan untuk merangsang pertumbuhan pasar modal.

"Kita memerlukan emiten yang bagus berkualitas salah satunya privatisasi pada saat pasar tidak baik, pemerintah harus mengintegrasikan perusahaan. Prinsipnya tidak bisa seorang Menteri BUMN mengatakan 'Saya akan privatisasi go public perusahaan kalau market bagus'. Harusnya karena go public market bagus," kata dia di Jakarta, Selasa, 14 April 2015.

Dia mengatakan, privatisasi perusahaan pelat merah dilakukan seperti di Turki dan Jerman. Bahkan, di Rusia perusahaan pelat merah diprivatisasi dilakukan untuk meratakan pendapatan. "Rusia pakai kupon, bahkan ada yang gratis misal dana pensiun veteran polisi itu dikasih sahamnya kalau go public sehingga ada pemerataan pendapatan melalui pemilikan," lanjutnya.

Selain itu, dia menerangkan untuk mendorong perdagangan saham perlu memperkuat kinerja perantara perdagangan saham."Kemudian memperkuat broker dengan menambah produk, dan mengedukasi dan konseling," tandas dia. (Amd/Ahm)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya