Dana Kelolaan Reksa Dana Capai Rp 315 Triliun

Kondisi pasar saham dan surat utang membaik mendorong kenaikan dana kelolaan reksa dana termasuk saham dan pendapatan tetap.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Des 2016, 08:12 WIB
Diterbitkan 06 Des 2016, 08:12 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat ada pertumbuhan dana kelolaan reksa dana hingga November 2016. Dana kelolaan reksa dana tumbuh 21,6 persen dari Rp 259,49 triliun pada Desember 2015 menjadi Rp 315,56 triliun pada November 2016.

Pertumbuhan dana kelolaan juga diikuti jumlah unit penyertaan mencapai 231,23 miliar unit penyertaan reksa dana. Akan tetapi, pertumbuhan dana kelolaan reksa dana cenderung lambat dari Oktober ke November 2016. Dana kelolaan tumbuh Rp 1,78 triliun.

Dana kelolaan reksa dana saham masih terbesar di antara reksa dana lainnya. Tercatat dana kelolaan reksa dana saham mencapai Rp 103,53 triliun.

Analis Senior Pasardana.id, Beben Feri Wibowo menuturkan, pertumbuhan dana kelolaan reksa dana terjadi dari awal tahun hingga kuartal III 2016 terutama reksa dana saham dan pendapatan tetap.

Pertumbuhan dana kelolaan itu didukung dari kondisi pasar saham dan surat utang atau obligasi yang membaik. Hingga 2 Desember 2016, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tumbuh 14,22 persen ke level 5.245.

Beben mengatakan, kondisi pasar saham dan obligasi membaik lantaran didorong sejumlah faktor. Pertama, pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2015 yang dirilis di atas harapan pelaku pasar mendorong persepsi positif untuk investor. Beben mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2015 sekitar 5,04 persen dari prediksi hanya lima persen.

Kedua, Bank Indonesia (BI) cenderung memangkas suku bunga acuannya sejak Januari 2016. BI pangkas suku bunga acuan sekitar 25 basis poin. BI pun mulai menggunakan BI 7-day reverse repo rate sejak 19 Agustus 2016. BI 7-day repo rate berada di kisaran 4,75 persen pada November 2016.

Ketiga, Beben mengatakan, Undang-Undang (UU) pengampunan pajak disahkan oleh DPR juga mendorong sentimen positif ke pasar saham sehingga memicu aksi beli investor asing. Keempat, pencapaian tax amnesty hingga September 2016 yang lebih baik dibandingkan negara lain juga jadi sentimen positif di pasar modal dan keuangan Indonesia.

Akan tetapi, memasuki kuartal IV 2016, Beben menilai kondisi pasar saham dan surat utang mendapat tekanan terutama dari global. Donald Trump memenangkan suara dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) telah memicu aksi jual di pasar negara berkembang sehingga berimbas ke pasar modal.

"Selain itu ada harapan yang semakin besar seiring bank sentral Amerika Serikat akan menaikkan suku bunga pada Desember turut menekan pasar. Investor pun melakukan aksi jual," ujar Beben saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Selasa (6/12/2016).

Beben menambahkan, dana kelolaan reksa dana masih tumbuh hingga kuartal I 2017. Ada sejumlah sentimen yang pengaruhi pasar saham dan surat utang antara lain aksi window dressing atau memoles saham oleh para manajer investasi pada akhir 2016 akan berlanjut sentimennya hingga kuartal I 2016.

Selain itu, ada pemilihan kepada daerah turut berdampak positif mengingat dapat mendongkrak konsumsi masyarakat. Ini juga berdampak ke kinerja emiten.

"Namun memasuki kuartal II, pasar akan mendapatkan sentimen global negatif terutama respons terhadap rencana bank sentral Amerika Serikat untuk menaikkan suku bunganya," kata dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya