Wall Street Melemah Terseret Sektor Saham Energi

Harga minyak turun berdampak ke sektor saham energi sehingga menekan wall street atau bursa saham AS.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Mar 2018, 05:00 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2018, 05:00 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah didorong saham energi. Hal itu juga tak lepas dari indeks saham acuan S&P 500 yang alami penurunan terbesar sejak Januari 2016.

Pada penutupan perdagangan saham Rabu (Kamis pagi WIB), indeks saham Dow Jones melemah 380 poin atau 1,5 persen ke posisi 25.029. Indeks saham S&P 500 tergelincir 1,1 persen ke posisi 2.713. Sedangkan indeks saham Nasdaq merosot 0,8 persen ke posisi 7.273.

Sepanjang Februari, indeks saham Dow Jones turun lebih dari empat persen. Indeks saham S&P 500 susut 3,9 persen. Indeks saham Nasdaq melemah 1,9 persen. Indeks saham S&P sektor energi melemah 1,3 persen seiring harga minyak tertekan.

Sementara itu, saham ritel naik didorong kenaikan kinerja keuangan. Ini ditunjukkan dari saham Booking Holdings naik 7,7 persen usai laporan kinerja kuartalan. Sedangkan saham TJX menguat 10 persen. Saham Celgene melemah 8,1 persen usai regulator AS menolak aplikasi perseroan mengenai obat sclerosis.

Indeks saham S&P 500 dan Dow Jones sempat sentuh level tertinggi dalam 10 bulan usai alami aksi jual pada awal bulan. Hal itu dipicu kekhawatiran tingginya inflasi dapat mendorong bank sentral AS atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga lebih tinggi dari investor harapkan. Wall street pun kembali pulih, namun masih bergejolak.

"Kita melihat sedikit pembalikan arah dari keuntungan pekan lalu," ujar Paul Nolte, Portfolio Manager Kingsview Asset Management, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (1/3/2018).

Sekitar 76 persen perusahaan masuk S&P 500 pun dilaporkan mencatatkan keuntungan di atas prediksi. Hal itu berdasarkan data Reuters. Sebelumnya pada awal perdagangan, wall street sempat naik usai pemerintah AS merevisi aktivitas data ekonomi menjadi 2,5 persen.

Namun, aktivitas pabrik turun pada Februari. Penjualan rumah juga ikut merosot pada Januari.Indeks saham mengukur kecemasan investor atau indeks the CBOE naik 19,63 dalam jangka pendek.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Wall Street Tertekan pada Perdagangan Kemarin

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Sebelumnya, Wall street mengalami penurunan harian terbesar sejak aksi jual pada tiga pekan lalu usai Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell mengeluarkan pernyataan soal pertumbuhan ekonomi AS.

Pernyataan Powell membangkitkan kekhawatiran dari pelaku pasar bahwa kemungkinan besar suku bunga acuan Bank Sentral AS akan naik lebih tinggi dari perkiraan awal.

Mengutip Reuters, Rabu 28 Februari 2018, Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 299,24 poin atau 1,16 persen menjadi 25.410,03. Untuk S&P 500 kehilangan 35,32 poin atau 1,27 persen menjadi 2.744,28. Sedangkan Nasdaq Composite turun 91,11 poin atau 1,23 persen ke 7.330,35.Wall Street mencatat kerugian persentase harian terbesar sejak 8 Februari.

Gubernur the Fed Jerome Powell memberikan pandangan yang cukup optimistis mengenai pertumbuhan ekonomi AS dan mengatakan bahwa data-data yang ada memperkuat pandangannya bahwa angka inflasi akan tumbuh.

Dari pandangan Powell tersebut, pelaku pasar bertaruh bahwa kemungkinan besar Bank Sentral AS akan menaikkan suku bunga empat kali dalam tahun ini.

Kepala analis JonesTrading in Greenwich Michael O'Rourke menjelaskan bahwa Powell memberikan petunjuk secara halus bahwa ekonomi AS semakin kuat. "Jadi ada kemungkinan suku bunga naik empat kali tahun ini," jelas dia.

Hal tersebut tentu saja akan sangat berpengaruh kepada Wall Street.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya