Wall Street Bervariasi Imbas Data Tenaga Kerja AS Mengecewakan

Wall street ditutup bervariasi pada perdagangan Rabu, 4 Agustus 2021 dengan indeks Dow Jones dan S&P 500 kembali melemah.

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Agu 2021, 06:09 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2021, 06:09 WIB
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street beragam pada perdagangan saham Rabu, 4 Agustus 2021 setelah laporan keuangan produsen otomotif dan sektor tenaga kerja swasta lebih lemah dari yang diharapkan.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones merosot 323,73 poin atau 0,9 persen ke posisi 34.792,67. Indeks Nasdaq naik 0,1 persen ke posisi 14.780,53. Indeks S&P 500 susut 0,5 persen ke posisi 4.402,66.

Saham General Motors melemah 8,9 persen, dan bebani wall street. Hal ini terjadi setelah perusahaan melaporkan laba bersih tidak sesuai harapan pada kuartal II. Produsen mobil ini juga menaikkan perkiraan untuk sisa akhir tahun.

Di sisi lain, survei data ADP yang menunjukkan gaji tenaga kerja untuk sektor swasta naik 330.000 tenaga kerja pada Juli 2021. Angka ini lebih rendah dari perkiraan 653.000. Laporan resmi Departemen Tenaga Kerja yang biasanya lebih berdampak ke investor akan dirilis pada Jumat.

Pendapatan kuartal II dan data ekonomi secara keseluruhan kuat, tetapi beberapa investor di wall street khawatir kebangkitan ekonomi dari pandemi COVID-19 tahun lalu akan melambat.

“Saat ini saya pikir pasar bergerak maju sedikit dengan hati-hati dengan trio triple peak. Potensi puncak pendapatan, puncak pertumbuhan ekonomi dan puncak stimulus yang menjulang baik secara fiskal dan dari perspektif moneter,” ujar Chief Investment Officer Prime Capital Investment Advisor Chris Osmond, dilansir dari CNBC, Kamis (5/8/2021).

Ia menambahkan, pendapatan dan pertumbuhan sementara mungkin memuncak. Akan tetapi, hal itu tidak berarti mereka akan menjadi negatif. "Hanya melambat,” ujar dia.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Menanti Rilis Data Tenaga Kerja

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Di sisi lain, saham siklikal yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi mencatatkan pelemahan pada Rabu pekan ini. Saham sektor energi turun seiring harga minyak yang melemah. Saham Chevron melemah 2,2 persen. Sektor saham bank dan industri dengan saham Honeywell juga berjuang. Saham Coca Cola melemah 1,4 persen.

Rilis data tenaga kerja AS akan diumumkan pekan ini di tengah varian delta COVID-19 yang telah menyebar di seluruh AS. Hal ini mengarah pada pembatasan dan mandat baru dari beberapa perusahaan dan pemerintah lokal.

"Kami membutuhkan konsumen keluar dan habiskan uang, tidak duduk di rumah tanpa tujuan atau khawatir COVID-19. Indeks saham acuan dekati rekor tertinggi sepanjang, orang dapat membuat argument saat ini investor tidak terlalu khawatir tentang potensi varian delta untuk mengguncang ekonomi,” ujar Wells Fargo Investment Institute Strategist Scott Wren.

Imbal Hasil Obligasi AS Mendatar

Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas
Pasar Saham AS atau Wall Street.Unsplash/Aditya Vyas

Imbal hasil surat berharga bertenor 10 tahun mendatar di kisaran 1,18 persen pada Rabu pekan ini setelah sentuh 1,13 persen pada awal sesi perdagangan.

Dalam beberapa pekan terakhir, imbal hasil obligasi yang lebih rendah cenderung mendorong saham tertekan. Hal ini memicu kekhawatiran terhadap laju pemulihan ekonomi.

Imbal hasil obligasi memangkas kerugian setelah indeks manajer pembelian ISM untuk Juli mencapai rekor tertinggi dan mengalahkan harapan. Selain itu, Wakil Ketua the Federal Reserve Richard Claria mengharapkan bank sentral menaikkan suku bunga mulai 2023. Hal ini ada risiko kenaikan inflasi.

Sementara itu, saham Robinhood melonjak 50 persen, melanjutkan lonjakan setelah harga saham penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) yang tertekan. Saham semikonduktor yaitu Nvdia dan Advanced Micro Devices meningkat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya