Sentimen Tapering The Fed hingga Evergrande Bayangi Bursa Saham

Sentimen global seperti tapering dan Evergrande akan bayangi bursa saham termasuk Indonesia.

oleh Agustina MelaniLiputan6.com diperbarui 25 Sep 2021, 23:46 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2021, 20:34 WIB
20161110-Hari-ini-IHSG-di-buka-menguat-di-level-5.444,04-AY2
Suasana kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11). Dari 538 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, 181 saham menguat, 39 saham melemah, 63 saham stagnan, dan sisanya belum diperdagangkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sentimen global antara lain rencana pengurangan stimulus moneter atau tapering off the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS), Evergrande dan debt ceiling atau batasan utang AS akan membayangi bursa saham termasuk Indonesia.

Pada pertemuan 21-22 September 2021, the Fed mempertahankan suku bunga acuan mendekait nol. Selain itu, mengisyaratkan akan segera mulai mengurangi pembelian aset atau tapering walaupun varian delta meningkatkan ketidakpastian ekonomi.

Mengutip Antara, the Fed telah berjanji untuk melanjutkan program pembelian aset pada kecepatan saat ini sebesar USD 120 miliar per bulan hingga "kemajuan lebih lanjut yang substansial" telah dibuat pada lapangan kerja dan inflasi sejak Desember 2021.

Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), komite pembuatan kebijakan the Fed menyebutkan, sejak itu ekonomi telah membuat kemajuan menuju tujuan-tujuan ini.

"Jika kemajuan berlanjut secara luas seperti yang diharapkan, komite menilai moderasi dalam laju pembelian aset akan segera dibenarkan," kata pernyataan itu dikutip dari Antara.Komite akan siap untuk sesuaikan sikap kebijakan moneter yang sesuai jika muncul risiko yang dapat hambat pencapaian tujuan komite.

Analis PT Sucor Sekuritas, Hendrico Gani menuturkan, sentimen itu telah angkat bursa saham global termasuk Indonesia. Investor merespons positif seiring belum akan terjadi tapering off sebelum kondisi ekonomi pulih.

"(Tapering-red) tidak akan dilakukan sekarang paling cepat November tetapi akan melihat data ekonomi. Kasih katalis positif ke pasar saham Amerika Serikat dan dunia termasuk Indonesia," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Sabtu (25/9/2021).

Ia menilai, sentimen global akan mempengaruhi bursa saham ketimbang domestik.

"Sentimen luar yang pengaruh itu sentimen the Fed tapering, Evergrande, kemudian debt ceiling. Dua pertama yang besar lebih signifikan. Domestik no issue, katalisnya (kasus-red) COVID-19 sudah berkurang dan ekonomi sudah bergerak, PPKM diturunkan levelnya," kata dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tapering the Fed Bayangi hingga Akhir 2021

Akhir tahun 2017, IHSG Ditutup di Level 6.355,65 poin
Pekerja tengah melintas di bawah papan pergerakan IHSG usai penutupan perdagangan pasar modal 2017 di BEI, Jakarta, Jumat (29/12). Perdagangan bursa saham 2017 ditutup pada level 6.355,65 poin. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sementara itu, Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menuturkan, efek tapering masih membayangi IHSG saat menuju akhir 2021. Hal ini terutama jika the Fed menaikkan suku bunga.

Namun, ia menilai, teh Fed telah menyampaikan akan berhati-hati dalam mengambil kebijakan agar tidak berdampak signifikan terhadap iklim ekonomi global di tengah pemulihan ekonomi setelah pandemi COVID-19.Ia menuturkan, efek tapering ini memang bukan hal baru lagi, sehingga Indonesia telah mempersiapkan untuk hadapi segala kemungkinan yang terjadi jika efek tapering ini terjadi.

Meski demikian, sentimen positif seperti pemulihan ekonomi akan menjadi katalis positif IHSG. Frankie prediksi, IHSG dapat menguat ke posisi 6.300-6.500 pada akhir 2021.

"Dengan pemulihan ekonomi Indonesia di tahun ini juga memberi ruang bagi IHSG untuk bertumbuh," ujar dia.

Untuk rekomendasi sektor saham, Frankie menuturkan, pelaku pasar dapat mempertimbangkan saham-saham bluechip yang saat ini masih cenderung berjalan mendatar.

"Sektor pertambangan seperti batu bara dan CPO, memang kenaikan komoditas masih belum mengangkat saham-sahamnya, namun jika kenaikan komoditas tahun ini memang mendongkrak kinerjanya pada laporan keuangan pada kuartal mendatang, sepertinya akan turut mendongkrak sahamnya," kata dia.

Untuk sektor saham, Hendrico memilih sektor saham komoditas dan keuangan yang berpotensi menarik. Hal ini seiring ekonomi pulih akan berdampak terhadap sektor keuangan. Sedangkan harga komoditas naik tetapi belum diikuti harga sahamnya.

"Harga saham (komoditas-red) masih cukup rendah, harga komoditas berpotensi lebih tinggi,” ujar dia.

Sedangkan untuk saham, Hendrico memilih saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Sedangkan untuk komoditas, Hendriko memilih saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Pasar Keuangan Global Siap Hadapi Tapering

Terjebak di Zona Merah, IHSG Ditutup Naik 3,34 Poin
Pekerja melintasi layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Rabu (16/5). Meski terjebak di zona merah, IHSG berhasil mengakhiri perdagangan di level 5.841. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Catharina mengatakan, saat ini pasar keuangan global sudah lebih siap menghadapi Fed tapering, sehingga risiko terjadinya kepanikan pasar seperti 2013 menjadi lebih rendah.

Pada 2013 adalah pertama kalinya sepanjang sejarah tapering dilakukan oleh The Fed, sehingga banyak ketidakpastian di pasar mengenai bagaimana proses tapering ini akan dilakukan dan apakah ekonomi sudah cukup pulih menghadapi pengurangan stimulus.

"Komunikasi The Fed yang dinilai kurang transparan saat itu juga meningkatkan kekhawatiran," kata dia dalam catatannya dikutip Sabtu, (25/9/2021).

Catharina menyebutkan, saat ini kondisinya berbeda, pasar sudah memiliki gambaran bagaimana proses tapering akan dilakukan, belajar dari proses yang terjadi sebelumnya di 2013.

"Komunikasi dari The Fed saat ini juga lebih baik dalam memberi sinyal akan dilakukannya tapering sejak jauh hari sehingga memberikan transparansi dan ketenangan bagi pasar," ujar dia.

Ia menyebutkan, hal ini tercermin di kondisi pasar yang tetap stabil pada akhir Agustus setelah The Fed memberi sinyal rencana tapering pada akhir tahun ini, sangat kontras dengan volatilitas pasar yang tinggi pada Mei 2013.

Catharina menuturkan, terlepas dari faktor psikologis tersebut, kondisi ekonomi saat ini juga relatif lebih baik dibandingkan kondisi pada 2013 baik di Amerika Serikat maupun di kawasan negara berkembang.

Indikator ekonomi Amerika seperti tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi, dan inflasi saat ini lebih baik dibandingkan di 2013.

Sementara itu di kawasan negara berkembang – yang sangat terdampak oleh tapering pada 2013 – juga memiliki kondisi makroekonomi yang lebih baik, terlihat dari tingkat cadangan devisa yang lebih tinggi, inflasi pada level rendah, aktivitas perdagangan yang tinggi, dan kinerja korporasi yang lebih baik sehingga lebih siap menghadapi Fed tapering.

 

Reporter: Ayesha Puri

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya