Goldman Sachs Sebut Investasi di China Kini Lebih Menantang

Kekhawatiran atas tindakan keras peraturan yang sedang berlangsung oleh Beijing sangat membebani saham China pada 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Okt 2021, 05:01 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2021, 05:01 WIB
Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta - Timothy Moe dari Goldman Sachs menuturkan banyak peluang di pasar saham China. Namun, berbagai krisis yang terjadi membuat investasi semakin menantang.

"Tentu ada sejumlah tantangan yang dihadapi China sekarang ini. Meskipun begitu, kami menolak dengan keras pernyataan tentang China yang tidak bisa lagi jadi tempat investasi,” ujar Chief Asia-Pacific Equity Strategist sekaligus Co-Head of Asia Macro Research Goldman Sachs, Timothy Moe dikutip dari laman CNBC ditulis Selasa (26/10/2021).

Moe manambahkan hal tersebut sifatnya menyeluruh dan diperlukan kekhususan untuk berinvestasi di China. Narasi tersebut tidak serta merta menunjukkan ada perluasan ke seluruh pasar China.

Kebijakan dalam beberapa kasus berfungsi sebagai penarik bagi beberapa sektor. Dia mencontohkan masalah tentang “hard technology areas” seperti semikonduktor. Beijing dengan jelas mengisyaratkan upaya kemandiriannya.

Pada Maret, pembuat chip terbesar dan terpenting di China, Semiconductor Manufacturing International Corporation mengumumkan sedang membangun pabrik senilai USD 2,35 miliar atau Rp 33,2 triliun (estimasi kurs Rp 14.169 per dolar AS) di Shenzhen. Seperti yang diketahui, Shenzhen adalah pusat teknologi utama di negeri tirai bambu.

Dari kebijakan itu, sektor energi terbaharukan ikut merasakan dampak positifnya. Hal ini didukung pula dalam rencana lima tahunan Beijing.

Tahun lalu, Presiden China Xi Jinping mengumumkan rencana penurunan emisi karbon pada 2030. Ditargetkan dapat mencapai netralitas karbon pada 2060.

"Jika Anda melihat setiap bagian di pasar China, mereka (pemerintah China) telah melakukannya dengan sangat baik tahun ini. Meskipun lingkungan investasi di China “menjadi lebih menantang,”” tutur Moe.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tindakan Keras China Bebani Bursa Saham

Pasar Saham di Asia Turun Imbas Wabah Virus Corona
Seorang wanita berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Kekhawatiran atas tindakan keras peraturan yang sedang berlangsung oleh Beijing sangat membebani saham China pada 2021.

Indeks CSI 300, melacak saham-saham yang terdaftar turun hampir 5 persen pada penutupan Jumat, 22 Oktober 2021 Sebagai perbandingan, indeks regional utama lainnya seperti Nikkei 225 Jepang melonjak sekitar 5 persen pada periode yang sama.

Di Wall Street, Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 juga telah menuju  ke rekor tertinggi dalam beberapa hari terakhir. Ditambah sokongan pendapatan perusahaan yang kuat.

 

Reporter: Ayesha Puri

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya