Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Apple untuk berhenti menjual produk di Rusia, dinilai memberi tekanan pada pembuat smartphone lain untuk melakukan hal yang sama.
Pada Selasa, 2 Maret 2022, Apple mengumumkan rencana tersebut sebagai respons atas konflik Rusia-Ukraina. Semua produk Apple di etalase online Rusia berstatus ‘tidak tersedia’, baik untuk pembelian maupun pengiriman.
Kepala Analis CCS Insight Ben Wood mengatakan langkah tersebut benar-benar memberi tekanan pada perusahaan kompetitor, seperti Samsung untuk mengikuti langkah serupa. Namun, Samsung belum buka suara terkait responsnya atas konflik Rusia-Ukraina.
Advertisement
Baca Juga
"Penting bagi mereka untuk membuat pernyataan," kata Wood, dikutip dari CNBC, Jumat (4/3/2022). Apple juga mengatakan, mereka telah menghapus outlet yang dikendalikan Rusia, yakni RT News dan Sputnik News dari App Store untuk negara-negara di seluruh dunia kecuali Rusia.
"Raksasa teknologi yang bermarkas di Cupertino itu berada dalam posisi kuat untuk dapat mengambil tindakan yang dimilikinya. Ini adalah pemain besar di sektor teknologi dan salah satu perusahaan paling berharga di dunia,” kata Wood.
Menurut Counterpoint Research, IPhone menyumbang sekitar 15 persen dari pasar smartphone Rusia. Diperkirakan, Apple menjual sekitar 32 juta iPhone di negara itu tahun lalu.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Perusahaan Global Menarik Diri dari Rusia
Sebelumnya, Mykhailo Fedorov, wakil perdana menteri Ukraina meminta CEO Apple, Tim Cook untuk menyelesaikan pekerjaan dan memblokir akses App Store di Rusia.
Mykhailo Fedorov juga mendesak Microsoft Xbox dan Sony PlayStation untuk berhenti mendukung pasar Rusia dan memblokir sementara semua akun Rusia dan Belarusia. Perusahaan di seluruh dunia dengan cepat menarik diri dari Rusia karena pemerintah memberlakukan sanksi terhadap negara tersebut.
Ketika negara-negara Barat menarik dukungan, mungkin ada peluang bagi perusahaan China seperti Huawei dan Xiaomi untuk mendorong masuk lebih dalam ke negara itu.
"Orang China sudah mapan (di Rusia) dan hubungan perdagangan tampaknya tetap terbuka. Itu bisa menjadi peluang,” kata Wood.
Advertisement