Wall Street Tergelincir, Investor Cermati Dampak Invasi Rusia ke Ukraina

Wall street kompak melemah pada perdagangan Selasa, 8 Maret 2022 seiring kenaikan harga minyak imbas invasi Rusia ke Ukraina.

oleh Agustina Melani diperbarui 09 Mar 2022, 06:57 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2022, 06:57 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada perdagangan Selasa, 8 Maret 2022. Indeks S&P 500 mencatat penurunan terburuk sejak Oktober 2020. Wall street yang tertekan itu seiring investor masih mencermati ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina serta kenaikan harga komoditas.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 184,74 poin menjadi 32.632,64. Indeks Dow Jones sempat turun 585 poin pada awal sesi perdagangan. Indeks S&P 500 susut 0,7 persen menjadi 4.170,70 setelah masuk wilayah koreksi secara teknikal. Indeks Nasdaq tergelincir 0,3 persen menjadi 12.795,55.

Sementara itu, indeks kapitalisasi kecil Russell 2000 naik 0,6 persen. Investor terus begulat dengan melonjaknya harga komoditas dan melambatnya pertumbuhan ekonomi yang berasal dari invasi Rusia ke Ukraina. Kenaikan harga minyak, bensin, gas alam, dan logam mulia seperti nikel dan palladium memicu kekhawatirna tentang perlambatan pertumbuhan global di tengah lonjakan inflasi.

"Konflik Rusia/Ukraina, lonjakan harga komoditas, kekhawatiran inflasi, dan prospek Fed yang sangat tidak pasti telah menyebabkan ketakutan resesi meningkat dengan cepat, dan pasar saham terjadi aksi jual,” ujar Chief Investment Strategist Wolfe Research, Chris Senyek, dalam catatannya dilansir dari CNBC, Rabu (9/3/2022).

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melonjak sekitar 7 persen menjadi di atas USD 128 per barel pada perdagangan Selasa, 8 Maret 2022. Hal ini seiring Presiden AS Joe Biden mengatakan, AS akan larang impor minyak Rusia.

Harga minyak melonjak mulai awal pekan ini dengan minyak mentah Amerika Serikat mencapai level tertinggi dalam 13 tahun ke posisi USD 130. Harga minyak berjangka Amerika Serikat ditutup naik 3,6 persen ke posisi USD 123,70.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Sektor Energi Menguat Tersengat Lonjakan Harga Minyak

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Sektor energi pun menguat tertular melonjaknya harga minyak. Saham Chevron naik 5,2 persen. Saham Enphase Energy menguat 10,8 persen dan SunPower naik 18,7 persen. Kedua saham tersebut naik seiring kenaikan harga minyak yang berlanjut mengalihkan fokus ke sumber energi alternatif.

Saham maskapai dan pelayaran juga menguat. Saham Delta Air Lines naik 3,7 persen dan American Airlines bertambah 5,2 persen. Saham Southwest dan United Airlines masing-masing naik 5,3 persen dan 3,3 persen. Saham Norwegian Cruise Line juga naik hampir 3,8 persen.

"Kenaikan pada perdagangan Selasa pekan ini kemenangan kecil yang mungkin terjadi di level terendah, tetapi mungkin harus diuji lagi hari ini dan akhir pekan,” ujar Chief Investment Strategist Leuthold Group Jim Paulsen.

Lonjakan harga minyak mentah sudah mulai memukul dompet konsumen. Hal ini seiring harga gas naik menjadi USD 4,173. Rekor sebelumbya pada Juli 2008 sebesar USD 4,114. Harga komoditas lainnya juga menguat. Harga nikel sempat sentuh rekor baru di atas USD 100.000 per metrik ton.

"Mungkin ada sedikit kelegaan hanya AS yang menghentikan minyak dan gas Rusia segera. Sementara Inggris dan Uni Eropa mengimplementasikan rencana mereka selama beberapa kuartal,” ujar Pendiri Vital Knowledge, Adam Crisafulli.

Ia menambahkan, narasi mengenai Rusia dan Ukraina juga cukup suram dan gencatan senjata mulai berlaku.

Imbal Hasil Obligasi AS Menguat

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Di sisi lain, imbal hasil obligasi AS meningkat tajam. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun naik mendekati 10 basis poin menjadi sekitar 1,85 persen. Hal ini seiring investor melepas obligasi karena kekhawatiran inflasi meningkat. Imbal hasil obligasi bergerak berlawanan dengan harga.

Sementara itu, aksi jual tajam terjadi di wall street dengan indeks S&P 500 turun hampir 3 persen, dan terburuk sejak Oktober 2020. Saham unggulan di indeks Dow Jones jatuh hampir 800 poin, sementara indeks Nasdaq susut 3,6 persen. Indeks Nasdaq turun 20 persen dari rekor tertingginya pada November 2021.

Investor terus memantau perkembangan eskalasi ketegangan geopolitik. Ukraina mengatakan, Moskow berusaha untuk memanipulasi pengaturan gencatan senjata dengan hanya mengizinkan warga sipil Ukraina mengungsi ke Rusia dan Belarus.

Shell meminta maaf karena membeli minyak Rusia yang murah. Pihaknya melepaskan semua kepemilikan hidrokarbon di negara tersebut. Rusia memperingatkan harga minyak mentah dapat mencapai USD 300 per barel jika negara-negara barat memberlakukan larangan ekspor. Saham Shell melonjak 2,6 persen.

Pada pekan ini, tekanan yang terjadi pada perdagangan Selasa, 8 Maret 2022 di wall street membuat indeks Dow Jones turun 2,9 persen. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun 3,7 persen dan 3,9 persen.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya