Memilih Saham di Tengah Aksi Jual Investor Asing dan IHSG Lesu

IHSG meski cenderung tertekan dan investor asing jual saham, analis menilai pasar saham Indonesia masih menarik.

oleh Elga Nurmutia diperbarui 16 Mei 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2022, 06:00 WIB
IHSG Dibuka di Dua Arah
Pekerja melintas di dekat layar digital pergerakan saham di Gedung BEI, Jakarta, Rabu (14/10/2020). Pada prapembukaan perdagangan Rabu (14/10/2020), IHSG naik tipis 2,09 poin atau 0,04 persen ke level 5.134,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah aksi jual investor asing dan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang lesu, sejumlah saham masih menarik untuk dicermati pelaku pasar.

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 8,73 persen pada 9-13 Mei 2022. IHSG melemah ke posisi 6.597,99 pada 9-13 Mei 2022 dari pekan sebelumnya di posisi 7.228,91.

Kapitalisasi pasar pun susut 7,23 persen selama sepekan. Kapitalisasi pasar merosot Rp 691 triliun dari Rp 9.555 triliun pada pekan lalu menjadi Rp 8.864,56 triliun. Selain itu, investor asing melakukan aksi jual saham bersih sekitar Rp 9,1 triliun dalam sepekan.

Meski demikian, analis menilai pasar modal Indonesia masih menarik. Hal tersebut didukung fundamental ekonomi yang masih kuat.

"Pasar saham Indonesia masih menarik. Di mana sebenarnya fundamental Indonesia masih solid,” ujar Analis PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Senin (16/5/2022).

Sementara itu, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya menuturkan, berbagai data fundamental menunjukkan Indonesia masih di jalur dalam pemulihan ekonomi. Hal ini juga didukung dari kinerja keuangan emiten yang lebih baik dan di atas harapan pada kuartal I 2022. Ia menilai, pasar saham Indonesia masih tetapi terseret sentimen global.

Cheryl menuturkan, investor asing jual saham karena bursa saham global cenderung merosot dan khawatir langkah bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) yang agresif untuk mengatasi inflasi yang tinggi di AS.

"Selain itu juga konflik geopolitik yang masih bergulir dan lockdown di Tiongkok makin menambah kecemasan pasar terhadap risiko perlambatan pemulihan ekonomi global. Sehingga investor bersikap menghindari risiko dengan mengurangi porsinya terhadap pasar equity,” ujar Cheryl.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Rekomendasi Saham

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG menguat 0,34 persen atau 21 poin ke level 6.296 pada penutupan perdagangan Senin (13/1) sore ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di tengah IHSG yang lesu, Abdul menuturkan, salah satu strategi dengan wait and see serta average down jika sudah memiliki saham.

"Strateginya bisa wait and see terlebih dahulu atau dapat dilakukan strategi average down jika sudah mempunyai sahamnya,” ujar Abdul.

Sedangkan saham yang dapat dicermati dari sektor saham perbankan, komoditas dan industri. Untuk sahamnya antara lain PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT Astra International Tbk (ASII). “Investor juga bisa memilih saham big caps lainnya,” kata dia.

Sementara itu, Cheryl merekomendasikan buy on weakness saham bank kapitalisasi besar. “Saham perbankan big caps dapat dilakukan buy on weakness seperti BBCA, BBRI, BBNI,” ujar dia.

Analis Erdikha Elit Sekuritas, Ivan Kasulthan juga menuturkan, saat ini investor masih wait and see di tengah sentimen kebijakan bank sentral AS atau the Fed yang menaikkan suku bunga. Akan tetapi, investor dapat cermati saham unggulan dan kapitalsiasi besar untuk jangka panjang.

“Melakukan cicil akumulasi di harga diskon seperti BBRI, BBCA, TLKM, dan ASII,” ujar dia.


IHSG Melemah 8,73 Persen pada 9-13 Mei 2022

IHSG Awal Pekan Ditutup di Zona Hijau
Pejalan kaki melintas dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di kawasan Jakarta, Senin (13/1/2020). IHSG sore ini ditutup di zona hijau pada level 6.296 naik 21,62 poin atau 0,34 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lesu pada 9-13 Mei 2022. IHSG cenderung tertekan imbas kekhawatiran inflasi dan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS).

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG merosot 8,73 persen menjadi 6.597,99 pada pekan ini dari pekan sebelumnya di posisi 7.228,91.  Kapitalisasi pasar pun susut 7,23 persen selama sepekan. Kapitalisasi pasar merosot Rp 691 triliun dari Rp 9.555 triliun pada pekan lalu menjadi Rp 8.864,56 triliun.

Selanjutnya rata-rata volume transaksi harian bursa melemah 11,56 persen menjadi 21,573 miliar saham dari 24,393 miliar saham pada penutupan pekan sebelumnya. Rata-rata nilai transaksi harian bursa turun 14,63 persen menjadi Rp 20,45 triliun dari Rp 23,95 triliun pada pekan lalu.

Meski demikian, rata-rata frekuensi harian bursa sebesar 3,54 persen menjadi 1.517.364 dari 1.465.440 pada pekan sebelumnya. Investor asing membukukan nilai jual bersih Rp 2,29 triliun pada Jumat, 13 Mei 2022. Dengan demikian, sepanjang 2022, investor asing masih mencatatkan aksi beli Rp 63,05 triliun.

Vice President PT INFOVESTA, Wawan Hendrayana menuturkan, pergerakan IHSG pada pekan ini didorong kenaikan suku bunga dan data inflasi AS yang masih tinggi. Inflasi yang masih tinggi membuat potensi kenaikan suku bunga the Fed masih ada.

“Di sampaing pasca mudik antisipasi apakah akan ada kenaikan COVID-19 yang menaikkan level PPKM, membuat profit taking banyak dilakukan,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, investor juga mengalihkan dari sektor saham yang selama ini naik ke consumer good yang valuasi masih murah.

Mengutip data BEI, pekan ini, indeks sektor saham IDXnonsiklikal catat penguatan terbesar mencapai 3,58 persen. Disusul indeks sektor saham energi IDXenergy mendaki 2,74 persen dan indeks sektor saham IDXIndustry menguat 1,82 persen.


Kabar Bursa Sepekan

20161110-Hari-ini-IHSG-di-buka-menguat-di-level-5.444,04-AY2
Suasana kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11). Dari 538 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, 181 saham menguat, 39 saham melemah, 63 saham stagnan, dan sisanya belum diperdagangkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pada awal Mei 2022, ada dua obligasi dan satu sukuk tercatat di BEI. Adapun pada 9 Mei 2022, Obligasi Berkelanjutan III Merdeka Copper Gold Tahap II Tahun 2022 yang diterbitkan oleh PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) tercatat di BEI dengan nilai nominal sebesar Rp 2 triliun.

Hasil pemeringkatan dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) untuk Obligasi adalah idA (Single A) dan bertindak sebagai Wali Amanat dalam emisi ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Kemudian, pada akhir pekan, tepatnya Jumat, 13 Mei 2022, Obligasi IV Waskita Karya Tahun 2022 dan Sukuk Mudharabah I Waskita Karya Tahun 2022 yang diterbitkan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk mulai dicatatkan di BEI dengan masing-masing nominal sebesar Rp 2,1 triliun  dan Rp 1,14 triliun.

Hasil pemeringkatan dari Pefindo untuk Obligasi adalah idAAA(gg) (Triple A, Government Guarantee) dan Sukuk Mudharabah adalah idAAA(sy)(gg) (Triple A Syariah, Government Guarantee). Bertindak sebagai Wali Amanat dalam emisi ini adalah PT Bank KB Bukopin Tbk.

Total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI sepanjang 2022 adalah 47 emisi dari 35 emiten senilai Rp57,39 triliun.

Keseluruhan total emisi Obligasi dan Sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 502 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp456,84 triliun dan USD47,5 juta, diterbitkan oleh 124 emiten.

Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 151 seri dengan nilai nominal Rp4.854,41 triliun dan USD205,99 juta. EBA sebanyak 10 emisi senilai Rp4,39 triliun

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya