Liputan6.com, Jakarta - Pemegang saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) menyetujui rencana perseroan untuk menggelar penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau rights issue.
Persetujuan diperoleh melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank Neo Commerce yang diselenggarakan pada 21 Juli 2022.
Baca Juga
"RUPS menyetujui perseroan untuk melakukan PMHMETD, sebanyak-banyaknya 5 miliar lembar saham. Dana dari PMHMETD akan digunakan untuk memperkuat modal inti serta untuk modal kerja pengembangan usaha perseroan berupa penyaluran kredit dan kegiatan operasional perbankan lainnya," ujar Direktur Utama PT Bank Neo Commerce Tbk, Tjandra Gunawan dalam keterangan resmi, Sabtu (23/7/2022).
Advertisement
Sebelumnya, perseroan berencana menerbitkan 5 miliar saham baru dengan nominal Rp 100 per saham melalui rights issue. dengan demikian, perseroan berpotensi mengantongi dana segar hingga Rp 5 triliun dari aksi tersebut. Usai rights issue, perseroan akan mengantongi modal sekitar Rp 7 triliun.
Sejalan dengan kenaikan modal perseroan, Tjandra mengatakan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) bisa mencapai di atas 70 hingga 80 persen. Per Desember 2021 CAR perseroan masih di kisaran 50 persen dengan modal sekitar Rp 2,5 triliun.
"Dengan modal Rp 7 triliun, membuat kami lebih cepat lari karena setiap investasi yang dilakukan, naik dari sisi teknologi maupun SDM membutuhkan dana. Kami sudah hitung angka yang dibutuhkan,” kata Tjandra.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bank Neo Commerce Targetkan Penyaluran Pinjaman Rp 12 Triliun hingga Akhir 2022
Sebelumnya, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) menargetkan total pinjaman hingga akhir tahun berkisar Rp 12 triliun. Keyakinan itu merujuk pada kinerja perseroan hingga paruh pertama 2022 yang berhasil menyalurkan pinjaman sebesar 7 triliun.
Direktur Utama PT Bank Neo Commerce Tbk, Tjandra Gunawan memandang 2022 adalah tahun yang baik untuk bisnis perseroan. Terlepas dari sentimen global seperti kenaikan suku bunga The Fed.
"Kami juga tidak menafikkan ancaman itu. Tapi kami tetap percaya bahwa semua milestone kami, apa yang kami rencanakan di 2022 bisa tercapai,” ujar dia dalam media briefing di Jakarta, Kamis, 7 Juli 2022.
Sebagai gambaran, pada Juni 2022 perseroan berhasil mencatatkan total pinjaman Rp 7 triliun. Di mana pada Mei perseroan masih mencatatkan total pinjaman Rp 6 triliun.
"Di Juni saja kami berhasil membukukan kenaikan bersih pinjaman Rp 1 triliun. Itu yang membuat kami optimis bahwa sampai akhir tahun kita paling tidak bisa membukukan loan di kisaran Rp 12 triliun,” imbuh dia.
Asumsinya, jika dalam satu bukan perseroan mampu membukukan pinjaman rata-rata sebesar Rp 1 triliun, hingga akhir tahun perseroan berpotensi menyalurkan pinjaman hingga Rp 6 triliun. Sehingga total pada akhir 2022 bisa mencapai sekitar Rp 12 triliun.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Bank Neo Commerce Paparkan Kinerja Positif demi Gaet Investor
Sebelumnya, PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) optimistis prospek bank digital di Indonesia cukup cerah pada masa mendatang. Hal itu menambah keyakinan perseroan untuk menggaet investor strategis dalam gelaran right issue yang akan digelar pada kuartal IV 2022.
Direktur Utama Bank Neo Commerce Tbk, Tjandra Gunawan mengaku, banyak investor dengan konsep investasi jangka panjang tertarik pada prospek bank digital. Terlepas dari kinerja sahamnya saat ini yang diakui memang tengah dalam tren turun.
“Kami sudah dalam pembicaraan dengan beberapa investor. Para investor lebih tertarik dengan potensi pertumbuhan dan perkembangan BNC,” kata Tjandra dalam media briefing di Jakarta, Kamis (7/7/2022).
Keyakinan itu semakin diperkuat oleh kinerja perseroan selama paruh pertama tahun ini yang menunjukkan tren positif. Pada periode tersebut, Tjandra mengungkapkan perseroan mampu membukukan kenaikan aset menjadi Rp 14,3 triliun, naik dibanding posisi akhir Desember 2021 sebesar Rp 11,3 triliun.
Dari sisi lending sampai dengan Juni 2022 tercatat sebesar Rp 7 triliun. Naik dari posisi Desember tahun lalu sebesar Rp 4,2 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) tumbuh menjadi Rp 11,1 triliun dari posisi akhir Desember Rp 8,1 triliun.
"Net interest income (NII)posisi Desember 2022 tercatat sebesar Rp 315 miliar. Per Juni 2022 melonjak jadi Rp 547 miliar. ini merupakan kontribusi dari naiknya pinjaman,” terang Tjandra.
Biaya Marketing Turun
Fee base income juga naik dari posisi akhir tahun lalu Rp 122 miliar, menjadi Rp 176 miliar per Juni 2022. Sehingga total income pada semester I 2022 tercatat sebesar Rp 732 miliar, naik dari posisi akhir tahun lalu Rp 438 miliar.
Total ekspenses sepanjang 2021 tercatat sebesar Rp 1,4 triliun, turun menjadi Rp 1,3 triliun di semester I 2022. Ditopang oleh salah satunya penurunan biaya marketing. Loss before tax sampai Juni 2022 tercatat sekitar Rp 600 miliar. Relatif mengalami perlambatan secara kuartalan, di mana pada kuartal I 2022 tercatat sebesar 314 miliar. Adapun lose before tax pada 2021 tercatat sebesar Rp 990 miliar.
"Jadi percepatan loss nya sudah turun. Digerakan oleh kenaikan pendapatan bunga dan fee base kami di iringi dengan penurunan biaya-biaya kami. Itulah kenapa di kuartal II kami bisa menurunkan loss,” imbuh Tjandra.
NIM 5,15 persen pada 2021. Per 30 juni NIM sudah tumbuh menjadi 10,16 persen. NPL gross hingga Juni naik sedikit 1,78 persen, naik tipis dari posisi akhir Desember 2021 sebesar 1,75 persen. NPL net per Juni 2022 naik menjadi 1,41 persen dari 1,19 persen pada akhir tahun lalu. BOPO hingga Juni tercatat sebesar 156,75 persen dari 224 persen pada Desember 2021. RoA hingga Juni tercatat -9,18, membaik dibanding posisi akhir Desember 2021 yang minus 13,71 persen.
"Return terhadap aset berhasil kita manage sehingga aset kai menjadi produktif,” ujar dia.
RoE dari minus 84,62 per Desember 202i membaik jadi minus 54,07 persen per Juni 2022. Sejalan dengan kenaikan aset, LDR naik dari 52,62 persen per Desember menjad 63,4 persen di Juni 2022. CAR hingga Juni tercatat 21,8 persen masih jauh dari ketentuan yang ditetapkan OJK.
"Jadi banyak investor melihat bahwa BNC bukan hanya jual janji tapi mengenapai apa yang bank digital harus lakukan. Harus kreatif, itu juga sudah kita buktikan melalui kolaborasi dengan banyak perusahaan pembiayaan. Termasuk manage dana pihak ketiga sehingga bisa diputar jadi aset produktif," pungkasnya.
Advertisement