Wall Street Tersungkur, Indeks Nasdaq Catat Koreksi Terbesar

Wall street melemah pada perdagangan Selasa, 26 September 2023 waktu setempat setelah rilis data ekonomi dan saham Amazon serta kapitalisasi besar tertekan sehingga bebani indeks Nasdaq.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Sep 2023, 07:27 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2023, 06:55 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Selasa, 26 September 2023.(AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Selasa, 26 September 2023. Indeks Dow Jones turun setelah laporan penjualan rumah dan kepercayaan konsumen terbaru memicu kekhawatiran terhadap keadaan ekonomi AS.

Dikutip dari CNBC, Rabu (27/9/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 388 poin atau 1,14 persen ke posisi 33.618,88, dan mencatat kinerja terburuk sejak Maret 2023. Indeks saham Dow Jones ditutup di bawah rata-rata pergerakan dalam 200 harian untuk pertama kalinya sejak Mei 2023.

Indeks S&P 500 merosot 1,47 persen ke posisi 4.273,53. Indeks S&P 500 ditutup di bawah 4.300 untuk pertama kalinya sejak 9 Juni 2023. Indeks Nasdaq terpangkas 1,57 persen ke posisi 13.063,61.

Saham Amazon merosot 4 persen, sebagian besar dari saham-saham teknologi kapitalisasi besar. Hal ini setelah Komisi Perdagangan Federal mengajukan gugatan antimonopoli. Regulator menilai, Amazon menjaga harga tetap tinggi dan merugikan pesaingnya.

Di sisi lain, penjulaan rumah baru pada Agustus meleset dari harapan. Rumah yang dikontrak berjumlah 675.000 pada Agustus, turun 8,7 persen dari Juli, menurut Departemen Perdagangan. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones prediksi total 695.000 yang berarti penurunan 2,7 persen dari posisi Juli.

Indeks kepercayaan konsumen Conference Board merosot menjadi 103 pada September, sebelumnya berada di posisi 108,7 pada Agustus. Ekonom antisipasi 105,5, menurut perkiraan konsensus dari Dow Jones. Indeks anjlok menjadi 73,7 di bawah tingkat yang diasosiasikan pengamat dengan resesi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sentimen The Fed

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)
Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Di sisi lain, CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon memperingatkan suku bunga mungkin perlu dinaikkan lebih lanjut untuk mengurangi inflasi. Pernyataan itu menambah sentimen bearish pada Selasa pekan ini. Saham perbankan merosot, dengan SPDR S&P Regional Banking ETF (KRE) turun lebih dari 1 persen. Wells Fargo anjlok sekitar 2 persen. Sedangkan saham Morgan Stanley susut 1 persen.

Pergerakan saham tersebut menambah beban ke pasar pada September. Indeks Nasdaq susut hampir 7 persen pada September 2023, sedangkan indeks S&P 500 dan Dow Jones masing-masing turun lebih dari 5 persen dan 3 persen.

Salah satu katalis yang menyeret saham tertekan pada September yaitu sinyal bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) memprediksi penurunan suku bunga lebih sedikit pada 2024. Kabar itu mendorong imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun ke posisi yang belum pernah terlihat sejak 2007.

“Investor masih gelisah mengenai dampak kenaikan imbal hasil obligasi terhadap perekonomian pasar saham, mengenai the Fed, dan nilai dolar AS,” ujar Chief Investment Strategist CFRA Research, Sam Stovall.

Ia menilai, investor kurang memiliki kejelasan dan karena itu memutuskan tindakan lebih santai. Pekan ini, investor juga bergulat dengan negosiasi di Washington, Amerika Serikat karena anggota parlemen berharap untuk menghindari penutupan pemerintahan AS atau shutdown yang dapat terjadi pada awal 1 Oktober 2023 jika Kongres tidak menyetujui rancangan undang-undang belanja negara.


Refinancing Bakal Jadi Faktor Besar pada 2024

Bursa saham Amerika Serikat atau wall street melemah pada perdagangan Rabu, 3 Mei 2023 setelah the Federal Reserve dongkrak suku bunga. (Foto: Markus Spiske/Unsplash)
Bursa saham Amerika Serikat atau wall street melemah pada perdagangan Rabu, 3 Mei 2023 setelah the Federal Reserve dongkrak suku bunga. (Foto: Markus Spiske/Unsplash)

Namun, gejolak pasar musiman yang akan datang dapat memberikan peluang bagi investor meski Oktober dinilai sebagai bulan yang tidak menguntungkan seiring kejatuhan pasar pada 1929 dan 1987.

Sementara itu, Chief Investment Strategist Wolfe Research, Chris Senyek menuturkan, pembiayaan kembali utang perusahaan akan mulai hasilkan keuntungan lebih cepat mulai 2024.

“Refinancing akan menjadi faktor lebih besar tahun depan. Beban bunga lebih tinggi kemungkinan akan ciptakan hambatan sebesar USD 5-USD 7 per saham untuk EPS S&P 500 pada 2024,” ujar dia.

Wolfe melihat EPS operasional S&P 500 turun 4,5 persen pada 2024 menjadi USD 210, sedangkan konsensus pasar pertumbuhan 12 persen menjadi USD 249.

Wolfe menuturkan, utang korporasi AS sebesar USD 903 miliar tidak termasuk perusahaan keuangan yang akan jatuh tempo pada 2024 naik 343 persen dari USD 204 miliar pada 2023. Angka tersebut meningkat sebesar 42 persen pada 2025 menjadi USD 1,28 triliun dan 15 persen pada 2026 menjadi USD 1,47 triliun.

Senyek juga memperkirakan imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun akan naik menjadi 5 persen sebelum akhir 2023, didorong pembatasan penerbitan imbal hasil AS, harga minyak yang lebih tinggi dan Bank of Japan mengurangi kurva imbal.


Penutupan Wall Street pada 26 September 2023

(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)
(Foto: Ilustrasi wall street. Dok Unsplash/lo lo)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan Senin, 25 September 2023. Tiga indeks acuan di wall street bahkan hentikan penurunan selama empat hari berturut-turut.

Penguatan wall street didukung indeks S&P 500 menguat pada pekan terakhir September 2023. Sepanjang September 2023, indeks acuan alami penurunan besar.

Dikutip dari CNBC, Selasa (26/9/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 menguat 0,4 persen ke posisi 4.337,44. Indeks Nasdaq bertambah 0,45 persen menjadi 13.271,32. Indeks Dow Jones menanjak 43,04 poin atau 0,13 persen ke posisi 34.006,88. Tiga indeks acuan di wall street menghentikan penurunan empat hari berturut-turut.

Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun menguat 10 basis poin ke posisi 4,54 persen, dan mencapai level tertinggi sejak 2007. Saat itu sentuh 4,57 persen.Saham mengabaikan pergerakan di pasar obligasi.

Sementara itu, raksasa kimia Dow mencatat kinerja terbaik dengan naik 1,7 persen setelah peningkatan dari JPMorgan. Delapan dari 11 sektor S&P 500 berada di wilayah positif dengan sektor energi memimpin kenaikan sebesar 1,3 persen.

Saham Amazon naik lebih dari 1 persen setelah raksasa ritel online itu akan investasi USD 4 miliar di perusahaan kecerdasan buatan Anthropic.

"Performa ini sangat kuat. Dan menurut saya ada dua alasan mengapa pasar tidak melemah, salah satunya menurut saya bersifat teknis, karena ada banyak dukungan untuk pasar di posisi 4.300,” ujar CEO Infrastructure Capital Advisors, Jay Hatfield.

Jay menuturkan, hal ini mungkin tidak bertahan. Kemudian pelaku pasar menanti momen tepat untuk kembali mengikuti booming kecerdasan buatan.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya