Liputan6.com, Jakarta - PT Nusantara Infrastructure Tbk (META), perusahaan yang bergerak di infrastruktur swasta multisector, berencana melakukan aksi korporasi dengan mengubah status perusahaan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup (go private), termasuk rencana menghapus pencatatan saham-saham dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Tujuan dilakukannya aksi korporasi ini adalah untuk memperkuat fundamental serta menjaga kestabilan bisnis serta keuangan grup perusahaan di berbagai sektornya.
Baca Juga
Selain itu, terdapat rencana pengembangan di anak usaha sektor jalan tol yang membutuhkan pendanaan besar (capital intensive) dan karakteristik usaha tersebut membutuhkan periode yang lama untuk menghasilkan imbal balik investasi (return on investment) dan sebagai akibatnya dapat menambah jangka waktu lebih panjang lagi untuk dapat memberikan dividen kepada pemegang sahamnya.
Advertisement
Artikel Perkuat Fundamental, Nusantara Infrastructure Bakal Go Private menyita perhatian pembaca di saham. Ingin tahu artikel terpopuler lainnya di saham? Berikut tiga artikel terpopuler di saham yang dirangkum pada Minggu (12/11/2023):
1.Perkuat Fundamental, Nusantara Infrastructure Bakal Go Private
PT Nusantara Infrastructure Tbk (META), perusahaan yang bergerak di infrastruktur swasta multisector, berencana melakukan aksi korporasi dengan mengubah status perusahaan dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup (go private), termasuk rencana menghapus pencatatan saham dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Tujuan dilakukannya aksi korporasi ini adalah untuk memperkuat fundamental serta menjaga kestabilan bisnis serta keuangan grup perusahaan di berbagai sektornya.
Selain itu, terdapat rencana pengembangan di anak usaha sektor jalan tol yang membutuhkan pendanaan besar (capital intensive) dan karakteristik usaha tersebut membutuhkan periode yang lama untuk menghasilkan imbal balik investasi (return on investment) dan sebagai akibatnya dapat menambah jangka waktu lebih panjang lagi untuk dapat memberikan dividen kepada pemegang sahamnya.
2. IHSG Menguat Terbatas pada 6-10 November 2023, Ini Sentimen Pendorongnya
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada 6-10 November 2023. Analis menilai,penguatan IHSG terdorong sentimen global dan melemahnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dikutip dari data Bursa Efek Indonesia (BEI), Sabtu (11/11/2023), IHSG menguat 0,30 persen ke posisi 6.809,26 pada 6-10 November 2023 dari pekan lalu IHSG di posisi 6.788,85.
Kapitalisasi pasar saham bursa bertambah 1,28 persen menjadi Rp 10.688 triliun. Pada pekan lalu, kapitalisasi pasar naik 0,19 persen menjadi Rp 10.553 triliun.
Sementara itu, rata-rata nilai transaksi harian meningkat 16,60 persen menjadi Rp 12,77 triliun dari Rp 10,95 triliun pada pekan lalu.
Di sisi lain, rata-rata frekuensi transaksi harian saham merosot 11,36 persen menjadi 1.115.185 kali transaksi dari pekan lalu di posisi 1.258.036 kali transaksi. Rata-rata volume transaksi harian terpangkas 16,34 persen menjadi 19,11 miliar saham dari 22,84 miliar saham pada pekan lalu. Pada Jumat, 10 November 2023, investor asing menjual saaham Rp 705,32 miliar.
Investor asing mencatatkan aksi jual saham Rp 2,05 triliun selama sepekan. Sepanjang 2023, investor asing telah mencatatkan nilai jual bersih saham Rp 16,19 triliun.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, selama sepekan IHSG naik tipis 0,3 persen diwarnai berbagai sentimen. Pertama, kondisi geopolitik di Timur Tengah yang makin memanas. Kedua, kondisi ekonomi China yang cenderung stagnan setelah merilis inflasi yang terkontraksi.
Advertisement
3. Menakar Prospek Sektor Properti hingga Awal 2024, Cerah atau Lesu?
Sektor properti diramal masih akan lesu pada awal 2024. Ini mengingat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) masih tinggi di level 6 persen.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Axell Ebenhaezer mengatakan, suku bunga BI bakal memberikan pengaruh negatif terhadap sektor properti. Sebab, masyarakat menjadi berhati-hati dalam mengambil kredit untuk membeli properti.
"Alhasil konsumen akan lebih enggan untuk mengajukan pinjaman kredit untuk beli properti,” ujar dia dalam risetnya, ditulis Sabtu (11/11/2023).
Dia melanjutkan, ketidakpastian ekonomi yang dibawa oleh pemilihan umum (pemilu) akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan membuat fasilitator kredit memperketat persyaratan mereka.
Di sisi lain, kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selama ini terlihat berusaha mendukung belanja masyarakat agar target pertumbuhan 5 persen tercapai. Hal itu dilakukan melalui pemberian insentif untuk sektor properti dan lainnya.
Akan tetapi, hal tersebut mungkin cukup terancam eksistensinya apabila penggantinya tidak sejalan dengan Jokowi.
Selain itu, terdapat faktor lain yang perlu diperhatikan, seperti status ekonomi Amerika Serikat (AS) dan suku bunga the Fed. Meski begitu, saat ini sudah ada tanda-tanda penurunan suku bunga yang akan diturunkan pada tahun depan.
Berita selengkapnya baca di sini