Liputan6.com, Jakarta - Boeing menghadapi pengawasan ketat atas keselamatan pesawatnya setelah penerbangan Alaska Airlines terpaksa mendarat darurat pada Jumat, 5 Januari 2024 saat panel dan jendela pecah.
Dikutip dari CNN, Minggu (7/1/2024), meskipun tidak jelas apa atau siapa yang harus disalahkan atas insiden itu, masalah teknis dan kualitas telah melanda Boeing dalam beberapa tahun terakhir.
Baca Juga
Produsen pesawat itu telah menyaksikan serangkaian insiden yang mengakibatkan tragedi, kandasnya pesawat dan kekhawatiran berkelanjutan mengenai keselamatan.
Advertisement
Mungkin insiden paling menyita perhatian pada 2019 setelah pesawat 737 Max dilarang terbang di banyak negara setelah dua pesawatnya jatuh yakni di Ethiopia dan dekat Indonesia yang menewaskan 346 orang di dalamnya. Penyebab utama kecelakaan tersebut karena cacat desain pesawat.
Larangan terbang di AS berlangsung selama 20 bulan, pesawat mulai kembali beroperasi pada Desember 2020. Negara-negara lain termasuk China bahkan membiarkan pesawat itu tetap memakirkan pesawat lebih lama lagi.
Larangan terbang Max adalah salah satu tragedi perusahaan termahal dalam sejarah yang merugikan perusahaan lebih dari USD 20 miliar atau sekitar Rp 310,22 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.517).
Biayanya terus berlanjut. Boeing telah hadapi kerugian operasional yang sangat besar dalam beberapa kuartal terakhir karena pihaknya mencoba mengirimkan sejumlah besar pesawat 737 Max kepada pelanggan dan menyebabkan pembengkakkan biaya pada pesawat lain, termasuk pesawat yang akan menggantikan jet Air Force saat ini.
Â
Masalah Manufaktur
Pada April, Boeing menyatakan menemukan masalah manufaktur pada beberapa pesawat 737 Max setelah pemasok memakai proses manufaktur non-standar selama pemasangan dua alat kelengkapan di bagian belakang badan pesawat meski Boeing bersikeras masalah tersebut tidak menimbulkan risiko keselamatan.
Max juga menghadapi banyak pemberitahuan untuk pemeriksaan tambahan sejak kembali beroperasi pada 2020. Boeing mengatakan hal ini adalah hasil dari meningkatnya fokus mereka pada keselamatan.
Masalahnya tidak hanya terbatas pada Max. Boeing telah hadapi kerugian operasional besar-besaran kecuali seperempatnya sejak 2019.
Boeing terpaksa hentikan pengiriman jet berbadan lebar 787 Dreamliner karena masalah kontrol kualitas. Meski Dreamliner tidak di-ground-kan seperti Max, hal ini masih bebani laba perusahaan.
Advertisement
Boeing dan Vietnam Airlines Dikabarkan Sepakat Pembelian 50 Pesawat 737 Max Jet
Sebelumnya diberitakan, Vietnam Airlines akan menandatangani perjanjian awal untuk membeli sekitar 50 pesawat Boeing 737 Max Jet senilai USD 7,5 miliar.
Dikutip dari CNBC, Minggu, (10/9/2023), hal itu berdasarkan pernyataan sumber. Penjelasan tentang kesepakatan yang akan datang dikonfirmasi oleh laporan Reuters pekan lalu, muncul ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengunjungi Hanoi untuk meningkatkan hubungan. Adapun Boeing dan Vietnam Airlines tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Kesepakatan itu akan bernilai USD 7 miliar, dan biasanya perusahaan yang belum dalam jumlah besar mendapat diskon. Namun, sumber tersebut tidak komentari mengenai hal itu.
Sebelumnya Boeing memiliki kesepakatan dengan saingan Vietnam Airlines, VietJet untuk penjualan 200 pesawat 737 MAX miliknya.
Adapun Vietnam adalah pasar penerbangan dengan pertumbuhan tercepat kelima di dunia pada 2022 ketika negara itu mencabut pembatasan perjalanan akibat COVID-19, menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) yang prediksi negara itu akan melayani 150 juta penumpang angkutan udara pada 2035.
Jet Boeing 737 Max dilarang terbang di seluruh dunia selama berbulan-bulan setelah dua kecelakaan fatal di Indonesia dan Ethiopia pada 2018 dan 2019. Pesawat itu kembali beroperasi mulai akhir 2020.
Â
Kinerja Vietnam Airlines
Vietnam Airlines mencatat rugi 1,3 triliun dong atau setara USD 53,96 juta pada kuartal II 2023. Kinerja keuangan yang terpukul itu merupakan kuartal ke-14 dalam zona merah, berdasarkan laporan keuangannya. Maskapai itu mengatakan, rugi tersebut disebabkan harga bahan bakar dan faktor risiko keuangan lainnya.
Selain itu, Boeing juga telah melakukan pembicaraan dengan pihak berwenang Vietnam bersama dengan perusahaan pertahanan AS lainnya mengenai kemungkinan penjualan peralatan militer termasuk drone dan helicopter.
 Boeing yang berbasis di Arlintong, Virginia memiliki enam pemasok di Vietnam dan berupaya meningkatkan kemampuan mereka.
Â
Advertisement