Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia atau Pefindo mengantongi mandat penerbitan surat utang senilai Rp 56,7 triliun per 31 Januari 2024.
Berdasarkan institusinya, non BUMN mendominasi dengan nilai mencapai Rp 36,2 triliun yang berasal dari 27 perusahaan. Sisanya sekitar Rp 20,49 triliun berasal dari 13 BUMN dan anak perusahaan atau BUMD.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto menjabarkan, mandat tersebut berupa PUB obligasi senilai Rp 33,18 triliun dan PUB sukuk Rp 8,57 triliun. Kemudian obligasi Rp 8,4 triliun, sukuk Rp 4,52 triliun, MTN Rp 1,73 triliun, dan sekuritisasi Rp 300 miliar.
Advertisement
"Mandat yang diterima Pefindo per akhir Januari 2025 dan belum listing ini ada sekitar Rp 56,69 triliun atau Rp 56,7 triliun ini terdiri dari 40 perusahaan. Secara nilainya, paling besar dari sektor perbankan yaitu di Rp 11,8 triliun. Yang kedua disusul oleh sektor pertambangan ini dari 7 perusahaan nilainya Rp 11,4 triliun," ungkap Suhindarto dalam konferensi pers Pefindo, Selasa (11/2/2025).
Selanjutnya, sebanyak 6 perusahaan merupakan dari induk perusahaan atau holding company dengan nilai Rp 7,6 triliun. Lalu 2 perusahaan sektor industri bubur kertas dan tissue senilai Rp 6,82 triliun. Sebanyak 5 perusahaan dari multifinance dengan nilai Rp 5,57 triliun.
"Kalau melihat dari sisi instrumennya, sejauh ini memang mandat yang kami terima mostly adalah dari bentuk PUB atau penawaran umum berkelanjutan, baik dari obligasi maupun sukuk," imbuh Suhindarto.
Penerbitan Surat Utang Korporasi pada Januari 2025
Total penerbitan surat utang korporasi secara keseluruhan pada 2024 mencapai Rp 149,7 triliun. Sementara itu, penerbitan surat utang periode Januari 2025 baru mencapai Rp 8,6 triliun.
"Pefindo melakukan pemeringkatan pada 78,7% surat utang korporasi yang diterbitkan selama periode Januari 2025. Tujuan penggunaan dana sebagian besar adalah untuk modal kerja sebesar 36,4% dan refinancing 56,9%," ungkap Suhindarto.
Â
Penerbitan Obligasi dan Sukuk
Penerbitan obligasi korporasi & sukuk tercatat sebesar Rp 147,7 triliun pada tahun 2024, naik dibandingkan Rp 127,5 triliun periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan, periode Januari 2025 mencapai Rp 8,6 triliun, naik dibandingkan Rp 6,0 triliun pada periodeyang sama tahun sebelumnya.
Penerbitan MTN pada 2024 menunjukkan penurunan yaitu mencapai Rp 1,5 triliun dibandingkan Rp 2,4 triliun pada 2023 . Sementara itu periode Januari 2025 juga menunjukkan penurunan, yaitu baru mencapai Rp 45,0 miliar dibandingkan Rp 581,3 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Penerbitan efek utang lainnya (perpetual, SBK, dan sekuritisasi) menunjukkan penurunan dari Rp 900 miliar pada menjadi Rp 500 miliar pada 2024. Hingga Januari 2025, masih belum ada penerbitan efek utang lainnya, dibandingkan saat Januari 2024 lalu senilai Rp 500 miliar.
Advertisement
Penerbitan Obligasi Korporasi 2025 Diproyeksikan Tembus Rp 144 Triliun pada 2025
Pefindo memproyeksikan penerbitan baru surat utang 2025 berkisar Rp 139- Rp 155 triliun, dengn titik tengah pada Rp 144 triliun.
Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran menjelaskan, proyeksi itu merujuk pada tren kebutuhan pembiayaan atau refinancing yang masih tinggi. Kebutuhan refinancing diperkirakan masih tinggi seiring dengan nilai surat utang jatuh tempo yang masih besar dengan proyeksi Rp 150,07- Rp 155,66 triliun, setelah tingginya penerbitan bertenor pendek di tahun 2024. Bersamaan dengan itu, aktivitas sektor riil diperkirakan relatif menguat.
"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan terdorong oleh kebijakan pemerintah yang lebih ekspansif, dengan inflasi yang diperkirakan mash terkendali," kata Irmawati dalam Media Forum PEFINDO Semester II Tahun 2024.
Peluang penerbitan surat utang baru pada 2025 juga mempertimbangkan suku bunga acuan yang lebih rendah sejalan dengan ekspektasi berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter. Di samping itu, likuiditas lembaga keuangan yang semakin ketat mendorong perusahaan mencari alternatif dana yang relatif murah, seperti obligasi korporasi, untuk mendukung leverage keuangan dan permintaan bisnis.
"Ini juga menjadi dorongan bagi lembaga keuangan untuk mencari sumber dana baru untuk disalurkan menjadi kredit atau pembiayaan," kata Irmawati. Selain itu, premi diperkirakan relatif melandai, seiring dengan leverage keuangan yang membaik akibat suku bunga yang relatif lebih rendah.
Â
Â
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)