Aptindo Minta Pemberlakukan Zero Odol Awal 2023 Ditunda, Begini Alasannya

Kebijakan Zero Odol ini juga akan berdampak terhadap impor blok mesin yang akan naik sekitar 160%.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Okt 2022, 15:30 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2022, 09:24 WIB
Truk kelebihan muatan atau Overdimension and Overload (odol) melintas di jalan tol. (Istimewa)
Truk kelebihan muatan atau Overdimension and Overload (odol) melintas di jalan tol. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) meminta pemberlakukan Zero Odol (Over Dimension Over Load) pada awal 2023 ditunda. Mereka menilai kebijakan ini akan menambah beban bagi konsumen dan negara.

Staf Khusus Aptindo Josafat Siregar mengatakan, jika dipaksakan diberlakukan pada awal 2023 mendatang, akan terjadi dampak yang sangat luas. Di antaranya, peningkatan signifikan jumlah truk yang beroperasi, konsumsi bahan bakar solar, subsidi bahan bakar solar, kemacetan yang semakin parah, dan kenaikan inflasi.

Dia mengungkapkan dari kajian angkutan tepung terigu nasional yang dilakukan Aptindo pada Juli 2022 lalu, untuk pengiriman sekitar 6,7 juta metrik ton (MT) tepung terigu tanpa penerapan Zero Odol, jumlah truk yang digunakan sekitar 436.243 truk (jenis tronton, engkel, dan colt).

Sementara ongkos angkutnya mencapai Rp 950,9 miliar. Adapun total bahan bakar solar yang digunakan sekitar 9,24 juta liter dan total subsdi bahan bakar solar yang dikeluarkan negara sebesar Rp 79 miliar.

Dengan diberlakukannya kebijakan Zero Odol pada 2023 mendatang, Josafat menuturkan dengan pengiriman tepung terigu sekitar 6,9 juta MT tadi, diperkirakan jumlah truk akan bertambah menjadi 1,17 juta truk (ada tambahan 730.948 truk lagi) atau naik sebanyak 167,5%.

Begitu juga dengan ongkos angkut yang diperkirakan akan naik menjadi Rp 2,47 triliun (bertambah Rp 1,52 triliun dalam satu tahun) atau naik 160,2%. Sedangkan total kebutuhan bahan bakar solar yang digunakan juga naik menjadi 24,11 juta liter atau naik 160,9%. Sementara, total subsidi bahan bakar solar yang ditanggung negara menjadi Rp 206,13 miliar (bertambah 127,12 miliar) atau naik sekitar 160,9%.

“Belum lagi kemacetan yang semakin parah karena jumlah kendaraan yang semakin banyak yang dimungkinkan akan berdampak juga pada psikologis sopir dan masyarakat serta terjadi pemborosan waktu dan kerusakan jalan karena kemacetan,” tukasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Win-Win Solution

Pikap ODOL (Instagram/@dashcamindonesia)
Pikap ODOL (Instagram/@dashcamindonesia)

Peningkatan ongkos angkut barang yang pada akhirnya akan ditanggung oleh konsumen akhir, menurutnya, juga akan berdampak kepada inflasi. Selain itu, kebijakan Zero Odol ini juga akan berdampak terhadap impor blok mesin yang akan naik sekitar 160%.

“Yang menjadi pertanyaan juga adalah, apakah dengan kenaikan impor blok mesin sebesar itu, para pengusaha angkutan bisa dengan segera menyiapkannya?” ucapnya.

Jadi, Aptindo menilai kebijakan Zero Odol ini belum tepat pada 2023 mendatang. “Kebijakan ini akan menjadi beban semua industri termasuk produsen tepung terigu. Kami hanya meminta bisa ada win-win solution, dan jangan dipaksakan untuk dilaksanakan saat ini. Apalagi saat ini kan negara kita masih dalam masa recovery ekonomi akibat terpukul pandemi yang terjadi selama dua tahun belakangan ini,” katanya.

Infografis 4 Langkah Pulang Umrah Bebas Covid-19
Infografis 4 Langkah Pulang Umrah Bebas Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya