Liputan6.com, Surabaya - Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda, Teguh Tri Susanto mengungkapkan, hingga saat ini pertumbuhan bibit awan yang menjadi syarat utama modifikasi cuaca masih sangat minim.
Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu Dasarian I: tanggal 1 sampai dengan 10. Dasarian II: tanggal 11 sampai dengan 20.
Baca Juga
"Kalau kita lihat belum karena kita lihat sampai Oktober dasarian dua pertumbuhan bibit awan konvektif ada tapi masih sangat minim," ujarnya, ditulis Senin (16/10/2023).
Advertisement
Pertumbuhan awan konvektif, kata Teguh, akan banyak terjadi di masa peralihan. Sesuai prediksi BMKG, masa peralihan akan terjadi pada awal hingga pertengahan November 2023 nanti.
"Kalau prakiraan awal musim penghujan mundur 2-3 dasarian, November dasarian kedua (tanggal 20 November) sampai Desember baru ada beberapa daerah," ucapnya.
Dengan informasi cuaca tersebut, lanjut Teguh, BMKG kembali menyerahkan semua kebijakan pada pemerintah sesuai dengan kebutuhan.
"Kami juga mengimbau kepada pemerintah untuk melakukan upaya-upaya lanjutan atas apa yang sudah dilakukan. Seperti bantuan penyaluran air bersih dan water boombing terhadap kejadian kebakaran hutan," ujarnya.
Diketahui, modifikasi cuaca ini menjadi salah satu cara mengatasi musim kemarau yang disertai anomali el nino benar-benar memberikan dampak cuaca panas yang begitu terasa di Jawa Timur.
Kekeringan Lahan Pertanian
Tak hanya suhu yang panas, dampaknya juga terasa dengan kejadian kekeringan lahan pertanian yang membuat banyak petani gagal panen, hingga kebakaran hutan dan lahan.
Pemprov Jatim sebelumnya juga sudah mengajukan ke BNPB untuk melalukan modifikasi cuaca. Namun, upaya itu sampai kini masih sulit dilakukan.
Advertisement