Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik mengatakan, jumlah petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (kpps) yang meninggal pada Pemilu 2024 tak sebanyak Pemilu 2019.
"Jumlahnya memang tidak banyak," ujar Idham, Kamis 15 Februari 2024.
Baca Juga
Adapun KPU masih mendata jumlah petugas yang meninggal dunia saat melaksanakan tugas. Selain itu, KPU juga harus dapat melihat perbedaan waktu meninggalnya anggota KPPSÂ itu.
Advertisement
"Kalau kita bicara tentang badan adhoc yang wafat khususnya KPPS, itu kita harus bedakan. Yang pertama pada pemungutan, sebelum pemungutan. Terus yang kedua hari H, hari pemungutan suara. Yang ketiga pasca pemungutan suara," katanya.
Menurutnya, KPU sudah mengusulkan agar penghitungan suara dilakukan dengan dua panel, yaitu panel menghitung surat suara Presiden dan Wakil Presiden serta DPD, serta panel lainnya menghitung surat suara DPR dan DPRD.
"Kami sudah merancang dua panel perhitungan suara di tps. Menurut kajian kami yang telah melakukan simulasi di Kota Tangerang, Kota Bogor, Palembang, Kutai Kartanegara. Itu ada efisiensi waktu," jelas Idham.
Kendati demikian, Idham mengungkapkan saat rapat konsultasi, pembentuk Undang-Undang masih memandang cukup satu panel. Hal ini sebagaimana yang telah dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 sama persis dengan Pemilu 2019.
Sementara itu, Idham menilai beban kerja yang berat untuk kpps akibat penghitungan suara harus selesai di tps. Oleh karena itu, KPU pernah mengusulkan untuk dua panel penghitungan suara.
"Apabila surat suara belum selesai dihitung di hari pemungutan suara. Maka dapat diekstensi 12 jam setelah pemungutan suara. Karena proses penghitungan surat suara tak boleh berhenti. Harus selesai di tps," pungkasnya.
Pemilu 2024 meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD provinsi, serta anggota DPRD kabupaten/kota dengan daftar pemilih tetap (dpt) tingkat nasional sebanyak 204.807.222 pemilih.
Beri Santunan Keluarga KPPS Meninggal
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah atau pihak penyelenggara pemilihan umum (pemilu) untuk memberikan kompensasi atau santunan layak kepada keluarga petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang meninggal dunia sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Adapun sejumlah petugas KPPS di berbagai daerah dilaporkan meninggal dunia, yang diduga akibat kelelahan saat melakukan tugasnya pada saat pelaksanaan Pemilu 2024, Rabu (14/2).
"Saya menyampaikan dukacita yang mendalam atas gugurnya sejumlah petugas KPPS saat bertugas mengawal pemilu," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Ke depan, Bamsoet meminta pemerintah dan pihak penyelenggara pemilu untuk melakukan upaya antisipasi agar tingkat kematian tak meningkat sesudah hari penyelenggaraan pemilu, salah satunya dengan tetap menyiapkan posko kesehatan berisikan tim medis siaga pemilu.
Dengan begitu, diharapkan apabila ada petugas KPPS yang mengalami kelelahan atau mengalami gangguan kesehatan pasca bertugas dapat segera diberikan penanganan oleh tim medis sedini dan seoptimal mungkin.
Dirinya turut meminta pemerintah bersama pihak penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar dapat membuka posko aduan bagi keluarga petugas penyelenggara Pemilu 2024 dan aparat perlindungan masyarakat (linmas) yang belum memperoleh haknya seperti upah ataupun jaminan kesehatan.
"Posko aduan tersebut termasuk juga ditujukan bagi anggota keluarga petugas yang meninggal dunia namun belum mendapat kompensasi," tuturnya.
Bamsoet pun berharap pemerintah bisa memberikan apresiasi terhadap kinerja para petugas KPPS yang diketahui melaksanakan tugasnya hingga malam hari, salah satunya dengan mempercepat pencairan honor yang layak bagi petugas KPPS serta petugas lainnya yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan pemilu.
Pasalnya, menurut dia, para petugas penyelenggara pemilu berhak memperoleh apa yang menjadi haknya karena beban kerja yang berat tersebut.
Advertisement