Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara memastikan bahwa penerapan tarif interkoneksi masih menggunakan acuan dengan tarif lama karena belum ada kesepakatan antaroperator hingga saat ini.
"Kalau sebelum ada perjanjian (tarif interkoneksi) yang baru ya harus pakai yang lama dong (acuan biaya interkoneksi Rp 250 per menit). Kan tidak boleh kosong, tidak boleh vakum," kata Rudiantara ketika ditemui di Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Pria yang sering disapa Chief RA ini mengatakan, interkoneksi merupakan perjanjian Business-to-business (B2B). Oleh karenanya, dalam hal tak terjadi kesepakatan, tarifnya mengacu pada angka yang ditetapkan pemerintah.
Namun, ia mengaku belum mengetahui terkait Dokumen Penawaran Interkoneksi (DPI) yang sudah diserahkan oleh sebagian operator. Nantinya akan ada evaluasi lagi dari Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
Baca Juga
"Setelah DPI (yang diajukan operator telekomunikasi) masuk, akan dievaluasi. Saya tidak tahu evaluasinya. Saya juga belum mengetahui berapa angka yang akan disampaikan (oleh operator)," ujarnya.
Rudiantara menyebutkan bahwa evaluasi akan dilakukan 10 hari setelah DPI dari operator masuk.
Sebelumnya, dalam siaran pers Kominfo No.49/HM/KOMINFO/08/2016 pada Selasa 2 Agustus lalu, pemerintah memutuskan biaya interkoneksi turun 26 persen menjadi Rp 204 menit untuk 18 skenario panggilan.
Perhitungan biaya interkoneksi ditetapkan atas masukan dari para pemangku kepentingan (stakeholder) dan konsultasi publik demi menyempurnakan regulasi tarif interkoneksi.
Adapun perhitungan interkoneksi ini seharusnya mulai berlaku 1 September lalu. Lantaran belum seluruh operator menyerahkan DPI, artinya belum ada kesepakatan bisnis antaroperator.
Dengan kata lain, biaya interkoneksi baru belum dapat diberlakukan hingga saat ini.
(Tin/Cas)