Terhambat Regulasi, Uber Setop Layanan di Maroko

Uber memutuskan menghentikan layanan operasional mereka di Maroko karena masalah regulasi yang tidak kunjung selesai.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 22 Feb 2018, 07:30 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2018, 07:30 WIB
CEO Uber Dara Khosrowshahi
CEO Uber Dara Khosrowshahi. Dok: TechCrunch

Liputan6.com, Casablanca - Uber akhirnya menghentikan layanan operasionalnya di Maroko. Sebelumnya, Uber sempat menahan layanannya di Norwegia dan Finlandia demi menunggu perubahan kerangka peraturan di kedua negara tersebut.

Langkah yang diambil Uber menunjukan perusahaan tersebut sebetulnya sudah mulai mengambil langkah halus dalam berhadapan dengan pemerintahan lokal.

Selama ini, Uber banyak dijegal dengan larangan dan protes karena mengganggu layanan taksi konvensional.

CEO baru Uber Dara Khosrowshahi justru memilih untuk menjauh dari pendekatan agresif yang dilakukan pendahulunya, Travis Kalanick.

"Sejak kami meluncur di Maroko lebih dari dua tahun lalu, sudah ada kekurangan kejelasan tentang platform baru seperti Uber dan bagaimana kami berpadu kepada model transportasi yang ada," kata Uber dalam sebuah pertanyaan seperti yang dikutip Reuters, Rabu (21/2/2018).

Uber mengaku telah melakukan berbagai cara dan tetap tidak melihat adanya upaya konstruktif untuk mengurus regulasi hal ini.

Akhirnya, perusahaan asal San Franscisco tersebut akan menghentikan pelayanannya di Casablanca pada hari Jumat sampai ada peraturan terbaru.

Khosrowshahi sendiri tidak emosional menanggapi masalah regulasi Uber di berbagai negara, dan ia memaklumi adanya regulasi.

Lebih lanjut, pihak Uber akan memberikan bantuan finansial selama dua minggu ke depan bagi para mantan sopir Uber di Maroko.

Nasib Uber di Indonesia

20160524-Inilah Pesaing Baru Ojek Online di Indonesia
Seorang warga memegang helm Uber usai melakukan pendaftaran menjadi pengemudi Uber di Jakarta, Selasa (24/5). Antusias warga untuk mendaftat ojek Online masih sangat besar bila dilihat dari jumlah pendaftar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di Indonesia sendiri, sejumlah sopir taksi online menolak Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaran Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Permenhub tersebut dinilai tidak mengakomodasi suara sopir taksi online. Untuk mengungkapkan aspirasinya, mereka menggelar aksi demo di depan Istana Merdeka, Jakarta.

Menanggapi hal tersebut Uber mengaku terus berdialog dengan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait implementasi aturan ini.

"Uber dan mitra koperasi saat ini terus berdialog dengan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait implementasi aturan ini serta mendiskusikan hal-hal yang menjadi perhatian para mitra pengemudi," kata Uber kepada Tekno Liputan6.com.

Langkah ini dilakukan Uber untuk memastikan kesempatan ekonomi yang fleksibel bagi para driver online dan pilihan transportasi yang beragam bagi masyarakat terus tersedia, dan berkontribusi positif bagi Indonesia. "Mitra koperasi kami juga terus mendorong para mitra pengemudi untuk memenuhi ketentuan yang ada," pungkas Uber.

Uber Akan Menjual ke Grab?

Ilustrasi Grab
Ilustrasi Grab

Belum lama ini, Uber dilaporkan berencana menjual bisnisnya di Asia Tenggara kepada rival asal Singapura, Grab. Melalui penjualan bisnis ini, Uber akan mendapatkan imbalan saham yang cukup besar di Grab.

Dilansir CNBC, informasi berasal dari dua orang sumber yang mengklaim mengetahui rencana Uber tersebut. Namun, sejauh ini belum ada kesepakatan yang dicapai.

Grab sendiri memiliki bisnis yang cukup kuat di Asia Tenggara. Layanannya termasuk penyewaan mobil pribadi, motor, taksi dan carpooling di lebih dari 100 kota di Asia Tenggara.

Grab pada pertengahan tahun lalu mengatakan telah menguasai 95 persen pangsa pasar di Asia Tenggara untuk layanan pihak ketiga penyewaan taksi,dan 71 persen untuk kendaraan pribadi.

(Tom/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya