Liputan6.com, Jakarta - TikTok menghapus lebih dari 49 juta video dari pengguna di seluruh dunia selama paruh kedua 2019. Perusahaan mengungkapkan hal tersebut dalam laporan transparansi yang dirilis baru-baru ini.
TikTok mengatakan jutaan video itu ditarik karena melanggar pedoman komunitas aplikasi atau persyaratan layanan. Demikian seperti dikutip dari The Verge, Jumat (10/7/2020).
Advertisement
Baca Juga
Pada Desember lalu, TikTok mengatakan seperempat dari penghapusan konten memuat unsur pornografi 'ketelanjangan orang dewasa dan kegiatan seksual'.
Seperempat dari video itu juga dihapus karena menampilkan perilaku berbahaya atau ilegal seperti penggunaan narkoba. Sementara pelecehan dan ujaran kebencian, masing-masing hanya 3 persen dan 1 persen dari total video.
Lebih dari 16 juta video yang ditarik berasal dari pengguna TikTok di India. Pasar terbesar kedua untuk video yang ditarik adalah Amerika Serikat, dengan 4,6 juta video.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Perbandingan dengan YouTube
Ini adalah jumlah yang sangat besar bila dibandingkan dengan YouTube, di mana melaporkan telah menghapus sekitar 14,7 juta video selama periode waktu yang sama pada 2019.
Amerika Serikat dan India juga merupakan pasar teratas YouTube untuk penghapusan video.
Penghapusan video TikTok umumnya tidak berasal dari permintaan pemerintah atau keluhan hak cipta.
TikTok mengatakan hanya menerima sekitar 1.300 permintaan penghapusan hak cipta dan 45 permintaan penghapusan pemerintah (kebanyakan dari India), dan tidak semuanya dituruti perusahaan.
Â
Advertisement
Bagaimana dengan China?
Seperti paruh pertama 2019, laporan tersebut mengindikasikan bahwa TikTok tidak menerima permintaan penghapusan atau permintaan informasi pengguna dari China, tempat perusahaan induknya, Bytedance, bernaung.
"Kami tidak dan belum menghapus konten apa pun atas permintaan pemerintah China, dan kami pun tidak akan melakukannya jika diminta," kata juru bicara TikTok kepada The Verge.
Juru bicara itu juga mengatakan "TikTok tidak pernah memberikan data pengguna kepada pemerintah Tiongkok, dan kami juga tidak akan melakukannya jika diminta."
(Isk/Ysl)