Machine Learning Bantu Proses Penemuan Obat Lebih Cepat

Teknik baru ini menggabungkan penghitungan kimia tradisional dengan kemajuan terbaru di dalam Machine Learning.

oleh M Hidayat diperbarui 16 Mar 2021, 12:00 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2021, 12:00 WIB
Ilustrasi Machine Learning, Deep Learning, Artificial Intelligence, Kecerdasan Buatan
Ilustrasi Machine Learning, Deep Learning, Artificial Intelligence, Kecerdasan Buatan. Kredit: Mohamed Hassan via Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Obat-obatan hanya dapat bekerja, jika mereka menempel pada protein targetnya di dalam tubuh.

Menilai bahwa keterikatan menjadi rintangan utama dalam proses penemuan dan penyaringan obat, penelitian baru yang menggabungkan kimia dan Machine Learning dapat mengatasi rintangan itu.

Teknik baru bernama DeepBAR ini dapat dengan cepat menghitung keterikatan antara kandidat obat dan targetnya. Pendekatan ini menghasilkan kalkulasi tepat dalam waktu lebih singkat dibandingkan dengan metode sebelumnya.

Para peneliti meyakini DeepBAR suatu hari nanti dapat mempercepat laju penemuan obat dan rekayasa protein.

"Metode kami lebih cepat dari sebelumnya, artinya kami dapat menemukan obat yang efisien dan andal," kata Bin Zhang ko-penulis penelitian tersebut yang juga merupakan Pfizer-Laubach Career Development Professor di bidang kimia di MIT, dikutip dari rilis pers via Eurekalert, Selasa (16/3/2021).

Sementara penulis utama penelitian yang terbit di di Journal of Physical Chemistry Letters ini adalah Xinqiang Ding, seorang peneliti postdoc di Department of Chemistry di MIT.

Afinitas antara molekul obat dan protein target diukur dengan kuantitas yang disebut energi bebas pengikat; semakin kecil angkanya, semakin lengket ikatannya.

"Energi bebas pengikat yang lebih rendah berarti obat itu dapat bersaing dengan lebih baik terhadap molekul lain, yang berarti dapat mengganggu fungsi normal protein secara lebih efektif," tutur Zhang.

Menghitung energi bebas pengikat calon obat memberikan indikator efektivitas potensial obat. Namun, itu jumlah yang sulit untuk dipastikan.

Metode untuk menghitung energi bebas pengikat terbagi dalam dua kategori besar, masing-masing dengan kekurangannya sendiri.

Satu kategori menghitung kuantitas dengan tepat, menghabiskan banyak waktu dan sumber daya komputasi. Kategori kedua tidak terlalu mahal secara komputasi, tetapi hanya menghasilkan perkiraan energi bebas pengikatan.

Dalam hal ini, Zhang dan Ding merancang pendekatan untuk mendapatkan yang terbaik dari kedua kategori itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tepat dan efisien

DeepBAR menghitung energi bebas ikatan secara tepat, tetapi hanya membutuhkan sebagian kecil dari perhitungan yang diminta oleh metode sebelumnya. Teknik baru ini menggabungkan penghitungan kimia tradisional dengan kemajuan terbaru di dalam Machine Learning.

"BAR" di DeepBAR adalah singkatan dari "Bennett acceptance ratio" [Rasio penerimaan Bennett]. Ia merupakan algoritme yang telah berusia puluhan tahun yang digunakan dalam kalkulasi untuk energi bebas yang mengikat.

Menggunakan rasio ini biasanya membutuhkan pengetahuan tentang dua keadaan "titik akhir" (misalnya, molekul obat yang terikat pada protein dan molekul obat yang benar-benar dipisahkan dari protein), ditambah pengetahuan tentang banyak keadaan perantara (misalnya, berbagai tingkat pengikatan parsial ). Semua itu secara tidak langsung memperlambat kecepatan kalkulasi.

DeepBAR memangkas hambatan-hambatan itu dengan menerapkan rasio tersebut dalam kerangka kerja Machine Learning yang disebut model Deep Generative.

"Model ini membuat status referensi untuk setiap titik akhir, status terikat, dan status tak terikat," kata Zhang.

Kedua status ini cukup mirip, sehingga rasio penerimaan Bennett dapat digunakan secara langsung tanpa semua langkah perantara yang mahal.

 


Computer Vision

Dalam menggunakan model ini, para peneliti juga mengadaptasi teknik Computer Vision.

"Ini pada dasarnya model yang sama yang digunakan orang untuk melakukan sintensis Computer Vision," kata Zhang. "Kami semacam memperlakukan setiap struktur molekul sebagai gambar, yang dapat dipelajari oleh model. Jadi, proyek ini dibangun berdasarkan upaya komunitas Machine Learning."

Sementara mengadaptasi pendekatan visi komputer untuk kimia adalah inovasi utama DeepBAR, inovasi ini juga menimbulkan beberapa tantangan.

"Model ini awalnya dikembangkan untuk gambar 2D. Tapi di sini kami memiliki protein dan molekul - ini benar-benar sebuah struktur 3D. Jadi, mengadaptasi metode tersebut dalam kasus kami adalah tantangan teknis terbesar yang harus kami atasi," tutur Ding.

 


Masa depan screening obat-obatan

Dalam pengujian yang menggunakan molekul kecil mirip protein, DeepBAR menghitung energi bebas pengikatan hampir 50 kali lebih cepat dari metode sebelumnya.

"Kami benar-benar dapat mulai berpikir untuk menggunakannya untuk melakukan screening obat, khususnya dalam konteks Covid. DeepBAR memiliki akurasi yang sama persis dengan standar emas, tetapi jauh lebih cepat," kata Zhang.

Para peneliti menambahkan bahwa selain screening obat, DeepBAR dapat membantu perancangan dan rekayasa protein karena metode tersebut dapat digunakan untuk memodelkan interaksi antara beberapa protein.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya