Wamenkominfo: Surat Edaran Penggunaan AI Belum Atur Sanksi, tapi Jadi Panduan Etik

Menurut Wamenkominfo, Surat Edaran Pedoman AI yang akan dirilis Kominfo belum berisi soal sanksi, tapi bisa jadi panduan terkait etika penggunaan kecerdasan buatan.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 07 Des 2023, 19:32 WIB
Diterbitkan 07 Des 2023, 17:00 WIB
Wamenkominfo Nezar Patria
Wamenkominfo Nezar Patria. Credit: Biro Humas Kominfo

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) baru-baru ini mengungkapkan sedang menggarap Surat Edaran Pedoman Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI).

Wakil Menkominfo Nezar Patria pun menyebut, meski bersifat normatif dan etik, surat edaran pedoman AI ini juga telah mengadopsi nilai-nilai demokrasi. Selain itu, Wamenkominfo menegaskan bahwa dalam surat edaran ini, belum ada sanksi untuk diterapkan.

"Di Surat Edaran belum ada sanksi karena lebih ke panduan normatif," katanya usai Diskusi Multi-pemangku Kepentingan untuk Pengembangan Kerangka Etika Kecerdasan Artifisial, Selasa lalu.

"Tapi AI harus transparan, harus inklusif, mengadopsi nilai-nilai demokrasi, nondiskriminatif, dan akuntabel. Itu jadikan sebagai panduan etik," kata Nezar di Jakarta.

Mengutip siaran pers, Kamis (7/12/2023), Nezar Patria mengatakan salah satu ekosistem teknologi AI berupa AI generatif menghasilkan deepfake, saat ini banyak digunakan. Ia mengingatkan bahwa pemanfaatannya bisa untuk kegiatan positif, tetapi juga ada peluang penyalahgunaan.

"Yang positif misalnya digunakan untuk marketing tanpa memberikan kerugian kepada pihak lain, tapi ada juga yang mencoba melakukan disinformasi dan misinformasi dengan menggunakan deepfake ini."

"Nah ini yang coba kita pagari secara etik, bahwa misalnya kalau ada produk generative AI yang menggunakan teknologi deepfake harus transparan," imbuhnya.

Nezar menekankan, setiap pengguna AI generatif baik dalam bentuk gambar, video, teks, atau suara, harus memastikan sumber teknologi yang digunakan.

"Kalau yang dipakai adalah hasil generative AI, maka dengan demikian publik akan tahu bahwa ini adalah produk deepfake," kata Wamenkominfo.

Surat Edaran Bisa Jadi Panduan

Adapun, Panduan Penggunaan AI nantinya masih akan berupa surat edaran. Meski begitu, diharapkan dari sana akan ada regulasi sementara sebagai panduan.

Menurut Nezar, hal ini sebagai antisipasi dalam waktu singkat, di mana surat edaran ini bisa menjadi sebuah panduan, misalnya saat ada masalah hukum.

"Misalnya ada produk-produk yang menggunakan generative AI selama dia mengadopsi surat edaran ini tentu saja jika nanti bersinggungan dengan hukum, prosesnya akan dilihat bahwa sebetulnya cukup etis."

"Tetapi mungkin nanti ada beberapa hal dari peraturan hukum yang berlaku yang dilanggar akan menjadi pertimbangan hakim dalam soal ini."

Selain itu, jika kecerdasan buatan generatif dipakai dengan melanggar aspek etik dan hukum yang mengatur ruang digital di Indonesia, hakim juga bisa memberikan kesimpulan.

"Ada juga yang tidak melanggar etik tetapi mungkin punya persoalan dengan hukum, itu jadi pertimbangan hakim," kata Wamenkominfo.

Nezar juga mengapresasi diskusi multi-pemangku kepentingan untuk membahas pengembangan kerangka etika AI. Menurutnya masukan dari diskusi akan sangat berharga dalam memperkaya surat edaran dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip etis.

Wamenkominfo pun mengatakan Kominfo terbuka untuk berdiskusi dengan para stakeholder dalam pembuatan surat edaran AI ini, termasuk konsultasi dengan lembaga-lembaga masyarakat sipil.

Penggunaan AI Harus Transparan, Inklusif, dan Nondiskriminatif

AI
Ilustrasi AI sebagai gambaran otak manusia. (Foto: Unsplash/Steve Johnson)

Di kesempatan berbeda, Wamenkominfo menekankan pengembangan dan pemanfaatan teknologi AI harus dijalankan dengan transparan, inklusif, dan juga non-diskriminatif.

"AI itu harus bersifat inklusif dan nondiskriminatif juga. Lalu harus transparan terutama untuk generatif AI," tegasnya dalam acara Next Level Al Conference di Semarang, Jawa Tengah, dikutip Senin (27/11/2023) dari situs resmi Kominfo.

Ia menilai prinsip itu memiliki arti penting karena perkembangan teknologi AI banyak manfaat di berbagai sektor kehidupan. Nezar menyontohkan banyak beredar video yang dibuat dengan teknologi AI bahkan deepfake.

"Kami berharap developer aplikasi bisa memberikan watermark-nya bahwa gambar yang ditampilkan adalah hasil generatif AI. Ini penting supaya publik tidak tersesat dan tidak punya impresi salah terhadap produk AI yang mereka konsumsi," imbaunya.

Oleh karena itu, menurut Wamenkominfo, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memitigasi segala risiko yang akan terjadi.

"Kami optimistis bahwa AI akan banyak manfaatnya ke depan, tapi kita juga harus bersiap untuk memitigasi risikonya,” Nezar menuturkan.

Ia menyebut salah satu upaya meminimalkan risikonya yaitu dengan Surat Edaran (SE) Menkominfo mengenai Pedoman Etika Penggunaan AI. Pedoman ini akan menjadi norma dasar bagi para pengembang dan pengguna AI.

"Mengingat AI lebih banyak menggunakan data, maka SE dihadirkan sabagai panduan agar setiap developer yang menggunakan AI bisa menjalankannya secara transparan," kata Wamenkominfo.

"Melalui SE tersebut, Indonesia memiliki framework etik sebelum berangkat kepada regulasi yang lebih komprehensif," ucapnya.

 

Selaras dengan UU PDP

Kominfo juga menyatakan akan terus memantau perkembangan inovasi di bidang AI. Pada saat bersamaan, akan menyelaraskan dengan regulasi yang sudah ada, seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

"Nanti akan ada peraturan pemerintah dan peraturan menteri, termasuk UU ITE yang direvisi. Nanti kalau sudah ditetapkan akan menjadi pendukung ekosistem regulasi emerging technologies seperti AI ini bisa kita atur," Nezar menjelaskan.

Co-Founder Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) Bambang Riyanto mengatakan saat ini dunia sedang berada pada Era Narrow AI yang memungkinkan penyelesaian tugas khusus seperti men-track gambar, menerjemah, atau menunjuk lokasi.

Sebelumnya, teknologi AI banyak digunakan untuk sentimen analisis, merangkum dokumen, melakukan transaksi, atau prediksi dari teks melalui prompt atau perintah.

"Visi dari AI ke depannya untuk membentuk sesuatu yang lebih general yang memiliki kemampuan seperti manusia. Bisa mengenal wajah, bisa mengerti bahasa yang diucapkan oleh orang lain, bisa memecahkan masalah, melakukan pembelajaran, dan memahami," tutur Bambang.

Lebih dari itu, teknologi AI merupakan satu bidang teknologi yang ingin menciptakan komputer yang lebih cerdas mendekati kecerdasan makhluk hidup atau manusia. "Seperti kemampuan belajar, menalar, problem solving. Ini yang ingin ditiru AI," Bambang menandaskan.

Infografis Kenaikan Jumlah Pengguna Media Sosial di Indonesia
Infografis Kenaikan Jumlah Pengguna Media Sosial di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya