Neraca Perdagangan Surplus, Menkeu: Artinya Kita Dipercaya

Pemerintah sumringah dengan realisasi surplus neraca perdagangan yang mencapai US$ 785,3 juta pada Februari 2014.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 01 Apr 2014, 17:39 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2014, 17:39 WIB
foto2-130521b.jpg
Chatib Bisri sebelumnya adalah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) (Foto: Rumah Tangga Kepresidenan)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sumringah dengan realisasi surplus neraca perdagangan yang mencapai US$ 785,3 juta pada Februari 2014. Perolehan ini dipicu peningkatan ekspor yang diiringi dengan penurunan impor manufaktur.

Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengungkapkan, realisasi surplus neraca perdagangan Februari ini jauh lebih baik ketimbang perkiraan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang mematok US$ 760 juta.

"Surplus neraca perdagangan jauh lebih bagus dari perkiraan saya karena orang sudah bring forward (ekspektasi) mendahului ekspor mineralnya. Tapi sekarang surplus terjadi karena impor manufakturing turun tajam, dan ada perbaikan dalam ekspor terutama CPO," jelas dia di kantornya, Selasa (1/4/2014).

Penurunan impor, kata Chatib, akibat dari implementasi kebijakan PPh Impor 22. Pasar sudah bereaksi terhadap aturan tersebut sehingga ikut berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan yield surat utang.

"Artinya orang melihat kita bisa dipercaya dan kebijakannya berjalan, tapi saya musti tetap kasih arahan sudah beres belum, pelan-pelan sehingga akan menunjukkan (kebijakan) ini sustainable ke depan," terangnya.

Chatib optimistis, surplus bisa tetap berkelanjutan karena adanya perjanjian ekspor yang didesain pelaku usaha dalam kurun waktu berbulan-bulan.

"Kalau mau ekspor pasti kontraknya sudah dibuat 6 bulan lalu. Dia buat perjanjian ekspor sekarang, tapi ekspornya baru 3 atau 6 bulan ke depan, sama kayak kamu belanja di Kaskus atau Amazone. Itu beli dulu, baru barangnya datang jadi kurang lebih ekspor impor tuh begitu," paparnya.

Kebijakan ekspor impor tersebut, tambah dia, akan diterapkan sampai defisit transaksi berjalan menyentuh level di bawah 3% atau tepatnya 2,5%.

Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo, mengaku terkejut dengan realisasi surplus neraca perdagangan yang hampir menyentuh US$ 800 juta.

"Kami juga tidak menduga karena sebelumnya kami perkirakan di kisaran US$ 300 juta-US$ 400 juta atau hampir mendekati US$ 600 juta," ujarnya.
 
Selain itu, lanjut Sasmito, perolehan tersebut ditopang dari kenaikan beberapa komoditas pada Maret ini. "Kami akan mendorong nilai ekspor kita ke depan, terutama kelapa sawit karena harganya naik di Maret 2014, jadi nanti ekspornya meningkat bulan ketiga ini," terang dia.
 
Untuk itu, dia berharap pemerintah dan BI dapat mengendalikan defisit. "Saya memberikan apresiasi kepada pemerintah dan BI yang berhasil melaksanaknan desainnya. Mereka kan pilihannya antara menaikkan pertumbuhan ekonomi atau mengendalikan inflasi dan menjaga defisit," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya