Proyek Panas Bumi Sering Mendapat Penolakan

Nusa Tenggara Timur menjadi salah wilayah yang memiliki potensi sumber panas bumi tetapi mendapatkan kendala untuk dikembangkan.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 19 Mei 2014, 16:13 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2014, 16:13 WIB
2016, PLTP Karaha Siap Suplai Listrik
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha Unit 1 berkapasitas 1x30 MW di PLTP Karaha Bodas, Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (19/4). (REUTERS/Beawiharta)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan seringkali mendapat penolakan dalam pengembangan proyek panas bumi, padahal proyek tersebut sangat berpengaruh pada sektor kelistrikan ke depannya.

Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM, Tisnaldi mengatakan,  penolakan biasanya karena warga takut  proyek pengembangan panas bumi merusak lingkungan. Padahal, panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan.

"Karakteristik panas bumi energi bersih, ramah lingkungan dan suistanable," kata Tisnaldi, dalam workshop media tentang kegiatan usaha panasbumi, di Kantor Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Senin (19/5/2014).

Ia menyayangkan aksi masyarakat yang menolak proyek pengembangan panas bumi. Pasalnya, proyek tersebut sangat berpengaruh pada penambahan pasokan listrik. Jika pengembangan proyek ini dihalangi maka dikhawatirkan akan mengalami krisis listrik.

"Kalau memang menolak itu sama saja mereka tidak ingin ada listrik di daerahnya. Jangan tangisi kalau energi tidak ada meski potensi panas bumi dapat digarap," ungkapnya.

Ia menyebutkan,  Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu wilayah yang masih belum terjangkau listrik. Padahal di wilayah tersebut ada sumber panas bumi namun tidak bisa dikembangkan karena mendapatkan kendala.

"Pemerintah ingin tingkatkan rasio elektrifikasi nasional tapi masyarakat nolak. Ya sudah kami juga tidak mau memaksa," ujar Tisnaldi. (Pew/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya