Liputan6.com, Bangkok - Para produsen karet Thailand meminta pemerintahnya mengubah sistem perpajakan ekspor komoditas hasil pertanian dan perkebunan di negara tersebut. Permintaan tersebut dilayangkan agar para pengusaha karet dapat bersaing dengan para negara produsen lain di Indonesia dan Malaysia.
Mengutip laman Business Recorder, Selasa (19/8/2014), para eksportir karet Thailand meminta pemangkasan tarif pengiriman barang atau mengubah tarif flat dari sistem perpajakan yang berlaku sekarang. Pasalnya, saat ini perubahan tarif flat masih bergantung pada harga-harga di pasar.
Baca Juga
"Kami ingin pemerintah membuat harganya menjadi lebih fleksibel. Akan lebih baik jika pemerintah memangkas nilai pajak," ungkap Sekretaris Jenderal Thai Rubber Association, Bundit Kerdvongbundit.
Advertisement
Sistem perpajakan yang berlaku sekarang dikenalkan pada 2012 saat harga karet melonjak ke level tertinggi. Karet yang diekspor dikenakan tarif pajak sebesar 3 baht per Kilogram jika harganya berkisar antara 80 dan 100 baht.
Tapi jika harga karet sedang berada di bawah kisaran tersebut, tarif pajaknya hanya 2 baht per Kilogram. Saat harganya berkisar di atas 100 baht, maka pajaknya menjadi 5 baht per Kilogram.
Tahun ini, harga-harga karet global terhitung merosot lebih dari 25 persen karena adanya permintaan yang terlalu besar dari China. Presiden asosiasi terebut mengatakan, para produsen karet akan lebih nyaman dengan tarif flat sebelumnya sebesar 1,5 baht per Kg yang setara dengan tarif di Malaysia.
Sementara Indonesia, produsen karet terbesar kedua di dunia bahkan tidak mengenakan tarif pajak apapun untuk ekspor komoditas tersebut. Berbeda dengan Thailand yang merupakan eksportir karet terbesar di dunia, Indonesia menawarkan harga sekitar US$ 1,65 per kilogram (kg). (Sis/Nrm)