Menteri KKP Bantah Pencurian Ikan di Laut RI Capai Rp 300 Triliun

Tim transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla pernah menyebutkan potensi kerugian yang ditanggung Indonesia bisa mencapai Rp 300 triliun.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Okt 2014, 17:39 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2014, 17:39 WIB
 BBM Langka, Harga Ikan Laut Melonjak
Ikan-ikan segar ini diprediksi harganya akan melonjak karena kelangkaan BBM, Jakarta, Kamis (28/8/2014) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Berbagai pihak menyatakan tiap tahunnya, Indonesia terus mengalami kerugian dalam jumlah yang sangat besar akibat aktivitas pencurian ikan secara ilegal di wilayah perairan nusantara.

Bahkan tim transisi Joko Widodo-Jusuf Kalla pernah menyebutkan potensi kerugian yang diterima oleh Indonesia bisa mencapai Rp 300 triliun. Namun hal tersebut dibantah Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sharif C Sutardjo.

Dia mengatakan, boleh saja semua pihak untuk berasumsi besaran kerugian negara akibat pencurian ikan ini. Namun dirinya memastikan bahwa kerugian tersebt tidak mencapai angka triliunan rupiah.

"Ini semua pihak berasumsi, FAO mengatakan Rp 100 triliun, tim Jokowi bilang Rp 300 triliun. Tapi menurut saya tidak sebesar itu," ujarnya usai menghadiri Indonesia Ocean Investment Summit di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2014).

Dia menjelaskan, saat ini potensi ikan yang bisa ditangkap diwilayah perairan Indonesia sebesar 6,3 juta ton-6,5 juta ton. Dari jumlah tersebut, Indonesia hanya punya hak tangka hanya sekitar 80% atau sekitar 5,5 juta ton.

"Sekarang kita sudah mencapai 5,83 juta ton, sebenarnya kita sudah melebihi ketentuan jadi sisanya itu paling sekitar 700 ribu ton," lanjut dia.

Dari angka sisa sebesar 700 ribu ton tersebut, jika semuanya dicuri, maka nilainya diperkirakan hanya sebesar US$ 3,5 juta atau sebesar Rp 42 miliar (dengan perkiraan kurs Rp 12 ribu). "Jadi itu hanya berapa yang dicuri. Misalnya sisi itu (700 ribu ton) dikalikan US$ 5 (harga per ikan), itu hanya sekitar US$ 3,5 juta," katanya.

Menurut Sharif, untuk menjaga agar besaran pencurian ikan ini tidak terus meningkat, perlu kerjasama dari semua pihak dan bukan hanya menjadi tanggung jawab dari kementerian.

"Kalau sampai ada (pencurian) ini tanggung jawab semua, baik KKP, TNI Angkatan Laut, polisi, Kementerian Perhubungan. Kita juga bentuk Bakamla. Ini satu-satunya badan yang bisa memerika, menangkap pencuri ikan. Dulu TNI bisa menangkap, polisi bisa tangkap, jadinya kacau," tandasnya. (Dny/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya