Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah dan kepala daerah untuk menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Kabupaten atau Kota (UMK) berdasarkan pertimbangan kesanggupan industri kecil dan menengah (UKM).
Ketua Umum Apindo, Sofyan Wanandi menolak tegas bila penetapan upah buruh berkiblat atau berpatokan pada gaji Jakarta. Sebab dinilainya, tak adil bagi pengusaha golongan UKM.
"Sebenarnya masih ada kok UMP Rp 1,2 juta sampai Rp 1,6 juta per bulan. Makanya jangan bicara Jakarta saja, karena Jakarta ini spesial, semua pelayanan dan orang-orang kaya ada di sini, jadi mau bayar gaji besar, silakan," ucap dia di Jakarta, Rabu (12/11/2014) malam.
UMP Jakarta saat ini tercatat sebesar Rp 2,4 juta per bulan. Dan buruh kembali menuntut kenaikan UMP menjadi Rp 3 juta per bulan. Namun jika harga bahan bakar minyak (BBM) naik tahun ini, buruh mengancam akan meminta penyesuaian gaji lebih besar dari Rp 3 juta.
"Jakarta jangan dijadikan barometer semua provinsi menerapkan UMP sama, yang akhirnya membuat industri atau banyak perusahaan mati. Kalau industri mati, buruhnya tidak punya pekerjaan," tegas Sofyan.
Sebenarnya, kata dia, pengusaha besar seperti anggota Apindo telah memenuhi permintaan buruh sampai kenaikan menjadi Rp 3 juta per bulan. Tapi pemerintah juga harus melihat kondisi keuangan UKM.
"(Perusahaan) yang besar sudah bayar UMP Rp 3 juta per bulan, tidak ada yang bayar di bawah itu. Tapi coba (perusahaan) kecil, bisa tidak? Karena 99 persen rakyat kecil kerja di UKM semua, jadi kenaikan UMP bisa matikan mereka semua. Kalau dipaksakan, mati semua mereka," pungkas dia. (Fik/Gdn)
Ketua Umum Apindo, Sofyan Wanandi menolak tegas bila penetapan upah buruh berkiblat atau berpatokan pada gaji Jakarta. Sebab dinilainya, tak adil bagi pengusaha golongan UKM.
"Sebenarnya masih ada kok UMP Rp 1,2 juta sampai Rp 1,6 juta per bulan. Makanya jangan bicara Jakarta saja, karena Jakarta ini spesial, semua pelayanan dan orang-orang kaya ada di sini, jadi mau bayar gaji besar, silakan," ucap dia di Jakarta, Rabu (12/11/2014) malam.
UMP Jakarta saat ini tercatat sebesar Rp 2,4 juta per bulan. Dan buruh kembali menuntut kenaikan UMP menjadi Rp 3 juta per bulan. Namun jika harga bahan bakar minyak (BBM) naik tahun ini, buruh mengancam akan meminta penyesuaian gaji lebih besar dari Rp 3 juta.
"Jakarta jangan dijadikan barometer semua provinsi menerapkan UMP sama, yang akhirnya membuat industri atau banyak perusahaan mati. Kalau industri mati, buruhnya tidak punya pekerjaan," tegas Sofyan.
Sebenarnya, kata dia, pengusaha besar seperti anggota Apindo telah memenuhi permintaan buruh sampai kenaikan menjadi Rp 3 juta per bulan. Tapi pemerintah juga harus melihat kondisi keuangan UKM.
"(Perusahaan) yang besar sudah bayar UMP Rp 3 juta per bulan, tidak ada yang bayar di bawah itu. Tapi coba (perusahaan) kecil, bisa tidak? Karena 99 persen rakyat kecil kerja di UKM semua, jadi kenaikan UMP bisa matikan mereka semua. Kalau dipaksakan, mati semua mereka," pungkas dia. (Fik/Gdn)