Buruh akan Gelar Mogok Kerja Nasional Besok, Ini Imbauan Menperin

Buruh akan menggelar aksi mogok kerja nasional pada 6-8 Oktober 2020.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2020, 08:48 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2020, 19:05 WIB
Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR Tolak Omnibus Law
Ribuan buruh melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Buruh akan menggelar aksi mogok kerja nasional pada 6-8 Oktober 2020. Hal ini sebagai bentuk penolakan buruh terhadap Undang-Undang Cipta Kerja yang harus saja disahkan hari ini.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perindustri Agus Gumiwang Kartasasmitamengajak perusahaan dan industri untuk mencegah adanya aksi mogok kerja masal tersebut.

Hal tersebut disampaikan Agus melalui surat Nomor B/71/M-IND/X/2020 berihal Rencana Aksi Mogok Kerja dan Unjuk Rasa.

"Tidak menghentikan kegiatan proses produksi. karena dalam proses pemulihan kondisi ekonomi akibat dampak pandemi Covid 19 seperti saat ini, dibutuhkan kinerja optimal dari perusahaan industri yang tentunya harus dilakukan dengan tetap menjaga produktivitas tenaga kerja. Sinergisme dan kerja keras dari pengusaha dan pekerja, semakin sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan pasar (market) dan pembeli (buyers)," dikutip dari surat tersebut, Senin (5/10/2020).

Kemudian, Menperin juga meminta untuk meningkatkan intensitas dialog dengan pata pemimpin serikat pekerja/buruh di tingkat perusahaan guna menciptakan keterbukaan dan keharmonisan antara manajemen perusahaan dengan pengurus serikat pekerja/buruh, sehingga rencana aksi mogok kerja dan unjuk rasa dapat dicegah, ditunda, atau sekurang-kurangnya tetap berjalan tanpa melanggar peraturan perundang undangan dan saling menjaga agar kegiatan produksi (tdak terganggu;

Perusahaan juga diminta untuk memberikan edukasi kepada para pekerja bahwa dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, aksi unjuk rasa dipastikan menimbulkan kerumunan massa dalam jumlah besar yang tidak terkendali, sehingga protokol pencegahan penularan Covid-19 tidak bisa dijalankan dan berpotensi menciptakan kluster baru penularan Covid 19 di lingkungan perusahaan.

Selain itu, perusahaan diminta untuk melaporkan kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) apabila terdapat tanda awal atau ada terjadinya tindakan intimidasi, kekerasan, dan pemaksaan untuk melakukan mogok kerja dan unjuk rasa (aksi sweeping) yang dialami pekerja. Dalam hal ini plhak Polri akan memberikan perlindungan kepada para pekerjadan tindakan tegas terhadap pelanggaran hukurn yang terjadi.

"Berkoordinasi secara intensif dengan aparatur pemerintah daerah dan aparat keamanan di lingkungan setempat, guna menjaga kelancaran seluruh kegiatan operasional perusahaan industri," tutup surat tersebut.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Mogok Kerja Nasional Bisa Picu Gelombang PHK

Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR Tolak Omnibus Law
Buruh saat melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Dunia usaha menyayangkan rencana aksi mogok kerja yang akan dilakukan serikat pekerja pada 6-8 Oktober 2020. Sebab, hal itu semakin menunjukkan kepada calon investor bahwa tenaga kerja kita kurang produktif dan kompetitif.

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan, jika Serikat Pekerja/Buruh akan tetap memaksakan mogok kerja dengan unjuk rasa, diprediksikan tidak akan efektif dan takut mendapatkan sanksi lantaran aksi mogok kerja yang ilegal atau tidak sah.

"Mogok kerja memang hak dasar pekerja/dan buruh yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, mogok kerja dinyatakan sah jika perundingan gagal antara Serikat Pekerja/Buruh dengan Perusahaan atas masalah hubungan industrial yang terjadi," kata Sarman kepada Liputan6.com, Senin (5/10/2020).

Ia menjelaskan, lalu SP/SB wajib memberitahukan 7 hari kerja sebelum mogok secara tertulis kepada pengusaha dan Dinas Tenaga Kerja. Diluar ketentuan tersebut diatas tidak sah dan jika pekerja/buruh ikut ajakan mogok kerja tersebut diatas maka pengusaha dapat memberikan sanksi.

"Dalam situasi seperti ini kita harus menjaga psikologi pengusaha agar jangan sampai melakukan PHK, akibat dari isu mogok kerja yang dilakukan tidak sesuai aturan ketenagakerjaan," jelasnya.

Kata Sarman, harusnya Serikat Pekerja/Buruh mengutamakan kepentingan yang lebih luas dan strategis demi masa depan ekonomi Indonesia dan nasib pekerja/buruh dan jutaan pengangguran.

Lantaran, RUU Cipta Kerja dirancang menjadi solusi bagi persoalan fundamental yang menghambat transformasi ekonomi nasional selama ini, seperti obesitas regulasi, rendahnya daya saing, dan terus meningkatnya angkatan kerja yang membutuhkan lapangan kerja baru.

Jelasnya, RUU Cipta Kerja bisa menjadi jalan bagi perbaikan drastis struktur ekonomi nasional sehingga bisa meraup angka pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7-6 persen dengan target Penciptaan Lapangan Kerja sebanyak 2,7 - 3 juta/tahun. 

Kompetensi Pekerja

Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR Tolak Omnibus Law
Buruh saat melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lalu, peningkatan kompetensi pencari kerja dan kesejahteraan pekerja, peningkatan Produktivitas Pekerja, yang berpengaruh pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi, peningkatan Investasi sebesar 6,6-7,0 persen yang akan menciptakan lapangan kerja baru.

Dan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan Pemberdayaan UMKM dan Koperasi, yang mendukung peningkatan kontribusi UMKM terhadap PDB menjadi 65 persen.

"Secara umun RUU ini mampu menjawab berbagai tantangan ketenagakerjaan dalam dari sisi produktivitas dan daya saing dan relatif rendah dibanding negara lain. Menyikapi RUU Cipta Kerja ini Serikat Pekerja/Buruh seharusnya berani keluar pola pikir konvensional,membawa pekerja/buruh yang berdaya saing dengan skill dan kompotensi yang mampu menyesuaikan dengan teknologi terkini," ujarnya.

Sehingga kita tidak lagi terjebak dengan issu Upah akan tetapi upah akan disesuaikan dengan kompetensi atau skill pekerja. Jika dalam RUU Cipta Kerja ini masih ada hal hal yang dianggap belum sesuai dengan keinginan Serikat Pekerja/Buruh tentu masih dapat di masukkan dalam aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri.

"Harapan kami agar Serikat Pekerja/Buruh dapat bersama sama membangun perekonomian,meningkatkan kompetensi pekerja dan memikirkan nasib jutaan pengangguran yang terkena PHK dan dirumahkan," pungkasnya. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya