Bank Dunia: Ekonomi RI Tumbuh 4,7% Lebih Baik dari Negara Lain

Ekonom Bank Dunia, Ndiame Diop menilai, ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik ketimbang negara pengekspor lain karena pemerintah pro aktif.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 22 Okt 2015, 11:46 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2015, 11:46 WIB
Perlambatan Ekonomi Indonesia Mengkhawatirkan
Suasana gedung bertingkat di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (15/5/2015). Perlambatan ekonomi Indonesia di triwulan I tahun 2015 sebesar 4,7 persen dinilai para pengamat ekonomi sangat mengkhawatirkan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap  pada angka 4,7 persen pada 2015. Perkiraan tersebut jauh meleset dari target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar 5,7 persen.

Perlambatan pertumbuhan ini tentu menjadi kendala pemerintah untuk menurunkan jumlah orang miskin di Tanah Air. "Proyeksi dasar Bank Dunia untuk pertumbuhan PDB tahun ini masih 4,7 persen atau tidak berubah seperti kuartal II 2015," ujar Ekonom Utama Bank Dunia, Ndiame Diop saat Paparan Indonesia Economic Quarterly di Paramadina Public Policy Institute, Jakarta, Kamis (22/10/2015).

Menurut‎ laporan yang berjudul 'Di Tengah Volatilitas Dunia', Diop mengatakan, perlambatan ini terjadi akibat melemahnya perdagangan global dan rendahnya harga komoditas, di samping perlambatan pertumbuhan investasi tetap maupun konsumsi domestik.

"Indonesia menghadapi kendala yang sama dengan negara tetangga, akibat upaya Tiongkok menuju economic rebalancing dan persiapan normalisasi kebijakan moneter Amerika," kata Diop.

Sambung Diop, rendahnya harga ‎komoditas global dan perlambatan pertumbuhan mempengaruhi pengumpulan penerimaan, sehingga memperkecil ruang bagi stimulus fiskal karena batas defisit anggaran sebesar 3 persen dari PDB.

"Perlambatan pertumbuhan dan peningkatan harga bahan pangan telah menghambat laju penurunan kemiskinan. Tekanan nilai tukar berlanjut membatasi pilihan-pilihan kebijakan moneter," ucap dia.

Seperti diketahui, target angka kemiskinan dalam APBN-P 2015 sebesar 10,3 persen. Sementara realisasi jumlah orang miskin di Indonesia naik menjadi 28,59 juta jiwa selama periode September 2014-Maret 2015.

Ia menilai, tekanan harga bahan pangan terutama beras telah meningkat pada beberapa bulan terakhir sebagai akibat musim kemarau berkepanjangan atau El Nino di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan Bank Dunia memperkirakan kondisi El Nino akan moderat dan mendongkrak harga beras hingga 10 persen tahun ini.

"Dampak El Nino berpotensi meningkatkan harga beras 10 persen tahun ini sehingga ada inflasi tambahan 0,3 - 0,6 persen. Rumah tangga miskin menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan dan akan merasa dampak yang lebih besar dari naiknya harga-harga barang ini," jelas Diop.

Namun demikian, dia mengaku, proyeksi pertumbuhan ekonomi ini lebih baik dibanding negara pengekspor komoditas lain karena ada kebijakan pemerintah yang pro aktif. "Implementasi yang baik bisa memperkuat kepercayaan investor," ujar Diop.

Sebagai contoh, dia menjelasan, penyerapan anggaran belanja menanjak di kuartal III dengan perkiraan 21,4 persen dalam kondisi riil selama 9 bulan pertama di tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Dengan begitu, upaya tersebut, diharapkan dapat memperbaiki tingkat pertumbuhan investasi yang kini 3,2 persen di kuartal II lalu. ‎

"Pemerintah mengumumkan serangkaian paket reformasi yang fokus mengurangi beban dari peraturan dan memperkecil biaya untuk melakukan usaha, misal percepatan izin investasi dan penggunaan lahan, percepatan pendaftaran perusahaan dan lebih rendahnya harga energi untuk konsumen industri. Implementasi yang efektif dan tepat waktu dari reformasi tersebut akan berkontribusi terhadap upaya kepada laju pertumbuhan tinggi dan berkelanjutan," pungkas Diop. (Fik/Ahm)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya