OJK Belum Dapat Laporan Asuransi Korban Kabut Asap

Kabut asap pekat menyelimuti wilayah Sumatera dan Kalimantan sejak tiga bulan terakhir.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Okt 2015, 19:30 WIB
Diterbitkan 26 Okt 2015, 19:30 WIB
Kota Jambi Kembali Ditutupi Kabut Asap Pekat
Lantaran pekatnya kabut asap, Bandara Sultan Thaha, Jambi lumpuh siang tadi.

Liputan6.com, Jakarta - Kabut asap pekat menyelimuti wilayah Sumatera dan Kalimantan sejak tiga bulan terakhir. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengaku sampai saat ini belum ada perusahaan maupun masyarakat yang mengajukan klaim asuransi akibat bencana alam tersebut.

"Belum ada (perusahaan dan masyarakat) yang mengajukan hingga sekarang," Kepala Eksekutif Pengawas Industri Non-Bank OJK, Firdaus Djaelani saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (26/10/2015).

Dia mengaku, OJK dan asosiasi asuransi masih menghitung dampak kerugian akibat peristiwa kabut asap yang melanda Provinsi di kedua pulau tersebut. Dijelaskan Firdaus, perusahaan biasanya baru mengajukan pencairan jaminan asuransi bila bencana tersebut sudah berakhir.

"Pasti ada ya (klaim) tapi kita belum terima. Biasanya kan klaim dilakukan setelah persoalan sudah selesai, nah sampai sekarang saja kita belum tahu kabut asapnya berakhir sampai kapan. Mungkin pas musim hujan tiba di November, mereka baru menghitung kerugian karena tidak bisa produksi," terangnya.

Seperti diketahui, Penanganan kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan ‎di Kalimantan dan Sumatera terus dilakukan. Namun pemerintah pesimistis penanganan kebakaran yang berdampak pada bencana kabut asap itu selesai dalam waktu cepat. Apalagi, fenomena El Nino terbilang lebih parah dari 1997.

‎"Tantangan utama kita, El Nino melebihi 97-98.‎ Saya enggak yakin 2 minggu akan selesai untuk zero asap, tapi berkurang signifikan iya," ujar Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan.

Menurut dia, pemerintah telah melakukan upaya pemadaman kebakaran melalui water bombing dan hujan buatan. Namun proses pembuatan hujan masih terkendala dengan kondisi awan yang masih sangat minim di daerah tersebut.

"Langkah jangka pendek kita fokus pemadaman. Tanpa hujan sulit, tapi water bombing dengan masif dapat mengurangi asap. Kami gunakan drone untuk memantau titik api sebelum pesawat water bombing ke lokasi," tutur Luhut.

Sulitnya penanganan kabut asap karena sebagian besar kebakaran ada di lahan gambut. Pada musim kemarau berkepanjangan, kawasan tersebut rentan terbakar. Lahan gambut sewaktu-waktu bisa kembali terbakar akibat panas yang ada di tanah.

‎"Ini pelajaran bahwa lahan gambut itu sulit diatasi. Pemberian 4,8 juta hektar adalah masalah besar bagi kami khusunya pada musim El Nino,"‎ ucap Luhut.

Adanya bantuan pesawat water bombing dari beberapa negara sahabat, dia berharap kebakaran lahan dan hutan segera ‎selesai. Namun agar lebih efektif, dia masih mengharap hujan deras secara berturut-turut turun di kawasan tersebut untuk mengantisipasi munculnya kembali titik api.

"Jumlah pesawat ini kita harap pemadaman segeraa usai. Tapi kami tetap berharap jika ada hujan deras selama 3-4 hari berturut-turut dalam 1-2 minggu ke depan, maka akan selesai. Tapi jika tidak, harus sangat hati-hati karena timbulnya kembali api dari bawah karena lahan gambut tadi," pungkas Luhut. (Fik/Zul)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya