Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan realisasi deflasi Oktober mencapai 0,08 persen. Realisasi ini berbeda dengan posisi Oktober 2014 yang mengalami inflasi mencapai 0,47 persen. Deflasi ini terjadi berturut-turut setelah realisasi deflasi 0,05 persen pada periode September 2015.
Kepala BPS Suryamin menuturkan, inflasi terkendali di angka 6,25 persen secara tahun ke tahun (year on year). Kalau secara tahun kalender (year to date) tercatat 2,16 persen. Komponen inti tahun ke tahun mencapai 5,02 persen.
Baca Juga
Suryamin mengatakan, pada 2015 ini terjadi deflasi dibandingkan lima tahun lalu yang cenderung inflasi. Ada sejumlah faktor membuat terjadinya deflasi pada 2015.
Advertisement
"Penyumbang deflasi karena terjadi deflasi di bahan makanan 1,06 persen. Suplai cukup banyak harga terkendali. Ayam ras, telur ayam ras, sayur-sayuran termasuk cabai rawit dan merah yang biasa jadi masalah kini mulai turun harganya. Pengaruhnya cukup besar, artinya terkendali," ujar Suryamin, Senin (2/11/2015).
Selain itu, Suryamin menuturkan, penyumbang deflasi juga terjadi lantaran penurunan bahan bakar seperti gas dan bensin. Tarif listrik juga mengalami penurunan. "Administer price mengalami deflasi," kata Suryamin.
Lebih lanjut ia mengatakan, kalau makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau ada inflasi sebesar 0,40 persen; sedangkan kesehatan sekitar 0,29 persen.
Dari 82 kota, Suryamin menuturkan ada 44 kota mengalami deflasi dan 38 inflasi. Deflasi tertinggi terjadi kota Tanjung Pandan mencapai 1,95 persen dan terendah terjadi di Padang Sidempuan sebesar 0,01 persen. "Inflasi tertinggi di Manado mencapai 1,49 persen," kata Suryamin.
Sebelumnya Indonesia diprediksi akan mengecap inflasi pada Oktober 2015 atau berbanding terbalik dengan realisasi September yang mencatatkan deflasi 0,05 persen. Alasannya karena bahan pangan mengalami kenaikan harga akibat kemarau berkepanjangan atau El Nino.
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI), Riyanto mengungkapkan, kecenderungan realisasi deflasi tidak akan terjadi secara berurutan sehingga diramalkan ada inflasi di bulan kesepuluh ini.
"Mungkin inflasinya saya perkirakan kecil, ya di bawah 0,2 persen karena tidak ada peristiwa atau kebijakan yang bikin harga naik," ujar Riyanto saat berbincang dengan Liputan6.com.
Inflasi, kata Riyanto, disumbang dari kenaikan harga jual komoditas pertanian, seperti beras, sayur mayur akibat musim kering berkepanjangan karena El Nino. Ia bilang, saat ini terjadi paceklik atau bergesernya musim panen.
"Tapi sampai akhir tahun saya pikir akan mencapai target bahkan inflasi bisa di bawah 4 persen," kata Riyanto.
Berbeda, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Damhuri Nasution memproyeksikan, Oktober ini Indonesia akan mendulang deflasi 0,02 persen (month to month/MoM) dan inflasi tahunan diperkirakan 6,32 persen. Sementara ekonom DBS Group Research, Gundi Cahyadi memperkirakan inflasi tahunan akan mengarah ke angka 6,4 persen dan inflasi inti 5,1 persen pada Oktober ini (year on year/YoY). (Fik/Ahm)*