Pemerintah Cari Utang Rp 605 Triliun pada Tahun Depan

Pemenuhan utang dialokasikan untuk menambal defisit anggaran yang dipatok 2,15 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Des 2015, 12:03 WIB
Diterbitkan 07 Des 2015, 12:03 WIB
Tingkat Utang RI Paling Rendah di Asia
Dari hasil riset HSBC menyebutkan, Singapura menjadi negara dengan tingkat utang tertinggi, yaitu mencapai 450 persen terhadap PDB.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyatakan, total kebutuhan utang (gross) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 mencapai Rp 605,3 triliun.

Pemenuhan utang tersebut salah satunya dialokasikan untuk menambal defisit anggaran yang dipatok 2,15 persen atau Rp 273,2 triliun di tahun depan. Dirjen DJPPR, Robert Pakpahan menyampaikan hal itu saat acara Investor Gathering 2015 "Bersama Membangun Indonesia."

"Total kebutuhan pembiayaan utang yang harus dicari sebesar Rp 605,3 triliun. Itu secara gross atau kotor," ujar dia di Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta, Senin (7/12/2015).

Robert menuturkan, utang atau pinjaman tersebut akan dipenuhi dari‎ penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) gross senilai Rp 532,4 triliun, penarikan pinjaman luar negeri non SLA sebesar Rp 69,2 triliun serta penarikan pinjaman dalam negeri senilai Rp 3,7 triliun.

"Pembiayaan utang Rp 605,3 triliun ini untuk menutup defisit anggaran di 2016 sebesar Rp 273,2 triliun, investasi Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 58,1 triliun, membiayai utang yang jatuh tempo Rp 256 triliun, pengelolaan portofolio utang Rp 3 triliun‎ dan SPN cash management Rp 15 triliun," papar dia.

Robert menuturkan, mencari sumber pembiayaan utang ini, pemerintah Indonesia akan menghadapi tantangan cukup besar di tahun depan, di antaranya ketidakpastian kondisi keuangan, pelebaran defisit, pelemahan kurs rupiah dan lainnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menyampaikan, utang yang cukup besar di tahun depan ‎dibutuhkan untuk membiayai defisit anggaran, kewajiban membayar utang jatuh tempo, PMN karena ada BUMN yang membutuhkan suntikan modal.

"Defisit kita masih besar karena sebagai negara berkembang kita membutuhkan pendanaan untuk melakukan pembangunan," terang dia.

** Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini


**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya