Defisit Anggaran dan Rasio Utang RI Lebih Rendah dari Negara Lain

Realisasi belanja negara di APBN-P 2015 menembus Rp 1.810 triliun, sedangkan pendapatan negara hanya Rp 1.491,5 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Jan 2016, 15:38 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2016, 15:38 WIB
Ilustrasi APBN
Ilustrasi APBN

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menegaskan, defisit anggaran negara sebesar 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) serta posisi utang pemerintah yang menembus Rp 3.089 triliun dengan rasio 27 persen dari PDB masih relatif rendah dibanding negara maju dan negara berkembang lainnya. Utang pun diklaim digunakan untuk kegiatan produktif.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, Indonesia, khususnya penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi sangat tertolong era booming komoditas di 2010-2013. Sementara berkah itu telah menjauh dari Republik ini dengan realisasi jatuhnya harga komoditas tambang dan perkebunan.

"Cara untuk menjaga pertumbuhan ekonomi adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk belanja modal. Belanja yang besar dengan pendapatan negara yang kurang akan meningkatkan defisit anggaran," ujarnya di Jakarta, Selasa (11/1/2016).

Dari data Kemenkeu, realisasi belanja negara di APBN-P 2015 menembus Rp 1.810 triliun. Sementara pendapatan negara hanya Rp 1.491,5 triliun sehingga diperlukan pembiayaan utang Rp 329,4 triliun. Kondisi ini meningkatkan defisit anggaran di APBN-P 2015 menjadi 2,8 persen dari PDB.

Level defisit anggaran ini, kata Bambang, lebih rendah dibanding negara lain. Sebagai contoh, Brasil dengan realisasi defisit 7,7 persen dari PDB, Jepang 5,9 persen, Meksiko 4 persen, Rusia 5,7 persen, Inggris 4,2 persen dan Amerika Serikat (AS) sebesar 3,8 persen terhadap PDB.

Serupa, kondisi utang pemerintah RI sebesar 27 persen dari PDB pun demikian lebih kecil dari negara maju dan berkembang lainnya. Rasio utang terhadap PDB Filipina sebesar 36 persen, Turki 32 persen, India, 65 persen, Thailand 44 persen, Brasil 70 persen, Jerman 71 persen, Polandia 51 persen, Italia dan Jepang bahkan menembus 133 persen dan 246 persen dari PDB.

Sementara rasio utang pemerintah AS mencapai 105 persen terhadap PDB, Malaysia dan Afrika Selatan masing-masing 56 persen dan 48 persen, Kolombia 51 persen, Inggris 89 persen, Australia 36 persen dari PDB. Adapun Chile masih 18 persen dari PDB.

"Rasio utang pemerintah Jepang saja sudah dua kali lipatnya dari PDB, tapi kan bukan berarti mau bangkrut," tegas Bambang.

Ia meminta seluruh masyarakat untuk melihat utang pemerintah dari sisi positinya. Utang tersebut diakui Bambang, digunakan untuk belanja pemerintah, termasuk belanja modal yang nilainya mencapai Rp 213 triliun di 2015.

"Ada tidak pengusaha yang tidak pernah utang? Utang bisa mengakselerasi bisnis pelaku usaha, termasuk kita. Ketika komoditas absen (menolong), yang maju adalah pemerintah lewat belanja modal, bukan belanja barang atau personal. Utang yang digunakan untuk produktif, pertumbuhan ekonomi bisa terjaga dan kesejahteraan rakyat membaik," pungkas Bambang. (Fik/Gdn)*


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya