Dirjen EBTKE Rela Ngutang Demi Pasang Panel Surya

Bukan hanya pejabat pemerintah saja yang sudah mulai sadar menggunakan energi terbarukan, tapi kini sudah menjadi gaya hidup para pengusaha.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Feb 2016, 17:30 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2016, 17:30 WIB
panel surya
Panel seukuran 10 x 10 cm bisa menyediakan tenaga 10 sampai 50 watt. (foto: The Plaid Zebra)

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan energi baru dan terbarukan bukan sekadar pemanis di bibir bagi seseorang yang mulai sadar terhadap penghematan energi dan lingkungan. Namun diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga membawa manfaat besar bagi kesejahteraan bersama.

Dialah Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pria kelahiran Sumedang, 1963 ini merupakan sosok paling berperan dalam pengembangan energi baru dan terbarukan di Republik ini.

Semangat Rida begitu panggilan akrabnya, dalam pengembangan energi terbarukan telah menyatu dengan setiap hembusan nafas. Saking ingin menjadi contoh kepada publik, Anak ke-5 dari 10 bersaudara itu memasang panel surya atau solar cell di atap rumahnya.

"Atas inisiatif sendiri, atas modal sendiri dan tidak perlu apa-apa dari pemerintah, saya pasang solar cell sudah sejak 2 tahun lalu. Bukan karena saya Dirjen, tapi ini bagian dari gerakan energi terbarukan. Masa saya teriak-teriak doang. Jadi saya pasang di kantor dan di rumah," ucapnya saat ditemui di Bali, seperti ditulis Sabtu (13/2/2016).

Rida mengaku, memasang panel surya di rumahnya dengan produksi listrik 4.000 watt. Jika minimal kapasitas produksi satu lempengan panel surya 200 watt, maka dirinya menyatukan 20 panel di atas rumahnya.



Untuk merealisasikan program energi terbarukan di huniannya, Rida rela merogoh kocek dari kantongnya hingga Rp 140 juta untuk 20 lempengan panel surya yang menyedot sumber energi matahari guna memproduksi listrik.

"Saya pakai uang sendiri Rp 140 juta untuk 4.000 watt. Itu 2 tahun lalu, tapi teman saya ada yang beli dengan produksi listrik yang sama, harganya sudah turun jauh lebih dari Rp 53 juta. Jadi pasti harganya bisa murah lagi," jelasnya.

Menariknya, Mantan Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Kementerian ESDM itu bahkan terpaksa berutang demi solar cell tersebut. Ia harus kredit atau meminjam kepada perbankan sesuai harga panel surya ini. "Iya terpaksa kredit, kan Dirjen gajinya sedikit," kata Rida sambil terkekeh.  

Menurutnya, bukan hanya pejabat pemerintah saja yang sudah mulai sadar menggunakan energi terbarukan, tapi kini sudah menjadi gaya hidup para pengusaha. Sampai-sampai, ada bentukan grup khusus pengguna panel surya sebagai wadah berbagi pengalaman, bertukar informasi seputar energi bersih ini.

"Pengusaha sudah banyak yang mulai aware, seperti Arifin Panigoro, dan lainnya. Pengusaha malahan pasang panel surya 10 ribu watt karena rumahnya besar. Alasan gaya hidup dan ingin melakukan penghematan energi jadi alasan utama mereka gunakan energi terbarukan," papar Rida.

Manfaat Panel Surya

Dua tahun mengandalkan energi terbarukan ini, diakui Rida membawa dampak positif bagi penghematan energi sampai kepada pengeluaran bulanannya. Ia mengatakan sempat terkejut dengan penurunan tagihan listrik yang harus dibayarkan.
 
"Tadinya bayar Rp 2 juta menjadi Rp 1 juta per bulan, turun dengan sendirinya," tuturnya.

Manfaat lainnya, penghematan energi rumah tangga ini bisa dialihkan untuk industri yang sangat membutuhkan ketika puncak beban listrik tinggi di siang hari. Penggunaan energi terbarukan, sambungnya, juga menurunkan emisi dari sebelumnya mengonsumsi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel atau berbasis batubara.

"Jadi energi terbarukan bisa menumbuhkembangkan industri manufaktur dan IPP. Manfaatnya banyak, sehingga ini bisa menjadi gerakan, bukan buat gaya-gayaan atau nyari untung, tapi awareness yang datang dari hati," jelas Rida.

Ia meyakini, apabila penggunaan energi terbarukan dapat meningkat dengan jumlah minimal 10 ribu orang saja, maka program energi terbarukan sebesar 23 persen dapat tercapai pada 2025.  (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya