‎Masalah KPR Subsidi yang Perlu Diketahui Konsumen

YLKI bakal menyoroti tindak lanjut dari pengembang yang gagal dalam penyediaan rumah subsidi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 17 Apr 2016, 11:45 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2016, 11:45 WIB
Ilustrasi Investasi Properti
Ilustrasi Investasi Properti (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) akan melakukan kajian mendalam terkait prosedur atau proses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi. Alasannya, YLKI telah menerima beberapa pengaduan yang merugikan konsumen terkait proses pengajuan KPR subsidi.

Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI Sularsi‎ mengatakan, YLKI telah menerima pengaduan dari konsumen yang intinya terjadi perubahan mekanisme dari sistem KPR subsidi menjadi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) biasa.

"Jadi semula skema KPR subsidi tapi kemudian tahun depan itu sudah menjadi KPR komersial. Ini sudah terjadi. Ada laporan pengaduan yang diterima YLKI," kata dia kepada Liputan6.com, seperti ditulis Minggu (17/4/2016).

Dalam kajian tersebut, YLKI juga bakal menyoroti tindak lanjut dari pengembang yang gagal dalam penyediaan rumah subsidi.

"Ini ada kasus juga, kalau misalnya KPR subsidi maka pemerintah menentukan pengembangnya, pengembang si A dan B. Nah, kalau gagal bangun itu apa yang harus dilakukan," lanjut dia.

Sularsi mengatakan, memang pengaduan yang masuk ke YLKI saat ini masih sedikit. Namun, hal tersebut tak menutup kemungkinan adanya pengaduan yang lain.

Saat ini, YLKI sendiri baru mengkaji permasalahan KPR secara umum. Dia bilang, perlu ada kajian tersendiri untuk rumah KPR subsidi.

"Kita memang belum kaji KPR subsidi, ini adalah kita mau capture umum dari kasus yang masuk YLKI. Kalau yang subsidi next time," kata dia.

YLKI juga bakal menyoroti kualitas rumah yang diberikan pengembang untuk rumah subsidi. Dia pun berpesan, konsumen mesti meminta kepastian kualitas untuk rumah subsidi yang akan dibeli.

"Makanya kalau membeli harus melihat perjanjian dari pengembang kualitas bangunan seperti apa harus ada dalam perjanjian jangan mau secara lisan," tutup Sularsi. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya