Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) berencana mencari utang baru sebesar Rp 389 triliun melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Langkah ini terpaksa dilakukan pemerintah mengingat proyeksi pendapatan negara yang lebih rendah dari belanja negara.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, mengakui bahwa fiskal Indonesia masih bermasalah pada keseimbangan primer yang mencatatkan defisit. Target di RAPBN tahun depan, defisit keseimbangan primer mencapai Rp 111,4 triliun.
Ia menjelaskan, defisit keseimbangan primer tercipta karena belanja pemerintah lebih tinggi dibanding penerimaan perpajakan, meskipun pos untuk pembayaran bunga utang sudah dicicil melalui penerbitan utang.
Advertisement
"Sebagian utang kita dibayar untuk membayar bunga utang karena penerimaan perpajakan biarpun dikurang belanja masih kebanyakan belanjanya. Jadi memang sebagian utang buat tidak produktif, tapi tidak semua," ucap Robert di Jakarta, Kamis (18/8/2016).
Baca Juga
Idealnya, menurut Robert, keseimbangan primer mendekati nol alias positif. Solusi instanĀ untuk mencapai hal tersebut adalah meningkatkan penerimaan pajak atau mengurangi belanja negara. āHanya saja, ucapnya, kondisi perekonomian domestik masih melambat akibat penurunan harga-harga komoditas ekspor.
"āTapi kita paksakan, bela-belain (belanja tinggi) supaya sumber pertumbuhan ekonomi ada. Karena belanja pemerintah yang bisa menggenjot ekonomi tumbuh ke arah 6-7 persen, sehingga harapannya meningkatkan penerimaan pajak, dan defisit primer berkurang. Kalau mengharapkan sumber pertumbuhan dari eksternal, masih minim," jelas Robert.
Robert lebih lanjut mengatakan, āpemerintah mengalokasikan pagu anggaran pembayaran bunga utang sebesar Rp 221,4 triliun di RAPBN 2017. Jumlah ini lebih tinggi dibanding APBN Perubahan 2016 yang dipatok Rp 191,2 triliun.
"Total utang pemerintah sekarang ini lebih dari Rp 3.400 triliun. Rata-rata bayar bunga utang dengan tingkat bunga 5,2 persen," katanya.
Sebagai informasi, utang pemerintah pusat sampai dengan posisi Juni 2016 sebesar Rp 3.362,74 triliun. Realisasi ini membengkak dari posisi utang bulan sebelumnya yang sebesar Rp 3.323,36 triliun. Utang tersebut diakui sebelumnya merupakan akumulasi sejak pemerintahan Orde Baru hingga sekarang.
Dikatakan Robert, utang pemerintah terdahulu mengalir untuk membangun infrastruktur dan mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi. Tak heran bila pertumbuhan ekonomi di masa-masa sebelumnya bertahan lebih dari 5 persen.
"Utang dulu kan dipakai buat bangun infrastruktur juga, dan kalau memberi hasil baik, kita senang juga kan. Pertumbuhan ekonomi kita juga bagus dibanding negara lain, bisa sampai 5 persen lebih, salah satunya di-create oleh itu (utang). Jadi lihat baiknya juga," pungkas Robert. (Fik/Gdn)