Liputan6.com, Jakarta - Upaya memenuhi kebutuhan pembiayaan tahun ini, Direktorat Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menerbitkan dan menjual Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 013 pada 29 September sampai 20 Oktober 2016. Perolehan dana dari ORI ditargetkan mencapai Rp 20 triliun.
"Kita akan meluncurkan ORI di periode 29 September-20 Oktober ini dengan target Rp 20 triliun," ujar Dirjen PPR Robert Pakpahan di kantornya, Jakarta, Senin (5/9/2016).
Target tersebut, diharapkannya dapat menambah realisasi penerbitan surat utang yang ditujukan untuk investor non institusional atau masyarakat umum, diantaranya menjaring pegawai swasta, wiraswasta, pegawai otoritas/BUMN/BUMD, Ibu Rumah Tangga, PNS dan TNI/Polri, sampai pensiunan dan pelajar serta mahasiswa.
Baca Juga
Advertisement
Robert menjelaskan, pemerintah sudah menerbitkan tiga surat utang ritel, yakni Sukuk Ritel (Sukri) dengan perolehan dana Rp 31,5 triliun, Saving Bond Ritel (SBR) Rp 3,9 triliun dan realisasi penjualan Sukuk Tabungan ST-001 dengan hasil Rp 2,9 triliun.
"Jadi kalau ditambah target ORI, pembiayaan dari ritel diharapkan mencapai Rp 58 triliun dari target penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) gross di APBN-P 2016 sebesar Rp 611,4 triliun," dia menuturkan. Â
Pemerintah tengah menggenjot porsi kepemilikan investor ritel. Alasannya, supaya Indonesia tidak mengalami guncangan parah ketika terjadi gejolak perekonomian dunia yang mengakibatkan keluarnya aliran modal asing dari Indonesia (sudden reversal).
"Kita ingin melibatkan kelompok ritel, diversifikasi supaya tidak fokus di satu kelompok institusional. Sebab ritel tidak sensitif terhadap kondisi global dan mengurangi porsi asing yang volatil," jelas Robert.
Bunga Obligasi Pemerintah vs Deposito
Pemerintah mengaku akan mengevaluasi realisasi penerbitan obligasi ritel, baik itu sukuk ritel, SBR, sukuk tabungan maupun Obligasi Ritel Indonesia (ORI).
Pasalnya, Robert bilang, pemerintah perlu lebih efisien dalam menetapkan tingkat bunga atau kupon atau imbal hasil untuk obligasi negara. Terutama obligasi pemerintah yang bisa mencapai 8 persen. Â
"Ke depan kita harus lebih sadar cost, dan pragmatis," ujar Robert.
Dia berharap, kupon atau imbal hasil obligasi pemerintah dapat turun seiring tingkat bunga yang terseret ke bawah. Terutama untuk obligasi ritel yang mencatatkan biaya bunga tinggi guna mengurangi beban pemerintah membayar bunga utang.
"Bunga deposito bank ada yang 7 persen dan di bawah. Deposito yang dijamin perbankan kan nilainya Rp 2 miliar, sedangkan obligasi negara kan dijamin seluruhnya oleh pemerintah, jadi harusnya tingkat bunga (SBN) bisa di bawah deposito, jadi lebih aman," jelas dia. (Fik/Nrm)