Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memprotes keras penghentian program kantong plastik berbayar Rp 200 per buah mulai 1 Oktober 2016. Keputusan ini dinilai sebuah langkah kemunduran bagi pemerintah dan pengusaha ritel dalam upaya mengurangi sampah plastik.
"Ini sebuah kemunduran, YLKI protes keras ketika kantong plastik digratiskan lagi," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi ‎usai Diskusi Energi Kita di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (2/10/2016).
Dia menuturkan, berdasarkan survei YLKI, sudah terjadi penurunan konsumsi kantong kresek di masyarakat. Konsumen pun, sambung Tulus, sudah mulai mengubah gaya hidupnya membawa kantong sendiri dari rumah.
Namun bukannya dilanjutkan menjadi sebuah kewajiban, malah kebijakan kembali seperti sebelumnya menggratiskan kantong plastik.
Baca Juga
"Survei YLKI menunjukkan konsumen sudah berubah bawa kantong sendiri atau pakai kantong plastik berbayar, bahkan tidak serampangan lagi, tapi ini malah dibubarkan. Bukannya makin positif‎ malah ditiadakan berbayar," keluh Tulus.
Ia berpendapat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak serius mengedukasi konsumen untuk mengurangi konsumsi plastik. Bahkan Tulus menuding, pemerintah tidak berani menekan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) untuk terus melanjutkan program kantong plastik berbayar.
"Visi KLHK tidak jelas buat ngurangin sampah plastik, karena harusnya KLHK berani menekan semua anggota APRINDO ‎untuk wajib menetapkan plastik berbayar, atau paling ekstrem tidak menyediakan kantong plastik tapi menyediakan kantong yang bisa di daur ulang," jelas dia.
‎Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo berpendapat hal yang sama. Pemerintah, disarankannya, membuat peraturan yang justru mewajibkan seluruh pengusaha ritel menerapkan kantong plastik berbayar, bukan hanya sekadar uji coba.
"Dulu kan ujicoba mau ngetes, sekarang harusnya wajib. Aturan ini dikeluarkan KLHK. Jadi sebuah keharusan, tapi sekarang malah gratis," ujar Agus. (Fik/Ahm)
Advertisement