Begini Cara Supaya Ekonomi RI ‎Tak Bergantung pada Dolar AS

Ekonom menilai fundamental ekonomi Indonesia sangat kuat. Bahkan, pasar domestiknya menjadi incaran negara lain.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Des 2016, 12:01 WIB
Diterbitkan 07 Des 2016, 12:01 WIB
20161109- Donald Trump Unggul Rupiah Terpuruk-Jakarta-Angga Yuniar
Rupiah pada saat istirahat siang ini tercatat melemah sebesar 162 poin atau turun tajam 1,24 persen ke kisaran Rp 13.246 per dolar AS, Jakarta, Rabu (9/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar ekonomi Indonesia tidak selalu bergantung pada dolar Amerika Serikat (AS) yang diprediksi menguat setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. ‎Selama ini, Indonesia tidak mampu lepas dari mata uang dolar AS.

Pengamat ekonomi dari Universitas Padjajaran, Ina Primiana, menilai pernyataan Pre‎siden tersebut sebagai peringatan bagi para menterinya. Para pembantu Presiden ini harus menerjemahkannya dalam sebuah kebijakan yang mampu mendorong industri dalam negeri, supaya ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS berkurang.

"Dengan kebijakan Trump, Presiden membaca ke arah mana perekonomian dunia. Jadi ini sebenarnya warning untuk para menteri. Bagaimana membuat terobosan kreatif dan inovatif supaya ekonomi kita jalan terus. Jangan buat kebijakan yang kontraproduktif," kata dia saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu (7/12/2016).

Ina berpendapat, masyarakat jangan selalu khawatir dengan pergerakan dolar AS, serta tidak terkungkung terus dengan masalah kurs dolar yang membuat panik saat dolar AS mengalami penguatan.

"Yang kira-kira memerlukan dolar AS banyak harus dikurangi. Makanya kita harus bangun industri substitusi impor, memproduksi barang atau produk yang mampu mengurangi dolar AS ke luar," dia menerangkan.

Dia menuturkan, fundamental ekonomi Indonesia sangat kuat. Malahan, pasar domestiknya menjadi incaran negara lain. Namun, Indonesia malah mengabaikannya. Dia mencontohkan, Korea yang sukses membangun industri di dalam negeri, sehingga tidak bergantung pada dolar AS.

"Kalau rupiah dibanding mata uang lain, seperti yuan, won atau negara lain China, Korea, dan Asia Pasifik, kita masih bisa bersaing. Kalau dengan AS kan kita ibarat semut dan gajah, saat dolar AS naik, kita khawatir dengan impor dan utang," jelas Ina.

Dia menjelaskan, dengan kebijakan Trump diperkirakan membuat The Fed meningkatkan suku bunga acuannya. Itu akan menarik seluruh investor di pasar saham maupun pasar obligasi yang ada di Indonesia.

"Jadi kita harus menciptakan hal-hal produktif, yang bisa menarik devisa, investasi, mencari pasar lain. Kita harus mendatangkan uang masuk, ‎dan mengupayakan supaya investasi di pasar obligasi atau pasar uang lebih lama, tidak hit dan run," ujar Ina.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya